Saatnya melirik saham BUMN tambang dan konstruksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham emiten Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencatat kenaikan harga yang cukup besar di awal tahun. Return yang tinggi kebanyakan tergambar pada saham BUMN sektor pertambangan dan konstruksi.

Pada perdagangan saham Selasa (30/1), indeks sektor pertambangan mencatat return 25,90% sejak awal tahun atau periode year to date (ytd). Saham BUMN, seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) turut menjadi penggerak dan mencatat kenaikan harga sebesar 45,60% ytd.

Sementara, sektor konstruksi, properti dan real estate mencatat return 7,60% ytd. Empat saham BUMN konstruksi turut menjadi penggeraknya, yaitu PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Adhi Karya Tbk (ADHI), dan PT PP Tbk (PTPP).


Krishna Dwi Setiawan, Head of Lots Services PT Lotus Sekuritas bilang, saham BUMN memang terjamin kinerjanya. Hal ini salah satunya karena penguasaan pasar yang baik dari perusahaan BUMN. Lebih-lebih setelah holding, penguasaan pasar oleh BUMN akan semakin besar.

Meski demikian, tak semua BUMN akan tumbuh agresif tahun ini. Robertus Yanuar Hardy, Research Analyst Kresna Sekuritas melihat, saham BUMN sektor pertambangan dan konstruksi akan prospektif di sepanjang tahun 2018. Tentunya hal ini dipengaruhi harga komoditas yang sedang naik.

Sementara itu, untuk sektor kontruksi, Krishna melihat adanya dorongan dari keseriusan pemerintah menggenjot infrastruktur. “Sebelumnya memang market belum berpihak. Tahun ini mulai terlihat bahwa konstruksi mulai dilirik lagi,” papar Krishna, Selasa (30/1).

Robertus bilang, harga saham emiten BUMN sektor pertambangan dan konstruksi memiliki potensial upside yang besar. Saham pilihan Robertus di dua sektor ini adalah PTBA, ANTM, TINS, WIKA, dan PTPP.

“Sektor lainnya yang masih menjanjikan adalah perbankan, seperti BBNI BMRI, dan BBRI,” ujar Robertus.

Adapun Krishna memprediksikan, rata-rata harga saham emiten BUMN pertambangan dan konstruksi akan tumbuh melebihi 20% di 2018. Krisna melihat pertumbuhan harga saham BUMN perbankan nantinya masih akan lebih rendah dibandingkan emiten BUMN pertambangan dan konstruksi. Ia memprediksikan rata-rata kenaikan harga saham BUMN perbankan akan berkisar 10% pada tahun ini.

Dengan sektor saham BUMN yang prospektif ini, menurut Krishna, investor tinggal menentukan pilihan. Jika ingin mencari saham dengan pertumbuhan stabil, investor dapat memilih saham perbankan. Sedangkan, jika menginginkan potensi kenaikan harga yang cukup bear, dapat memilih saham konstruksi dan pertambangan.

Di sektor lainnya, Krishna menyebut kenaikan harga saham BUMN akan cukup terbatas. Sektor farmasi misalnya. Meski terpapar sentimen positif soal holding, likuiditas saham-saham sektor farmasi BUMN kurang menarik. Begitu pula dengan beberapa saham lainnya seperti emiten semen, telekomunikasi, maupun infrastruktur.

Untuk saham BUMN yang akan underperform di 2018, Krishna dan Robertus kompak menyebut saham PT Garuda Indoensia Tbk (GIAA). Menurut Robertus, GIAA maupun anak usahanya, PT GMF AeroAsia Tbk (GMFI) akan mencatat beban overhead yang lebih besar dibanding pendapatan dari penjualan tiket.

“Persaingan dengan maskapai berbiaya murah juga semakin meningkatkan tantangan,” tutur Robertus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini