Saatnya berburu saham berbasis pasar domestik



JAKARTA. Sebagian besar emiten di Bursa Efek Indonesia telah merilis laporan keuangan semester I 2012. Hasilnya: mayoritas emiten berkapitalisasi pasar jumbo yang masuk indeks LQ45 mencatatkan kinerja memuaskan.

Emiten properti mendominasi daftar emiten dengan pertumbuhan laba tertinggi di antara saham LQ45 lain. PT Kawasan Industri Jababeka Tbk, misalnya, mencetak pertumbuhan laba 298,76% year-on-year (yoy) menjadi Rp 205,80 miliar di semester I 2012. Emiten berkode KIJA ini menduduki urutan pertama di kelompok LQ45 yang mencatatkan pertumbuhan laba tertinggi.

Namun, ada pula emiten LQ45 yang mencatatkan kinerja mengecewakan, seperti PT Timah Tbk. Di enam bulan pertama 2012, laba emiten pelat merah ini menyusut 51% yoy menjadi Rp 335,86 miliar.


Bahkan ada emiten LQ45 yang mencatatkan kerugian, PT Bakrieland Development Tbk. Perusahaan ini menderita kerugian Rp 81,16 miliar di semester I 2012. Di periode sama 2011, Bakrieland masih meraih laba Rp 180,90 miliar.

Tapi tak selamanya kinerja mengkilap diikuti oleh pergerakan harga sahamnya di pasar. Kenyataan itu dialami PT Bukit Sentul Tbk. Harga saham emiten berkode BKSL ini justru merosot 16,98% sejak awal tahun hingga Jumat pekan lalu (year to date).

Praktisi pasar saham Ellen May menilai harga saham beberapa emiten properti sudah naik tinggi di awal kuartal kedua (April - Mei 2012). Contohnya, harga KIJA pada 8 Mei 2012 naik 28,95% dari harga awal tahun, menjadi Rp 245 per saham. Harga BKSL juga naik 20,75% menjadi Rp 320 per saham.

Ellen menduga saham properti naik terkerek aksi para fund manager yang ingin menggenjot portofolionya. Maklum, prospek saham sektor energi dan perkebunan, yang kerap menjadi favorit para fund manager, masih kelabu. "Mereka memilih saham properti karena tidak likuid dan harganya mudah diangkat," ungkap Ellen.

Di semester kedua, prospek saham properti kurang menarik. Investor sebaiknya mencermati saham-saham berbasis pasar domestik seperti perbankan, infrastruktur, dan consumer goods. "Yang menjadi pendorong LQ45 adalah sektor perbankan seperti BBRI, BMRI, dan BBCA," ungkap Janson Nasrial, analis AM Capital.

Managing Research Indosurya Asset Management Reza Priyambada memprediksi hingga akhir tahun nanti, harga saham BBRI bergerak di kisaran Rp 7.850 - Rp 7.900, BMRI di Rp 8.850 - Rp 9.000, BBCA Rp 8.350 - Rp 8.400 dan BDMN Rp 6.500 - Rp 6.600 per saham. Sedangkan harga saham sektor konsumer seperti INDF diperkirakan mencapai Rp 6.000 - Rp 6.100 dan UNVR berkisar Rp 24.800 - 25.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro