Sah! Aturan MVS OJK Dinilai Positif untuk IPO Unicorn dan Investor



KONTAN.CO.ID- JAKARTA. Baru-baru ini Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham dengan Hak Suara Multipel (SHSM) oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham. Aturan ini untuk mengakomodasi pencatatan saham perdana atau IPO perusahaan teknologi di Indonesia.

Ketentuan SHSM dapat mengakomodasi kepentingan para pendiri perusahaan demi mendorong pertumbuhan. Caranya adalah dengan memberikan para pendiri yang menjadi bagian dari manajemen perusahaan hak suara lebih besar dalam pengambilan keputusan, meskipun dengan kepemilikan saham minoritas pasca IPO.

Analis pasar modal dan ekonom Indonesia, Lucky Bayu Purnomo mejelaskan visi misi pendiri, kata menjadi sangat penting dan dapat menjadi acuan secara fundamental kinerja unicorn tersebut oleh karena visi misi tersebut akan berkaitan dengan kinerja, nilai buku, kemudian valuasi dan proyeksi di masa yang akan datang. 


“Visi misi akan menjadi landasan utama bagi para investor untuk melihat bagaimanakah unicorn menjadi pilihan transaksi,” jelasnya.

Aturan yang lazim dikenal dengan istilah multi voting shares pun disambut baik oleh berbagai pihak dan menunjukkan regulator adaptif dalam menangkap perubahan menuju new economy. 

Lucky menjelaskan aturan tersebut  cukup baik dan terintegrasi dengan keadaan economy menjadi new economy. Terlebih dalam beberapa hari belakangan sudah ada beberapa perusahaan teknologi yang gencar untuk melakukan proses initial public offering atau penawaran melalui proses go public.

Penerapan dari hak suara multipel oleh emiten dengan inovasi dan pertumbuhan tinggi pada saat melakukan penawaran umum terbatas, menurut Lucky, sudah menjadi kebutuhan.

“Peraturan tersebut menjadi satu hal yang harus diakomodasi baik secara jangka pendek, menengah dan panjang karena dinamika kinerja sektor teknologi yang dinamis. Saya melihat OJK melakukan suatu langkah strategis untuk mengakomodasi kepentingan supply side dan demand side,” jelas Lucky. 

Lucky memandang regulator sangat adaptif dalam menangkap perubahan dari konsep economy menjadi new economy. Dalam lima tahun terakhir, regulasi juga telah mengalami penyesuaian untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut dan berdampak pada perusahaan new economy. 

Tidak hanya OJK yang dipandang adaptif, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga dianggap cukup adaptif dengan mengadakan proses inkubasi untuk perusahaan-perusahaan yang memiliki orientasi IPO. Adapun inkubasi tersebut tentu menjadi salah satu bagian penting untuk melakukan akselerasi perusahaan-perusahaan yang memang secara bersungguh-sungguh ingin melantai di bursa.

Aturan SHSM dilatarbelakangi oleh kisah sukses beberapa bursa efek global, di antaranya Bursa Efek New York (NYSE) dan NASDAQ, Bursa Efek Singapura (SGX) dan Bursa Efek Hong Kong (SEHK). Ini guna mendorong semakin banyaknya perusahaan-perusahaan yang mengandalkan teknologi inovatif dalam bisnisnya untuk menjadi peserta bursa. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Indah Sulistyorini