KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) menilai kegagalan
safeguard tekstil dalam menurunkan harga tidak menyentuh perbaikan ke permasalahan dasar industri tekstil. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri menyatakan sampai dengan saat ini,
safeguard tekstil gagal untuk membuat industri tekstil menjadi lebih kompetitif. "Sayangnya, kebijakan ini justru mendorong industri hilir yang padat karya kian tertekan," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (2/1).
Baca Juga: Industri alas kaki merana akibat safeguard tekstil gagal turunkan harga bahan baku Firman menjelaskan PMK 162 Tahun 2019 yang ditetapkan berlaku seketika dalam jangka waktu tiga hari mengakibatkan kebijakan ini berlaku surut. Pasalnya, industri hilir seperti alas kaki sudah menetapkan harga kontrak dengan
buyer yang merupakan pemilik
brand lokal dan
supplier bahan bakunya. Menurut Firman, bagi industri yang juga memiliki
brand lokal, tentunya juga tidak bisa seenaknya menaikkan harga jual sepatunya. Jika
safeguard ini kemudian disikapi dengan menaikkan harga jual, tentu akan mengakibatkan kalah kompetitif. Dengan adanya akibat turunan dari penetapan
safeguard untuk menyelamatkan industri tekstil, maka secara sadar pemerintah sedang berupaya mengalihkan beban di hulu dan digeser ke hilir. Seolah secara tidak langsung industri hilir diminta untuk mensubsidi industri hulunya yang tengah sakit.
Baca Juga: Pengawasan barang bawaan penumpang oleh Bea Cukai akan lebih ketat, ada apa? Di sisi lain, kebijakan
safeguard pada gilirannya mendorong terjadinya pasar yang dimonopoli oleh industri nasional. Hal ini bisa dilihat dari ukuran ekonominya, mereka bisa menjadi lebih besar. Namun, sayangnya masih ada keengganan untuk menurunkan harga. Moral hazard di mana
the winner take all ini kemudian seolah mendorong
safeguard menjadi
zero sum game policy. Artinya, pada gilirannya kebijakan ini hanya akan memunculkan satu pemenang yaitu industri tekstil, sementara industri hilir kian tertekan. Firman mengungkapkan jika skenario itu terjadi, bisa dikatakan Kementerian Perindustrian memprovokasi industri hilir untuk juga mengajukan
safeguard produk jadi. Oleh karenanya,
safeguard tekstil ini diskenariokan akan diikuti oleh
safeguard garmen, sepatu, dan sejumlah produk turunan lainnya.
Baca Juga: Preview deretan sneakers Air Jordan yang diprediksi cuan tahun 2020 Apabila begitu banyak sektor yang dikenakan
safeguard, hasilnya produk akhir yang diterima masyarakat tidak lagi kompetitif. Artinya, masyarakat harus membayar lebih pada produk yang sama dengan adanya
safeguard. Firman menyatakan permasalahan industri tekstil yang selama ini mengakibatkan produk akhirnya kemahalan tetap tidak bisa selesai. Sebab
safeguard sama sekali tidak menyentuh perbaikan sejumlah permasalahan dasar industri tekstil. Firman meminta pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara untuk produk lain perlu dikaji kembali. Bila kebijakan ini tidak mampu mendorong industri hulu menjadi kompetitif, maka hanya mengalihkan beban ke sektor lainnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .