RUU Rusun disahkan, pengembang kesulitan



JAKARTA. Pengembang properti masih setengah hati menyambut Rancangan Undang-Undang Rumah Susun (RUU Rusun) yang bakal disahkan 18 Oktober mendatang. Pasalnya, salah satu poin dalam beleid ini mensyaratkan pengembang harus membangun fisik rusun sebanyak 20%, sebelum akhirnya boleh berjualan. Berarti, pengembang harus menyiapkan biaya pembangunan lebih dulu.

Kebijakan tersebut akan mengubah sistem penjualan properti yang berlaku selama ini, dimana pengembang bisa menjual rusun meski masih dalam bentuk katalog. Nantinya, duit down payment dari pembeli akan digunakan sebagai modal pengembang membangun rusun.

Indra W Antono, Direktur Pemasaran PT Agung Podomoro Land Tbk berpendapat, aturan ini memberatkan pengembang jika tidak mendapatkan kepastian lahan. "Walau ada kewajiban 20% fisik bangunan, kami tetap minat. Tapi kalau lahan masih cari sendiri bisa susah, karena selama ini kami membeli lahan sendiri," ungkap Indra kepada KONTAN, Selasa (11/10).


Andalkan marketing sales

Agung Podomoro saat ini membangun sekitar 14.000 unit rusun di Gading Nias dan Kalibata City. Kini, sebanyak 70% rusun tersebut sudah dihuni. Indra berharap, pemerintah memberikan dukungan lebih bagi rusun karena proyek ini menunjukkan keberpihakkan pada masyarakat menengah ke bawah.

Dicky Setiawan, Direktur Utama PT Bakrie Pangripta Loka pun menilai, sistem penjualan properti saat ini sudah menguntungkan konsumen. Sebab, harga tanah dan bangunan properti senantiasa meningkat. Sehingga, harga jual ketika rusun sudah dibangun tentu saja lebih mahal ketimbang yang belum dibangun. "Sebenarnya orang berlomba beli di awal agar harganya lebih murah," ujarnya. Padahal menurut Dicky, harga rusun yang sebesar Rp 144 juta per unit sudah tak relevan dengan kenaikan harga tanah dan bahan bangunan.

November mendatang, Sentra Timur siap meluncurkan tiga menara rusun tahap dua. Untuk membangun 950 unit rusun di kawasan tersebut, Bakrie menganggarkan investasi sebesar Rp 150 miliar. Dicky menjelaskan, harga rusun ini berkisar Rp 115 juta-Rp 247 juta per unit. Hingga akhir tahun, Bakrie menargetkan Sentra Timur sudah terjual sebanyak 20%.

Sementara itu, konsultan properti, Ferry Salanto menilai, kewajiban membangun 20% rusun sebelum dijual jelas lebih menguntungkan konsumen karena mendapatkan kepastian serah terima kunci. Tapi di sisi lain, pengembang akan kesulitan. "Ini sudah tren di banyak negara, tapi sepertinya sulit berjalan di Indonesia," kata Ferry yang juga wakil direktur Colliers International. Soalnya selama ini pengembang properti bisa membangun karena mengandalkan marketing sales saat awal peluncuran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini