KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan mata uang rupiah terbilang volatil di sepanjang pekan ini. Di pertengahan pekan, mata uang Garuda sempat perkasa. Namun, otot rupiah kembali melemah di akhir pekan. Meski demikian, pada Jumat (9/11) lalu, rupiah masih di bawah level Rp 15.000 per dollar AS. Data Bloomberg menunjukkan, nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 0,96% ke level Rp 14.678 per dollar AS. Sebelumnya, dalam sepekan rupiah menguat 1,85%. Berbeda dengan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) mata uang Garuda justru menguat 0,77% ke Rp 14.651 per dollar AS atau dalam sepekan menguat sebesar 3,03%. Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto mengatakan penguatan rupiah pekan ini dipengaruhi berbagai sentimen utama baik dari domestik maupun eksternal.
“Mulainya instrumen DNDF per November 2018, data neraca perdagangan yang surplus oleh karena kinerja ekspor, inflasi yang cukup terkendali, data cadangan devisa yang naik pertama kali di tahun 2018 menggambarkan BI sudah mulai berkurang melakukan intervensi,” jelas Andri. Pasar keuangan Indonesia yang sudah terkoreksi cukup dalam sebelumnya akhirnya mendapatkan aliran dana asing masuk yang cukup agresif terutama pada instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dan pasar saham. Sedangkan dari global, redanya perang dagang setelah adanya rencana pertemuan antara AS dan Tiongkok dalam KTT G-20 dinilai memberikan kestabilan perekonomian global. Pelemahan drastis indeks dollar jelang pemilu jangka menengah terjadi akibat pelaku pasar yang sedikit gelisah sehingga menghindari aset-aset dollar. Namun menurut Andri secara teknikal setiap ada
rally kenaikkan yang panjang, akan ada koreksi setelahnya yang didorong aksi
profit taking seperti yang terjadi pada dua hari terakhir ini. Selain itu juga didorong kegelisahan pelaku pasar terhadap hasil pemilu jangka menengah AS sudah mulai mereda. “Meskipun DPR dikuasai Demokrat dan Senat dikuasai Republik, setidaknya kekuatan masih cukup berimbang. Ada narasi Jerome Powell paska FOMC yang mengindikasikan masih
hawkish, ini mendorong dollar
rebound,” lanjut Andri. Sementara, Ekonom Bank Permata Joshua Pardede mengatakan rupiah kembali melemah karena merespon keputusan The Fed yang tetap mempertahankan suku bunga acuannya di level 2%-2,25%. “Tapi outlook ke depannya cukup positif bila dilihat dari sisi return, dari perkembangan inflasi yang masih dekat 2% juga tingkat pengagguran tenaga kerja terus menurun,” jelas Joshua. Di sisi lain, European Central Bank (ECB) mengeluarkan rilisnya di mana masih ada kekhawatiran terhadap anggaran fiskal Italia. Bergantung pada negosiasi Italia dengan Komisi Eropa, hal tersebut dapat mempengaruhi apakah ECB ke depannya akan mulai menaikkan suku bunga atau sebaliknya.
Joshua mengatakan pelaku pasar menantikan CAD dengan ekspektasi belum bisa dikelola dengan baik sehingga defisit akan melebar bila dibandingkan dengan kuartal II. “Maka pelaku pasar masih wait and see dan cenderung melepas rupiah untuk saat ini. Selain itu juga menunggu data-data AS seperti PPI (Producer Price Index), serta pelaku pasar masih mencermati keputusan The Fed,” jelas Joshua. Ia memproyeksikan kemungkinan rupiah bergerak di level Rp 14.625-Rp 14.750 per dollar AS. Sedangkan menurut Andri, dengan keadaan AS yang mulai stabil rupiah kemungkinan masih bisa dibuka menguat di level Rp 14.610-Rp 14.660 per dollar AS. “Namun perjalanannya relatif agak bergejolak karena pelaku pasar masih
adjustment di awal pekan,” kata Andri. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie