JAKARTA. Inisiatif DPR menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan untuk mengatur dan mengontrol tata kelola industri kelapa sawit di Indonesia menuai respon beragam. Pengusaha dan petani kelapa sawit menyambut baik, namun aktivis lingkungan hidup menolak RUU ini lantaran dianggap melegalkan pengrusakan hutan. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo mengatakan, RUU Perkelapasawitan ini baru masuk pembahasan tahap awal. DPR memunculkan RUU Perkelapasawitan lantaran industri ini cukup strategis. "RUU ini menjadi penting karena kelapa sawit memberikan kontribusi bagi negara cukup signifikan, tapi belum ada aturan hukum yang jelas soal pengelolaan sawit seperti di Malaysia," ujarnya. Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung mengusulkan beberapa hal. Pertama, pemberian izin khusus bagi petani kelapa sawit untuk memiliki luas lahan di atas 25 hektare (ha) sampai 100 ha. Dalam UU Pertanahan, setiap lahan di atas 25 ha harus mendapatkan izin Hak Guna Usaha (HGU). Artinya setelah izin itu habis, tanah ini kembali ke negara.
RUU Sawit menuai pro dan kontra
JAKARTA. Inisiatif DPR menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan untuk mengatur dan mengontrol tata kelola industri kelapa sawit di Indonesia menuai respon beragam. Pengusaha dan petani kelapa sawit menyambut baik, namun aktivis lingkungan hidup menolak RUU ini lantaran dianggap melegalkan pengrusakan hutan. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Firman Subagyo mengatakan, RUU Perkelapasawitan ini baru masuk pembahasan tahap awal. DPR memunculkan RUU Perkelapasawitan lantaran industri ini cukup strategis. "RUU ini menjadi penting karena kelapa sawit memberikan kontribusi bagi negara cukup signifikan, tapi belum ada aturan hukum yang jelas soal pengelolaan sawit seperti di Malaysia," ujarnya. Direktur Eksekutif Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung mengusulkan beberapa hal. Pertama, pemberian izin khusus bagi petani kelapa sawit untuk memiliki luas lahan di atas 25 hektare (ha) sampai 100 ha. Dalam UU Pertanahan, setiap lahan di atas 25 ha harus mendapatkan izin Hak Guna Usaha (HGU). Artinya setelah izin itu habis, tanah ini kembali ke negara.