KONTAN.CO.ID - DW. Meski mendapat tentangan keras dari Washington, Rusia telah mulai mengirimkan komponen-komponen misil S-400 ke Turki. AS khawatir Moskow akan mendapatkan informasi rahasia tentang pesawat militer terbarunya yaitu F-35, jika Turki tetap menggunakan S-400 bersamaan dengan pesawat jet generasi kelima ini. AS mengancam akan memberi sanksi, tetapi Turki tidak mengindahkannya. Rudal S-400 Triumph (dikenal oleh NATO dengan nama sandi SA-21 Growler) adalah sistem rudal antipesawat yang bisa menjangkau hingga maksimum 400 kilometer (250 mil) dan bisa mencapai sasaran pada ketinggian hingga 27 kilometer. Rudal ini kali pertama diperkenalkan pada 2007.
Sistem ini bersifat mobile dan mencakup pusat kendali serta beberapa elemen peluncuran rudal, yang masing-masing bisa mencapai 12 peluncur. Rusia memandang sistem tersebut sebagai salah satu elemen kunci sistem pertahanan antipesawat mereka. Persenjataan ini telah dipakai di Krimea, daerah kantong Rusia di Kaliningrad, dan Suriah. Teknologi terdepan dan murah Rudal ini dibuat oleh pabrik senjata milik negara, Almaz-Antey, yang menjadi sasaran sanksi Uni Eropa dan AS atas tindakan Rusia di Ukraina. S-400 dikembangkan untuk menghancurkan jet tempur, rudal jelajah, rudal balistik, dan pesawat nirawak atau drone. Media Rusia mengklaim kalau S-400 lebih unggul dari saingannya buatan Prancis atau AS. "Rusia dan pendahulunya, Uni Soviet, selalu terdepan dalam teknologi rudal," kata pakar militer Inggris Richard Connolly di Universitas Birmingham kepada DW siaran bahasa Rusia. "Alasannya adalah karena Amerika dan Barat membuat pesawat terbang yang lebih baik." S-400 sangat fleksibel dan dapat digunakan dengan beberapa jenis roket. Selain itu, senjata ini juga memiliki keuntungan besar lain yaitu harganya lebih terjangkau. "S-400 setidaknya dua kali lebih murah dari sistem AS Patriot-2," ujar Connolly. Turki dilaporkan telah membayar 2,5 miliar dolar AS (Rp 34,7 triliun) untuk membeli sistem persenjataan ini. Sinyal untuk AS Namun, ini semua bukan sekadar masalah uang. Pertimbangan politik Ankara mungkin juga memainkan peran atas keputusan pembelian rudal ini. Pemerintah Turki mungkin termotivasi oleh fakta bahwa S-400 dikembangkan untuk melawan sistem persenjataan Amerika. Connolly mencatat bahwa selama upaya kudeta 2016, pesawat kepresidenan Erdogan diikuti oleh pemberontak yang memakai F-16. Pakar militer Moskow Alexander Golz percaya bahwa tindakan membeli S-400 buatan Rusia adalah "murni keputusan politik." Golz juga percaya bahwa langkah ini adalah "sinyal kepada AS dan sekutu lainnya terkait pendekatan kedaulatan Turki dalam hal pertahanan." Turki adalah negara kedua yang membeli komponen S-400 dari Rusia, setelah Cina. Namun, penjualan ke Cina ini sempat agak terganggu insiden yang terjadi di akhir 2017 dimana kapal yang mengirimkan rudal terjebak dalam badai dan menyebabkan beberapa roket rusak. Pihak Rusia pun telah mengganti misil rusak ini. Selain itu, India juga telah menandatangani kontrak senilai 5 miliar dolar AS (Rp 69,9 triliun) dan sedang menunggu pengiriman. Beberapa negara Teluk juga diketahui telah menyatakan minat. 'Belum diuji' Para ahli militer memperingatkan bahwa meski punya teknologi terbaru, S-400 belum pernah benar-benar diuji. "Itu (S-400) belum diuji dalam situasi perang yang nyata dan serius," kata Siemon Wezeman dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) kepada DW. "Satu-satunya yang diuji adalah sistem 'Patriot' AS pada 1991, dalam Perang Teluk." Rusia mengoperasikan sistem S-400 di Suriah, di mana pasukannya mendukung rezim Bashar al-Assad. Pada April 2018, AS menembakkan puluhan rudal Tomahawk ke pasukan rezim, tetapi militer Rusia menahan diri untuk tidak membalasnya dengan menggunakan S-400, kata Golz. "S-400 punya kesempatan untuk pamer kualitasnya selama serangan Tomahawk AS terhadap Suriah, tetapi pemerintah Rusia cukup pintar untuk tidak mencobanya." Turki minat buat suku cadang untuk S-400 Generasi pendahulu sebelum adanya perangkat mutakhir S-400, termasuk S-300 buatan Soviet, dirancang sebagai bagian dari sistem antipesawat terbang yang komprehensif. S-400 punya keuntungan bisa beroperasi secara independen karena ada fitur yang memungkinkan Turki untuk menggunakannya tanpa harus mengintegrasikan terlebih dahulu dengan jaringan pertahanan NATO. Namun, menggabungkan S-400 dalam kompleks pertahanan yang lebih luas akan membawa keuntungan besar, dan membuatnya "jauh lebih efektif," ungkap Siemon Wezeman. Sebagai contoh, tentara Rusia juga melindungi S-400 dari serangan udara musuh dengan menambahkan sistem pertahanan jarak menengah, yaitu Pantsir S-1. Masih belum jelas apakah Turki juga akan membeli sistem ini dari Rusia. Meski demikian, Turki masih berharap untuk mendapatkan akses ke setidaknya beberapa teknologi Rusia. Beberapa komponen S-400 seharusnya diproduksi di Turki. "Ini mungkin simbolis," kata Golz kepada DW. "Tiga mur dan dua buah baut akan diproduksi di wilayah Turki." Segera rilis generasi terbaru Menurut informasi yang belum dapat dikonfirmasi, Rusia telah menolak permintaan Turki untuk mengadakan kode elektronik dan pengaturan S-400, termasuk fitur sistem pengenalan "teman-atau-musuh." S-400 memang dianggap mutakhir, tetapi tidak akan bertahan lama.
Kini pabrikan senjata Rusia hampir menyelesaikan sistem S-500 yang dijuluki "Prometheus" dan diperkirakan akan dirilis pada 2020. Pada Juni 2019, Menteri Perdagangan Rusia Denis Manturov mengatakan bahwa S-500 sudah sesuai untuk produksi massal. Data resmi mengatakan S-500 akan memiliki jangkauan yang lebih besar, yang memungkinkannya menembak satelit dengan orbit rendah. Turki, lagi-lagi, juga ingin memproduksi sistem tersebut bersama dengan Rusia.
Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti