Saat lokal keok, peritel asing semakin oke



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Silih berganti kita mendengar peritel di Indonesia terhantam daya beli. Bahkan ada peritel yang tutup buku: Seven Eleven milik PT Modern International Tbk.

Kabar terbaru dari PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI), yang mulai akhir bulan ini tak lagi mengoperasikan Lotus Department Store (Harian KONTAN, 24 Oktober 2017).

Sebelumnya PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) menghentikan aktivitas sejumlah gerai. Hanya saja, LPPF merelokasi gerai tersebut ke wilayah lain. Adapun Ramayana memilih spin off antara supermarket dengan departement store.


Yang menarik, ketika peritel keok, peritel asing justru semakin menjamur. Sebut saja, Lulu Group Retail International siap membangun 10 gerai hingga tahun 2019. Bahkan Lulu mengklaim, ekspansi di Indonesia terbilang tercepat yang pernah dilakukan perusahaan ini. Lulu bahkan melengkapi ekspansi dengan mengembangkan pusat logistik dan gudang senilai US$ 70 juta untuk mendukung operasional di Indonesia.

Lantas, GS Supermarket, perusahaan ritel asal Korea Selatan bakal membuka gerai ketiga akhir tahun ini. Padahal perusahaan itu belum genap setahun beroperasi di Indonesia. Lalu Miniso, berencana mengoperasikan 200 gerai di Indonesia tahun depan.

Perusahaan ritel yang bermarkas di Tokyo, Jepang itu menargetkan hingga akhir tahun 2017 memiliki 100 gerai. Beroperasi Februari lalu, Miniso kini sudah memiliki 50 gerai.

Selain itu, masih ada peritel asing lain yang bercokol di Indonesia. Sebut saja Central Department Store asal Thailand, Waikiki asal Turki, Lotte Mart, Kanmo Retail Group, Decathlon Group, Index Living Mall dan IKEA.

Apa yang sebenarnya terjadi di industri ritel? "Terjadi shifting pola belanja di kelas menegah dengan berpindah ke belanja online dan traveling," ujar Christine Natasya, Analis Ritel Mirae Aset Sekuritas.

Kelas menengah ini merupakan pangsa pasar peritel lokal. Sementara segmen kelas atas turut terkena daya beli, lalu menahan belanja. Mereka yang biasa ke luar negeri, memilih belanja di Indonesia. Ini salah satu faktor serbuan peritel asing.

Sedangkan Budihardjo Iduansjah, Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Belanja Indonesia, memandang, peritel asing bisa eksis karena memiliki modal nan tebal. Ia juga membandingkan, suku bunga di Indonesia 9%–14%, sedangkan di luar negeri 1%–5%. "Ini harus disikapi pemerintah, jangan sampai peritel lokal menyusut," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia