KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Momen pembagian dividen memang telah menyengat saham-saham perbankan big caps. Tampaknya, dividen jumbo yang ditawarkan oleh bank-bank raksasa ini masih memiliki daya tarik bagi investor. Terbaru, ada PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) yang telah mengumumkan pembagian dividen final Rp 270 per saham. Di mana, itu sudah termasuk dividen interim yang dibagikan pada akhir tahun senilai Rp 42,5 per saham. Secara total, dividen final yang dibagikan oleh bank milik Djarum Group sebesar Rp 33,2 triliun. Angka tersebut setara dengan 68,4% dari total laba bersih BCA sepanjang 2023 yang mencapai Rp 48,6 triliun.
Dengan adanya pengumuman tersebut, BBCA pun terbang pada penutupan perdagangan (14/3) sekitar 3,25%. Kenaikan tersebut menjadikan harga BBCA kini di level Rp 10.325 per saham. Sementara itu, saham PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) juga tampaknya masih memiliki sentimen pembagian dividen yang diumumkan pekan lalu. Maklum, cum date dari dividen BMRI masih tanggal 19 Maret 2024 untuk pasar reguler dan negosiasi.
Baca Juga: NPL Perbankan di Sektor Properti Naik, Begini Kata Bankir dan OJK Hingga akhir penutupan perdagangan (14/3), saham bank berlogo pita emas ini tercatat naik 1,72% menjadi Rp 7.400 per saham. Selama sepekan terakhir, sahamnya sudah menguat sekitar 5,34%. Seperti diketahui, BMRI memutuskan
memutuskan bakal menggunakan 60% dari laba bersihnya di 2023 sebagai dividen. Nilainya sebesar Rp 33,03 triliun atau Rp 353,95 per lembar saham. Sedikit berbeda, pergerakan saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) tampak terkoreksi di waktu yang sama, BBNI terkoreksi 1,20% menjadi Rp 6.150 per saham dan BRI terkoreksi paling dalam hingga 3,91% menjadi Rp 6.150 per saham. Maklum, dua bank pelat merah ini telah melewati masa cum date atas pembagian dividennya. Artinya, investor pun tampaknya mulai melakukan aksi profit taking sehingga sahamnya terkoreksi. Namun, perlu diingat, pada perdagangan hari sebelumnya, dua emiten ini kembali menyentuh All Time High (ATH).
BBNI telah menyentuh level ATH di harga Rp 6.250 per saham sementara BBRI di harga Rp 6.450 per saham Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto melihat musim dividen tentu menjadi sentimen positif bagi perbankan big caps. Di mana, beberapa bank masih bisa memberikan yield kisaran 5%.
Baca Juga: Penyaluran Kredit Investasi di Sejumlah Bank Tumbuh Double Digit Menurutnya, angka ini tentu cukup menarik sebagai tambahan keuntungan yang bisa secara rutin para pemegang saham dapatkan jika berinvestasi jangka panjang, selain itu potensi capital gain juga tidak kalah menarik dalam jangka panjang terkait kinerja yang konsisten bertumbuh. “Jika dilihat secara valuasi saat ini rata-rata saham perbankan sudah mendekati harga wajarnya, sehingga potensial upside dalam jangka pendek sudah terbatas,” ujar Pandhu. Namun, ia bilang dengan kinerja yang konsisten bertumbuh tentu peluang untuk terus bergerak menguat memecahkan rekor ATH sangat terbuka. Terlebih, jika horizon investasinya adalah jangka panjang. Ia melihat tiap perbankan big caps telah teruji dalam beberapa siklus ekonomi dan hingga saat ini terbukti meski sempat terpuruk namun dalam waktu dekat dapat kembali melesat bahkan menorehkan rekor laba tertinggi kembali. “Namun mengingat pergerakan saham dan bursa itu tidak selamanya menguat, tentu lebih baik untuk mulai membeli ketika terjadi koreksi, bukan ketika tembus ATH,” ujarnya.
Ia pun saat ini merekomendasikan untuk saham-saham big caps ini untuk melakukan sell on strenght dengan memanfaatkan momentum dari dividen. Target harganya antara lain BBCA Rp 10.600, BBNI Rp 6.700, BBRI Rp 6.750, dan BMRI Rp 7.700
Reza Priyambada, Investment Consultant dari PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk menambahkan bahwa di momen dividen, biasanya pelaku pasar akan mengincat tanggal cum agar dpt dividen. Setelahnya, di tanggal ex date, mereka akan kembali lepas. Namun, Reza melihat fenomena harga saham yang menyentuh ATH untuk saham bank big caps terbuka lebar. Tentunya, diikuti dengan performance mereka yang direspon positif pelaku pasar. “Sampai kapan fenomena ATH ini terjadi dan apakah kembali berulang? Bisa jadi, sepanjang para perbankan tersebut khususnya yang big caps terus konsisten dan kontinyu dalam menjaga kinerjanya,” tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari