JAKARTA. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat nilai tukar rupiah masih rentan terhadap tekanan eksternal. Kondisi Yunani dan persoalan terbaru dari China yang dikhawatirkan mengalami krisis menjadi persoalan yang bakal menekan rupiah. Sentimen di pasar keuangan dengan keluarnya dana asing akibat sentimen eksternal adalah penentu rupiah. Rupiah berpotensi untuk terus ke arah Rp 13.300 per dollar AS. "Namun BI harus menjaga agar tidak lewat dari batas aman rupiah Rp 13.380," ujarnya, Selasa (7/7). Apa yang dilakukan BI dengan menggelontorkan cadangan devisa untuk menstabillkan rupiah, menurutnya sudah semestinya dilakukan. Kalau BI tidak mengeluarkan cadangan devisanya maka pelemahan rupiah tidak tertolong dan dampaknya bisa merambat ke mana-mana. Dua dampak akibat pelemahan rupiah yang akan sangat terasa adalah inflasi dan biaya impor. Di sisi lain, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai cadangan devisa adalah instrumen yang digunakan BI untuk menstabilkan rupiah selain mempertahankan kebijakan moneter ketatnya. Dengan sentimen global yang terus terjadi dan mendominasi perekonomian membuat BI harus berpikir untuk mempertebal pundi-pundi cadangan devisa. BI harus memperluas kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan berbagai negara khususnya negara di Asia. "Sekarang bagaimana upaya BI tingkatkan cadangan devisa," tandasnya. Adapun saat ini Indonesia telah menandatangani sejumlah BSA dengan berbagai negara. BI menandatangani BSA dengan China senilai US$ 15 miliar, dengan Jepang senilai US$ 22,78 miliar, dan dengan Korea Selatan senilai US$ 10 miliar. Ada pula komitmen kerja sama Perjanjian Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) antara Indonesia dan negara kawasan ASEAN dengan China, Jepang serta Korea Selatan sebesar US$ 240 miliar. Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa akhir Juni 2015 tercatat US$ 108,0 miliar atau turun US$ 2,8 miliar dari posisi akhir Mei yang sebesar US$ 110,8 miliar. Penurunan ini disebabkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan bank sentral. Selain karena upaya stabilisasi rupiah, penurunan cadangan devisa ini dikarenakan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Saatnya BI gunakan cadev untuk stabillkan rupiah
JAKARTA. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat nilai tukar rupiah masih rentan terhadap tekanan eksternal. Kondisi Yunani dan persoalan terbaru dari China yang dikhawatirkan mengalami krisis menjadi persoalan yang bakal menekan rupiah. Sentimen di pasar keuangan dengan keluarnya dana asing akibat sentimen eksternal adalah penentu rupiah. Rupiah berpotensi untuk terus ke arah Rp 13.300 per dollar AS. "Namun BI harus menjaga agar tidak lewat dari batas aman rupiah Rp 13.380," ujarnya, Selasa (7/7). Apa yang dilakukan BI dengan menggelontorkan cadangan devisa untuk menstabillkan rupiah, menurutnya sudah semestinya dilakukan. Kalau BI tidak mengeluarkan cadangan devisanya maka pelemahan rupiah tidak tertolong dan dampaknya bisa merambat ke mana-mana. Dua dampak akibat pelemahan rupiah yang akan sangat terasa adalah inflasi dan biaya impor. Di sisi lain, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai cadangan devisa adalah instrumen yang digunakan BI untuk menstabilkan rupiah selain mempertahankan kebijakan moneter ketatnya. Dengan sentimen global yang terus terjadi dan mendominasi perekonomian membuat BI harus berpikir untuk mempertebal pundi-pundi cadangan devisa. BI harus memperluas kerja sama Bilateral Swap Arrangement (BSA) dengan berbagai negara khususnya negara di Asia. "Sekarang bagaimana upaya BI tingkatkan cadangan devisa," tandasnya. Adapun saat ini Indonesia telah menandatangani sejumlah BSA dengan berbagai negara. BI menandatangani BSA dengan China senilai US$ 15 miliar, dengan Jepang senilai US$ 22,78 miliar, dan dengan Korea Selatan senilai US$ 10 miliar. Ada pula komitmen kerja sama Perjanjian Chiang Mai Initiative Multilateralisation (CMIM) antara Indonesia dan negara kawasan ASEAN dengan China, Jepang serta Korea Selatan sebesar US$ 240 miliar. Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa akhir Juni 2015 tercatat US$ 108,0 miliar atau turun US$ 2,8 miliar dari posisi akhir Mei yang sebesar US$ 110,8 miliar. Penurunan ini disebabkan stabilisasi nilai tukar rupiah yang dilakukan bank sentral. Selain karena upaya stabilisasi rupiah, penurunan cadangan devisa ini dikarenakan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News