JAKARTA. Hari-hari ini adalah masa penantian bagi terdakwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Majelis hakim segera berunding untuk menimbang berapa hukuman yang layak bagi terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri dan perkara tindak pidana pencucian uang ini. Dalam persidangan, terungkap bagaimana besar dan perkasa serta kayanya Djoko. Lobi- lobinya juga kuat. Wibawanya tak terbantahkan lagi juga masih tertanam di benak anggota Polri. Djoko di lingkungan orang-orang biasa ternyata juga dikenal menyukai keris dan bahkan suka mencari kesaktian. Indra Jaya Febru Hariadi, ahli keris yang menekuni jual beli keris, ketika dihadirkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, mengatakan, Djoko adalah pencinta keris. Ratusan keris pusaka dikoleksi Djoko dan Febru menjadi orang kepercayaan Djoko untuk merawat keris Djoko. Bagi Djoko, keris bukan sekadar koleksi. Selain bisa menambah pamor wibawa, keris di tangan Djoko juga memberi kesaktian ekstra. ”Kalau pegang keris, rambutnya enggak bisa dipotong. Terus kerisnya jadi warna merah delima,” kata Indra. Saksi lain yang pernah didatangkan ke Pengadilan Tipikor, Hirawan, mengatakan, Djoko juga digambarkan sebagai sosok yang suka mencari tempat-tempat keramat dan gemar mencari rumah antik. ”Pak Djoko senang mengoleksi keris pusaka atau wesi aji. Pak Djoko juga sering ke tempat keramat. Sering cari kesaktian. Tetapi saya enggak suka,” kata Hirawan. Jika benar, kesaksian Indra dan Hirawan boleh saja dianggap sebagai hal yang serius, tetapi bisa saja dianggap semata sebagai pembelaan untuk meringankan Djoko. Selain ”sakti”, tak bisa dimungkiri Djoko adalah sosok jenderal bintang dua yang penuh prestasi. Dalam pleidoi yang dibacakan Selasa lalu, ia juga membeberkan prestasi dan penghargaan yang diterimanya. Dari deretan prestasinya, jika tak ada aib dan tak ada korupsi, sosok seperti Djoko layak masuk bursa jabatan Kapolri. Ia juga pandai dalam membangun lobi-lobi dengan berbagai pihak, terutama terkait pendanaan, serta tak bisa dimungkiri dia memiliki kemauan tinggi untuk membentuk Polri yang modern dan memiliki teknologi terkini. Karya monumentalnya salah satunya adalah National Traffic Management Center Korlantas Polri. Di lingkungan Polri, Djoko memang sosok yang diakui jago dalam mendatangkan dana tambahan untuk uang ”komando” atau operasional Polri. Maklum saja, seperti diakui Komisaris Legimo, orang kepercayaan Djoko, Polri memiliki banyak kegiatan menjaga keamanan negara ini tetapi di APBN hanya mendapat porsi anggaran kecil. Legimo adalah salah satu orang yang pernah bersaksi untuk Djoko. Ia mengaku pernah diminta Djoko ke perusahaan percetakan rekanan Korlantas Polri, yaitu PT Pura di Kudus. Pulang dari Kudus, Legimo sudah membawa satu dus penuh berisi uang yang bernilai miliaran rupiah untuk menambah pundi-pundi kas Djoko. Belakangan, kesaksian Legimo dibantah Djoko. Djoko mengaku tak pernah memerintahkan Legimo untuk mengambil uang di Kudus. Pengambilan uang itu inisiatif Legimo. Legimo juga menjadi orang kepercayaan Djoko untuk menjalin hubungan dengan Primkoppol Korlantas Polri. Karena itu, uang pinjaman miliaran rupiah ke Primkoppol yang digunakan untuk uang komando diambil dengan nama Legimo. Apes bagi Legimo karena Djoko tak mau bertanggung jawab atas utang-utang itu karena Djoko mengelak tak pernah memberi perintah peminjaman uang. Ruwet betul kisah Djoko dan Legimo ini. Beberapa anak buah Djoko memberontak di persidangan dengan tegas dan suara keras berani melawan Djoko. Dua nama yang tampak keras melawan Djoko dalam kesaksiannya adalah Ketua Panitia Lelang Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan dan Bendahara Satuan Kerja Korlantas Komisaris Legimo. Legimo pantas memberontak. Ia merasa dikorbankan dalam kasus utang piutang dengan Primkoppol. Ia juga pernah ditampar ketika Djoko marah-marah terkait pengamanan miliaran rupiah uang di kantor. Tak hanya itu, yang kini menjadi kartu truf adalah pemalsuan tanda tangan yang dituduhkan Djoko kepada Legimo. Djoko bisa saja punya celah dalam kasus korupsi, tetapi untuk kasus tindak pidana pencucian uang sulit bagi Djoko untuk berkelit. KPK juga telah membuktikan banyaknya harta yang dimiliki Djoko tak bisa dijelaskan secara logis. Nah, mampukah pengadilan melumpuhkan kesaktian Djoko? (Amir Sodikin/KOMPAS CETAK)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Saatnya menguji kesaktian Sang Jenderal Djoko
JAKARTA. Hari-hari ini adalah masa penantian bagi terdakwa Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Majelis hakim segera berunding untuk menimbang berapa hukuman yang layak bagi terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas Polri dan perkara tindak pidana pencucian uang ini. Dalam persidangan, terungkap bagaimana besar dan perkasa serta kayanya Djoko. Lobi- lobinya juga kuat. Wibawanya tak terbantahkan lagi juga masih tertanam di benak anggota Polri. Djoko di lingkungan orang-orang biasa ternyata juga dikenal menyukai keris dan bahkan suka mencari kesaktian. Indra Jaya Febru Hariadi, ahli keris yang menekuni jual beli keris, ketika dihadirkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, mengatakan, Djoko adalah pencinta keris. Ratusan keris pusaka dikoleksi Djoko dan Febru menjadi orang kepercayaan Djoko untuk merawat keris Djoko. Bagi Djoko, keris bukan sekadar koleksi. Selain bisa menambah pamor wibawa, keris di tangan Djoko juga memberi kesaktian ekstra. ”Kalau pegang keris, rambutnya enggak bisa dipotong. Terus kerisnya jadi warna merah delima,” kata Indra. Saksi lain yang pernah didatangkan ke Pengadilan Tipikor, Hirawan, mengatakan, Djoko juga digambarkan sebagai sosok yang suka mencari tempat-tempat keramat dan gemar mencari rumah antik. ”Pak Djoko senang mengoleksi keris pusaka atau wesi aji. Pak Djoko juga sering ke tempat keramat. Sering cari kesaktian. Tetapi saya enggak suka,” kata Hirawan. Jika benar, kesaksian Indra dan Hirawan boleh saja dianggap sebagai hal yang serius, tetapi bisa saja dianggap semata sebagai pembelaan untuk meringankan Djoko. Selain ”sakti”, tak bisa dimungkiri Djoko adalah sosok jenderal bintang dua yang penuh prestasi. Dalam pleidoi yang dibacakan Selasa lalu, ia juga membeberkan prestasi dan penghargaan yang diterimanya. Dari deretan prestasinya, jika tak ada aib dan tak ada korupsi, sosok seperti Djoko layak masuk bursa jabatan Kapolri. Ia juga pandai dalam membangun lobi-lobi dengan berbagai pihak, terutama terkait pendanaan, serta tak bisa dimungkiri dia memiliki kemauan tinggi untuk membentuk Polri yang modern dan memiliki teknologi terkini. Karya monumentalnya salah satunya adalah National Traffic Management Center Korlantas Polri. Di lingkungan Polri, Djoko memang sosok yang diakui jago dalam mendatangkan dana tambahan untuk uang ”komando” atau operasional Polri. Maklum saja, seperti diakui Komisaris Legimo, orang kepercayaan Djoko, Polri memiliki banyak kegiatan menjaga keamanan negara ini tetapi di APBN hanya mendapat porsi anggaran kecil. Legimo adalah salah satu orang yang pernah bersaksi untuk Djoko. Ia mengaku pernah diminta Djoko ke perusahaan percetakan rekanan Korlantas Polri, yaitu PT Pura di Kudus. Pulang dari Kudus, Legimo sudah membawa satu dus penuh berisi uang yang bernilai miliaran rupiah untuk menambah pundi-pundi kas Djoko. Belakangan, kesaksian Legimo dibantah Djoko. Djoko mengaku tak pernah memerintahkan Legimo untuk mengambil uang di Kudus. Pengambilan uang itu inisiatif Legimo. Legimo juga menjadi orang kepercayaan Djoko untuk menjalin hubungan dengan Primkoppol Korlantas Polri. Karena itu, uang pinjaman miliaran rupiah ke Primkoppol yang digunakan untuk uang komando diambil dengan nama Legimo. Apes bagi Legimo karena Djoko tak mau bertanggung jawab atas utang-utang itu karena Djoko mengelak tak pernah memberi perintah peminjaman uang. Ruwet betul kisah Djoko dan Legimo ini. Beberapa anak buah Djoko memberontak di persidangan dengan tegas dan suara keras berani melawan Djoko. Dua nama yang tampak keras melawan Djoko dalam kesaksiannya adalah Ketua Panitia Lelang Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan dan Bendahara Satuan Kerja Korlantas Komisaris Legimo. Legimo pantas memberontak. Ia merasa dikorbankan dalam kasus utang piutang dengan Primkoppol. Ia juga pernah ditampar ketika Djoko marah-marah terkait pengamanan miliaran rupiah uang di kantor. Tak hanya itu, yang kini menjadi kartu truf adalah pemalsuan tanda tangan yang dituduhkan Djoko kepada Legimo. Djoko bisa saja punya celah dalam kasus korupsi, tetapi untuk kasus tindak pidana pencucian uang sulit bagi Djoko untuk berkelit. KPK juga telah membuktikan banyaknya harta yang dimiliki Djoko tak bisa dijelaskan secara logis. Nah, mampukah pengadilan melumpuhkan kesaktian Djoko? (Amir Sodikin/KOMPAS CETAK)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News