Saat pengusaha protes kenaikan NJOP Jakarta



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanah dan bangunan memantik protes pengusaha.

Aturan yang menjadi dasar kenaikan NJOP rata-rata sebesar 19,54% itu dianggap keluar tiba-tiba, tanpa ada sosialisasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sebagai informasi, payung hukum kenaikan NJOP yaitu Peraturan Gubernur (Pergub) No. 24 Tahun 2018 diundangkan pada 29 Maret 2018.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, banyak pengusaha dirugikan atas kebijakan itu. Shinta mendesak Pemprov DKI merevisi kembali Pergub NJOP itu.


Menurut Shinta, kenaikan itu tak relevan dengan ekonomi Jakarta yang kini lesu. Kondisi ini sangat membebani dunia usaha. "Sebaiknya kebijakan ini, jika bisa dievaluasi kembali," kata Shinta kepada KONTAN, Kamis (5/7).

Kenaikan NJOP, jika berlaku bagi zona komersial akan menjadi tekanan ganda pada bisnis para pengusaha yang masih belum bangkit. Saat ini, pebisnis sedang dihadapkan kemungkinan pelambatan ekonomi akibat kenaikan suku bunga, harga minyak, serta ketidakpastian global karena perang dagang AS-China.

Imbas kenaikan NJOP beragam. Tapi, sektor yang paling dirugikan adalah sektor usaha yang ada di gedung dan sektor properti. Apalagi perkantoran banyak yang kosong karena modelnya kini virtual office atau co-working space. "Apartemen juga mahal, mal dan pusat perbelanjaan juga masih sepi," katanya.

Dewan Pimpinan Daerah Real Estate Indonesia (REI) DKI Jakarta Bambang Ekajaya menambahkan, kenaikan NJOP Jakarta akan berdampak langsung bagi bisnis properti. Banyak orang kian enggan membeli properti di Jakarta karena harganya mahal serta biaya perpajakannya yang tinggi.

Jika merujuk Pergub 24, salah satu wilayah yang mengalami kenaikan NJOP tinggi adalah Jakarta Timur (Jaktim). Pertumbuhan ekonomi Jaktim yang lebih tinggi dibanding wilayah lain jadi alasan. Padahal, dengan kenaikan NJOP, harga properti akan naik. Dampaknya, penjualan juga akan sulit.

Ini pula yang membuat bisnis properti Jakarta mati suri 2 tahun terakhir. "Kenaikan NJOP makin membuat bisnis properti menjerit," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie