RUU PTUK masih menunggu paraf persetujuan para menteri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) masih terganjal. Hingga saat ini, RUU PTUK masih menunggu paraf persetujuan para menteri.

Sebelumnya RUU tersebut sudah diserahkan ke Sekertaris Negara untuk disampaikan ke presiden. Namun, karena ada tambahan instansi yang terkait, RUU tersebut kembali diubah.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan, RUU tersebut sebetulnya hampir rampung pada awal Januari tahun ini.


"RUU ini hampir rampung di awal tahun, tapi karena di last minute ada keterlibatan Bank Indonesia (BI), RUU ini mengalami perubahan. Posisi terakhir, RUU PTUK masih menunggu paraf persetujuan para menteri," ujarnya.

Terkait hal itu, Ketua tim penyusun RUU PTUK Yunus Husein juga memberikan keterangan yang sama. Ia mengatakan bahwa sebelumnya BI tidak tertarik untuk terlibat dalam penyusunan RUU tersebut.

"Dulu itu, saya sudah ajak BI untuk berpartisipasi aktif dalam penyusunan RUU PTUK tapi ia menolak. Tapi setelah diketahui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pergi dari penyusunan, baru ia melihat punya wewenang di situ. Itulah mengapa pengesahan RUU ini agak terlambat," jelasnya.

Mengenai hal ini, Deputi Gubernur BI Erwin Rijanto mengatakan, keterlibatan BI sesuai dengan amanat Pasal 8 Undang-Undang BI yang mengatur kewenangan instansi tersebut.

"Salah satu amanatnya menuntut BI berwenang dalam menetapkan penggunaan alat pembayaran," ujar Erwin.

Dengan begini, BI dipastikan terlibat dalam substansi pengaturan RUU PTUK tentang perubahan penetapan batasan transaksi, transaksi yang dikecualikan, pengawasan, serta pembawaan uang asing.

Dalam UU BI pasal 8 salah satu kewenangannya adalah penetapan penggunaan alat pembayaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto