JAKARTA. Setelah sempat turun, cadangan devisa di Bank Indonesia (BI) kembali naik. Pada 23 September lalu misalnya, cadangan devisa berada di posisi US$ 57,4 miliar. Sekadar mengingatkan, pada awal Agustus lalu, cadangan devisa ada di posisi US$ 58,36 miliar. Di bulan September, cadangan devisa terus melorot. Bahkan pada 15 September lalu, cadangan devisa berada di posisi US$ 56,78 miliar.Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual memperkirakan, pergerakan cadangan devisa lebih didominasi neraca perdagangan. "Pendapatan dari ekspor minyak dua tiga pekan lalu cukup besar karena harga minyak naik," kata David. Memang, pada dua tiga pekan lalu, harga minyak dunia sempat kembali melompat ke US$ 110 per barel. Selain itu, lanjut David, dana pada Surat Utang Negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) tidak mengalami pergerakan signifikan alias stabil. Berdasarkan data yang dikumpulkan KONTAN, sejak 19 September sampai 23 September, dana asing yang tersimpan di SUN dan SBI juga naik lagi setelah Lembaga Keuangan Amerika Serikat Lehman Brothers dinyatakan bangkrut. Kenaikannya mencapai Rp 730 miliar.
Menurut David, pulihnya masalah di dalam negeri sangat tergantung pada seberapa cepat masalah finansial di Amerika Serikat (AS) yang berakar dari subprime mortgage kembali sehat. "Bisa jadi, masalah ini selesai lebih cepat dari yang diperkirakan. Bail out sudah ditandatangani, tinggal besarannya saja yang masih dipertanyakan," kata David. Penandatanganan rencana penyelamatan darurat alias rescue plan Amerika ini diharapkan akan mengembalikan kepercayaan pasar. "Kalau kepercayaan pasar kembali membaik, intervensi BI untuk menjaga nilai tukar rupiah tidak perlu terlalu besar dan menguras cadangan devisa,” jelas David. Sementara itu, Ekonom Standard Chartered Fauzi Ikhsan hampir satu suara dengan David. Dia sepakat bahwa kegiatan ekspor imporlah yang menyelamatkan cadangan devisa saat itu. "Tren turunnya harga minyak menyebabkan pengeluaran impor minyak tidak semahal sebelumnya," kata Fauzi.