KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepolisian Negara Republik Indonesia resmi segera memecat Ferdy Sambo dari keanggotaan Kepolisian Negara berdasarkan Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Jumat, 26 Agustus 2022. Keputusan pemecatan ini diambil setelah Kepala Kepolisian Negara mendapatkan rekomendasi dari Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan Ferdy Sambo melakukan pelanggaran etik berat sehingga layak mendapatkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH). Putusan PTDH ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 15 ayat (a) menyebutkan, bahwa pemberhentian anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia akan dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia untuk polisi dengan pangkat Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) atau yang lebih tinggi;
Keputusan pemecatan Ferdy Sambo dilakukan setelah Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan dalam sidang kode etik yang berlangsung pada Kamis (24/8) selama lebih dari 18 jam. Sidang kode etik yang dipimpin oleh Komisaris Jenderal Ahmad Dofiri, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Intelkam) Kepolisian Negara Republik Indonesia. Baca Juga:
Sidang Etik Ferdy Sambo Digelar di Gedung TNCC Mabes Polri, Hadirkan Lima Saksi Pembacaan Putusan Sidang Kode Etik Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo, mantan kepala divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Republik Indonesia dibacakan langsung oleh Ahmad Dofiri pada Jumat pukul 02.00 WIB dini hari. Pada sidang kode etik tersebut, menghadirkan sebanyak 15 saksi, termasuk para tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, yakni Kuat Ma'ruf, Ricky Rizal. Sidang kode etik terhadap Ferdy Sambo juga meminta keterangan dari tersangka pembunuhan Brigadir J yakni personel polisi berpangkat Bhayangkara Dua (Barada) Richard Eliezer. Seperti kita tahu Barada Richard Eliezer merupakan ajudan dari Ferdy Sambo yang dalam kasus pembunuhan Brigadir J, bertindak sebagai eksekutor. Namun dalam kesaksiannya Barada Richard Eliezer menyatakan bahwa tindakan pembunuhan dengan cara penembakan terhadap Brigadir J, ia lakukan atas perintah sang atasan yakni Ferdy Sambo. Ferdy Sambo sebelumnya menjanjikan kepada Barada Richard Eliezer bahwa dia tidak akan menjadi tersangka, dan kasusnya akan di hentikan atau Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3). Buntut pengakuan Barada Richard Eliezer yang menyatakan tindakan pembunuhan yang ia lakukan atas perintah Ferdy Sambo ini yang mampu menguak peristiwa pembunuhan berencana yang sebelumnya terkesan gelap lantaran ditutup-tutupi oleh sekelompok anggota kepolisian atas perintah Ferdy Sambo. Pada kasus pembunuhan Brigadir J ini polisi telah menetapkan beberapa orang tersangka pembunuhan berencana.
Pertama Ferdy Sambo, mantan Kadiv Propam yang berpangkat Inspektur Jenderal atau berbintang dua. Tersangka
kedua pembunuhan berencana Brigadir J adalah Putri Chandrawati alias PC, istri dari Ferdy Sambo, yang sebelumnya membuat skenario bersama suaminya yakni Ferdy Sambo bahwa dirinya telah dilecehkan secara seksual oleh Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Namun, belakangan pengakuan Putri Chandrawati alias PC bahwa dirinya dilecehkan oleh Brigadir J, di Rumah Dinas, di Duren Tiga Jakarta Selatan, dinyatakan tidak ada peristiwa pelecehan tersebut. Kepastian tidak adanya pelecehan di Rumah Dinas, di Duren Tiga Jakarta Selatan, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Khusus bentukan Kepala Polri untuk mengungkap kasus kematian Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga. Tersangka
ketiga adalah anggota kepolisian berpangkat Brigadir Kepala (Bripka) Ricky Rizal, yang juga ajudan dari Ferdy Sambo. Ricky Rizal menjadi tersangka pembunuhan berencana bersama dengan empat tersangka lainnya. Tersangka
keempat dalam kasus pembunuhan berencana adalah adalah Kuat Ma'ruf yang juga sopir dari Istri Ferdy Sambo, Putri Chandrawati. Sedangkan tersangka kelima yakni terjerat kasus pembunuhan adalah Barada Richard Eliezer. Adapun anggota sidang etik di antaranya adalah:
- Komisaris Jenderal Komjen Budi Agung Maryoto, Inspektur Pengawasan Umum Polri
- Irjen Sahardiantono, Kepala Divisi Propam
- Irjen Soejoed Binwahjoe Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian,
- Irjen Rudolf Albert Rodja Analis Kebijakan Utama bidang Sabhara Baharkam Polri
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (5) menyebutkan "Pemberhentian tidak dengan hormat adalah pengakhiran masa dinas Kepolisian oleh pejabat yang berwenang terhadap seorang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia karena sebab-sebab tertentu" Pasal 11 Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan tidak hormat Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila: a. melakukan tindak pidana; b. melakukan pelanggaran.
Pasal 13 ayat (1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Menanggapi putusan ini Ferdy Sambo menyatakan banding. Pengajuan banding akan dilakukan secara tertulis dalam tiga hari ke depan. Pada kesempatan itu Ferdy membacakan pernyataan tertulis yang berisi mengenai permohonan maaf kepada institusi Kepolisian Negara dan para senior dan kolega di kepolisian. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Syamsul Azhar