RUU SDA akan batasi izin air minum dalam kemasan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkan draft rancangan undang-undang (RUU) tentang Sumber Daya Air  (RUU SDA). Sepuluh fraksi DPR RI dalam rapat pengambilan keputusan RUU SDA menyetujui calon payung hukum itu sebagai RUU usulan untuk dibahas pada tingkat I DPR RI dengan pemerintah.

Salah satu yang akan diatur dalam RUU SDA adalah aturan perizinan pengelolaan SDA untuk kebutuhan usaha. Pada pasal 51 ayat 1 menjelaskan bahwa izin penggunaan SDA untuk kebutuhan usaha dengan menggunakan air dan daya air yang menghasilkan produk berupa air minum untuk kebutuhan sehari-hari diberikan kepada BUMN, BUMD, atau badan usaha milik desa dan dapat melibatkan pihak swasta yang bergerak dalam bidang industri air minum.

Pada pasal 51 ayat 4 mengatur keterlibatan pihak swasta yang bergerak dalam bidang industri air minum  dapat dilakukan melalui, bentuk kerja sama dengan jangka waktu tertentu sesuai dengan jangka waktu investasi pihak swasta.


Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhidin menyatakan, RUU SDA ditujukan untuk melakukan pembatasan penyalahgunaan air di Indonesia sehingga bisa dimanfaatkan rakyat seluruh Tanah Air.

Dalam pasal pengaturan perizinan, air kemasan akan diupayakan agar harganya lebih terjangkau oleh masyarakat dengan solusi dikelola oleh negara.

Tapi "kita mau cari solusinya dulu dengan pemerintah agar tak merugikan investasi di Indonesia,"kata Muhidin kepada Kontan.co.id, Selasa (3/4).

Ia bilang, DPR akan menunggu terbitnya amanat presiden (Ampres) terlebih dulu untuk memulai pembahasan dengan pemerintah. Namun ia menargetkan akhir tahun 2018 RUU SDA sudah bisa selesai untuk dibahas.

"Sebelum Pemilu 2019 RUU Sumber Daya Alam harus sudah disahkan,"ujarnya.

Ketua Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin), Rachmat Hidayat menilai ada salah interpretasi dalam penyusunan RUU SDA, lantaran DPR menyamakan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan air perpipaan.

Ia menegaskan, DPR harus mempertimbangkan konsekuensi yang harus dirasakan pelaku bisnis AMDK beserta 40.000 pekerja yang berada dalam bisnis tersebut, jika negara yang mengelola bisnis ini. Pihak swasta kata dia akan sulit untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam menjalankan bisnis AMDK.

"Berusaha bersama  harus dengan kesukarelaan, dan pertimbangan strategi masing-masing , kalau itu diwajibkan oleh undang-undang, artinya sama saja tidak boleh berbisnis AMDK kecuali dilibatkan BUMD , BUMN. Kami tidak lihat kerangka logikanya kenapa harus begini,"tegas Rachmat.

Kata dia, Aspadin akan meminta DPR dan pemerintah untuk menyempurnakan draft RUU SDA. Selain itu, pihaknya akan memberikan masukan kepada Presiden Joko Widodo agar swasta masih bisa berbisnis AMDK. "Kami mohon agar Presiden bisa memenuhi pelaku bisnis AMDK,"pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto