Saatnya industri batubara Indonesia belajar dari China



KONTAN.CO.ID - Indonesia mempunyai banyak sekali tambang batubara dan tahun lalu banyak perusahaan tambang yang bisa bernapas lega karena harga komoditas batubara terus naik di pasar internasional. Dengan kebutuhan di pasar ekspor yang masih besar, perusahaan-perusahaan tambang batubara Indonesia bisa berharap mendapatkan keuntungan yang baik tahun ini.

Tapi ternyata tambang batubara di Indonesia masih belum memberikan banyak nilai tambah untuk produknya. Semua perusahaan langsung menjual hasil tambangnya baik untuk kebutuhan ekspor maupun domestik. Padahal batubara bisa diolah menjadi produk setengah jadi yang tentunya bisa memberikan nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar untuk perusahaan. Selain memberikan jawaban untuk kebutuhan bahan baku perusahaan-perusahaan pengolahan di Indonesia.

Berikut ini wawancara khusus KONTAN dengan Bambang Gatot Ariyono Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di dalam perjalanannya di China.


Apa pertimbangan untuk melakukan kunjungan ke China?

Indonesia itu punya cadangan batubara sangat besar, ya walaupun cadangannya itu medium dan low calorie. Memang cadangan batubara yang high calorie yaitu yang coking coal dan semi coking coal di Indonesia mungkin cuma sedikit. Tapi cadangan resource kita hampir 128 miliar ton dengan cadangan reserve (perkiraan cadangan yang bisa diambil dengan metode operasi yang ada dan regulasi pemerintah saat ini) ada sekitar 28 miliar ton. Memang untuk cadangan reserve akan berfluktuasi, karena kan ada penemuan baru dan ada juga yang ditambang.

Batubara hasil tambang di Indonesia biasanya dipakai apa?

Selama ini penggunaan batubara di Indonesia hanya untuk power plant, mungkin ada beberapa batubara yang dipakai untuk proses metalurgi untuk redactor. Tapi sebenarnya ada banyak penggunaan batubara lainnya.

Akhir Maret lalu, Banpu mengundang kami untuk menemui partner bisnisnya di China. Banpu ini adalah perusahaan berasal dari Thailand yang mempunyai beberapa kontrak dan izin-izin penambangan batubara di Indonesia.

Di China kami ditunjukkan bahwa batubara itu banyak peruntukannya, bukan hanya untuk PLTU saja.

Di pabrik milik Shanxi Lu’an Mining Industry ada Chemical Industry mulai dari fuel, minyak diesel, bahkan sampai ke avtur. Ada juga kunjungan ke pabrik pupuk. Untuk pupuk kan di Indonesia masih menggunakan gas, tapi di China menggunakan batubara.

Kami juga ke pabrik produk-produk kimia, dari methanol, olefin yang semuanya berasal dari batubara. Nah setelah jadi olefin kan turunan dari situ itu bisa menghasilkan berbagai macam produk.

Kita melihat yang selama ini di Indonesia untuk added value process batubara itu belum ada sama sekali. Bahkan untuk meningkatkan kualitas yang namanya upgrading coal. Paling banter di Indonesia itu hanya ada blending untuk meningkatkan kualitas. Maksudnya mencampur antara batubara kalori tinggi kalori rendah dengan komposit. Nah di China kami ditunjukkan batubara itu tidak hanya itu.

Proses yang membuat coal to liquid untuk menjadi fuel, coal to gas itu gasifikasi, itu tidak ada. Nah ini memberi inspirasi kita terhadap perlakuan kita untuk batubara supaya bisa mempunyai added value-nya lebih banyak lagi. Memang permasalahannya adalah teknologi dan investasi. Investasinya cukup besar-besar ini. Untuk pabrik pengolahan methanol modal awalnya RMB 2 miliar, totalnya sampai fase 3 bisa sampai RMB 7 miliar, ini sama dengan Rp 14 triliun.

Untuk pembuatan pabrik pupuk itu juga cukup besar investasinya. Nah ini mungkin yang problem. Tapi strategi kita tentunya ya karena kita punya banyak batubara, kita juga mau mulai berjalan added value-nya. Memang selalu perusahaan alasannya keekonomian, kalau dilihat di sini dengan ditambah potensi pasar ekspor, mungkin kita bisa jalan.

Di pabrik methanol, kurang lebih net profit marginnya 15% atau senilai RMB 800 juta. Artinya apa? Artinya di Indonesia sebenarnya bisa melakukan ini. Walau pun tadi ya permasalahan yang harus dikembangkan adalah teknologi, selain investasi.

Apakah spesifikasi batubara yang ada di Indonesia memungkinkan?

Memang pabrik yang ada di sini menggunakan bahan baku batubara yang berkalori tinggi bahkan sampai Antasit. Tapi kan perusahaan-perusahaan yang kami kunjungi selalu menekankan yang penting adalah proses gasifikasi. Mereka selalu mengatakan teknologi itu tailor made menyesuaikan dengan kondisi batubara. Nah kalau itu bisa bekerjasama dengan China untuk ini akan sangat baik.

Indonesia itu berhasil mengundang investor China itu di smelter Nikel, bauksit sudah beberapa yang datang. Tapi untuk batubara juga perlu juga diarahkan.

Perusahaan tambang sih maunya begitu selesai menambang langsung dijual. Tapi dengan nanti seandainya bisa mengundang datang ke Indonesia, kita harus jamin suplainya. Nah oleh karena itu instrumen domestic market obligation itu bisa lebih besar lagi, karena bukan hanya untuk PLTU yang listrik saja tapi juga untuk pabrik-pabrik kita. Jadi jaminan pasokan itu juga harus ada jaminan investasi.

Yang ketiga juga tentunya harus ada, sayang di sini belum mendapatkan informasi ya karena agak tertutup mengenai bagaimana biayanya dan lain-lain. Mungkin kalau bisa masuk ke situ akan lebih bagus. Tapi yang pasti dengan menyampaikan mereka mempunyai net profit margin ya artinya mereka mendapatkan keuntungan.

Harusnya kita bisa juga mulai menuju ke sana. Tapi kita akan minta perusahaan-perusahaan agar bisa juga melakukan kunjungan ke sini biar mereka melihat. Mereka kan masing-masing punya relasi, Banpu sudah punya relasi di sini baik, mungkin perusahaan lain punya di tempat lain. Proses added value batubara itu kan gak cuma di Shangzi, Zingzou, serta di Nanjing saja, tapi mungkin ada juga di lain tempat. Oleh karena itu silakan saja pergi ke China untuk melihat, belajar, dan sekaligus mengundang investor untuk datang.

Kalau peran pemerintah lebih ke memfasilitasi. Saya kira kalau fasilitasi di industri yang pionir akan mendapatkan fasilitas. Misalnya kayak dulu nikel yang pertama kali mendatangkan teknologi mendapatkan tax allowance atau tax holiday semacam itu.

Kalau mau proses sustainable dari batubara, bisa memberikan penggunaan yang bervariasi, ya kita juga harus berani memberikan insentif supaya industri ini bisa datang. Kenapa perlu insentif, karena membangunnya perlu investasi yang besar. Teknologinya termasuk teknologi yang baru serta investasinya mahal.

Inilah kenapa kunjungan ini sangat berarti ya karena membuka mata bahwa, coal itu bukan untuk power plant saja. Coal itu juga bisa digunakan oleh industri lain yang macam-macam, mulai dari produk kimia, produk bahan bakar, sampai kepada gas, sampai kepada macam-macam.

Apakah yang berhasil menerapkan teknologi ini baru China?

Saya baru melihat China. Saya dengar misalnya untuk liquid itu Sasso di Afrika Selatan sudah lama juga. Tapi China ini baru ya dan saya belum pernah dengar yang di lain tempat. Baru di China saja. Kalau di tempat lain mungkin masih banyak sumber energi lain ya, terutama oil and gas. Tapi China sudah memikirkan ke depan, mereka  bukan hanya oil and gas saja. China itu punya cadangan batubara yang sangat luar biasa, kalau tidak digunakan kan…

Dan saya juga melihat China itu sampai long term itu masih menggunakan batubara sebagai sumber energi. Kan kita itu punya kebijakan energi nasional, bahwa batubara sampai tahun 2050 di bauran energi (energy mix) masih sekitar 25%-30%.

Kalau lihat ini, China seperti ini, mungkin China sudah melakukan riset juga di mana energi baru itu sebetulnya yang paling ramah lingkungan tapi masalahnya keekonomian dan masih mahal. Nah kalau itu energi yang terbarukan itu bisa lebih murah itu akan menyaingi batubara. Tapi batubara tetap akan lebih murah, cuma memang kotor. Tapi dengan teknologi yang terbesar itu dia pakai teknologi ultra super critical, itu luar biasa. Jadi emisi itu bisa ditangkap dengan baik oleh alat mereka sehingga . Dan water treatment-nya juga bagus, bahkan menurut  cerita mereka kemarin kan dikirim ke kota untuk menjadi sumber air bersih. Jadi di sini kita terbuka wawasan bahwa pengolahan itu sudah ada lo di sini, permasalahannya cuma satu, yaitu investasi yang tinggi dan teknologi.

Kalau untuk membuat desain yang khusus untuk sumber batubara yang kecil-kecil apakah memungkinkan?

Mungkin akan sulit, karena skala ekonomi skala proses itu kan harus besar itu. Dan kita sebetulnya kita ada cadangan besar dan biasanya teori ekonominya kan kalau kita memproses yang besar itu kan biasanya menurunkan biaya dan pada unit yang kecil itu malah membuat biaya tinggi. Jadi besar sampai puncak titik efisiensi akan membuat cost yang paling rendah. Kalau kecil saya kira juga tidak akan bisa dilakukan karena bagaimana mau pabrik-pabrik itu beroperasi, karena skalanya harus skala besar.

Ini apakah rencana ini dibuat peraturan baru atau semacam imbauan?

Sebetulnya di kebijakan batubara baik itu di UU Mineral dan Batubara maupun di PP-nya itu sudah ada. Selalu kalau kita mau enforcement itu masalahnya keekonomian. Teknologi dan kemudian investasi yang terlalu besar, itu permasalahannya selalu begitu. Nah ini dengan ini mungkin dia diminta untuk bisa datang dan membangun komunikasi dengan China, supaya bisa belajar industri pengolahan di sini. Saya kira mereka tidak tertutup saya lihat beberapa yang welcome saja. Tetapi mungkin nanti perlu insentif khusus.

Ini belum bisa kita terapkan secara langsung karena memang yang jelas proses apakah untuk likuid, gas, atau pun untuk dijadikan fertilizer, itu spesifikasinya ada. Mereka selalu ngomong tailor made, ini paten saya, selalu ngomong begitu. Ini bagaimana caranya Indonesia untuk mengajak mereka datang. Yang jelas bukan hanya studi teknologi studi pasarnya pun perlu. Tapi kalau pasar saya kira Indonesia adalah pasar yang terbesar lah. Manusianya banyak dan tentunya kebutuhannya banyak. Terutama yang paling penting, misalnya untuk pupuk saja. Kalau pupuk itu kan dari gas yang sekarang mulai sulit, enggak tahu apakah sekarang sudah bisa. Tapi kalau dari batubara kita bisa membuat murah pupuk. Berarti akan membawa manfaat kepada petani dan pertanian. Misalnya salah satu (proses pengolahan yang ada di China) bisa berhasil (diterapkan di Indonesia) saya rasa sudah luar biasa. Cuma ya itu tadi, follow up-nya itu kita harus minta kedutaan besar China supaya meningkatkan promosi lagi.

Kalau insentif yang terpikir apa?

Ya mungkin kalau energy pioneer itu kan biasanya kan diberi tax allowance. Saya detailnya enggak tahu persis, tapi sampai tax holiday saya kira ada.

Tapi tidak ada seperti penundaan atau penghapusan royalti?

Ya itu bisa juga, misalnya nanti pemerintah memberikan ee. Tapi royalti enggak besarlah, di China kan dikatakan mereka sampai 8% bayarnya, di Indonesia kan cuma 3%, 5%, 7%. Jadi sepertinya royalti tidak, tapi untuk pajak, jaminan kepastian untuk investment berapa lama itu yang harus dipikirkan. Jadi izin operasinya tidak dibatasi. Saya kira kalau izin tidak dibatasi kita sudah mulai ya, walau pun ada review tiap sekian puluh tahun. Tapi dalam hal izin tidak dibatasi dalam hal pabrik saya kira Indonesia sudah mulai dengan konsep itu.

Jadi setiap kali dapat izin akan terus berlaku?

Ya mungkin akan berlaku untuk 20 sampai 30 tahun sesudah itu perpanjangan dan never-ending, jadi terus saja sepanjang dia penuhi semua kewajibannya dalam keuangan, lingkungan, dan tidak ada pelanggaran untuk semuanya.

Return on investment untuk proyek-proyek semacam ini seberapa lama sih?

Ya mereka kurang terbuka ya. Tapi seperti di pabrik penghasil methanol yang agak terbuka, dengan keuntungan 1 juta saya kira masih mungkin untuk long term ya. Saya tidak bisa memperkirakan kan, karena net profit margin itu kan sesudah dikurangi depresiasi dan amortisasi, nah itu yang saya tidak tahu mau berapa lama depresiasi-nya yang tidak ketahuan. Masalahnya mereka agak tertutup ngomong masalah itu. Cuma memberitahukan net profit margin. Ini sekali lagi bisa minta bantuan perusahaan yang punya investasi di Indonesia dan juga ada investasi di China atau kedutaan besar untuk menggali lebih dalam informasi yang berkaitan dengan investasi di downstream batubara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.