RUU Pilkada, Demokrat tetap pilih opsi ketiga



JAKARTA. Partai Demokrat tetap mendorong adanya opsi ketiga dalam pengambilan keputusan tentang rancangan undang-undang pemilihan kepala daerah (RUU Pilkada) pada rapat Komisi II DPR dengan pemerintah, Rabu (24/9) siang. Opsi ketiga itu adalah pelaksanaan model pilkada langsung dengan 10 syarat perbaikan. Partai Demokrat tidak mengubah sikapnya meski pemerintah sudah melakukan perbaikan dalam draf pilkada langsung dan sudah memasukkan usulan dari Demokrat.

"Kami dari Fraksi Partai Demokrat mendukung RUU Pilkada untuk dibahas di paripurna, dengan opsi ketiga, yaitu 10 butir masukan dalam RUU Pilkada ini," ujar anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrat, Nuki Sutarno, saat membacakan pandangan mini fraksi dalam rapat tersebut.

Nuki menuturkan, 10 syarat yang diajukan Partai Demokrat yakin bahwa pelaksanaan uji publik atas integritas calon gubernur, calon bupati, dan calon wali kota; efisiensi biaya penyelenggaraan pilkada mutlak dilakukan; perbaikan atas pengaturan dan pembatasan pelaksanaan kampanye terbuka; akuntabilitas penggunaan dana kampanye; dan larangan politik uang dan sewa kendaraan partai.


Demokrat juga meminta agar fitnah dan kampanye hitam dilarang; larangan pelibatan aparat birokrasi; larangan pencopotan aparat birokrasi pasca-pilkada; perbaikan atas penyelesaian sengketa pilkada; dan pencegahan kekerasan dan tanggung jawab calon atas kepatuhan pendukungnya.

Partai Demokrat menilai pilkada yang dilakukan langsung telah menimbulkan banyak ekses negatif, seperti politik uang dan kekerasan. Namun, Demokrat melihat hal tersebut bukanlah salah rakyat sehingga hak kedaulatan rakyat tidak boleh dicabut.

Maka dari itu, Partai Demokrat mengambil jalan tengah dengan memberikan 10 syarat itu. Tidak disebutkan secara terperinci apakah 10 syarat itu harus dipenuhi seluruhnya atau tidak. Namun, Demokrat menyarankan agar pembahasan RUU Pilkada ini dibawa dalam rapat paripurna pada 25 September. (Sabrina Asril)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie