Saham bank bisa berkembang



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan BI 7-day reverse repo rate di level 4,25%, pada Kamis (19/10) pekan lalu. Kebijakan tersebut sesuai dengan ekspektasi pasar.

Sejumlah analis menilai langkah bank sentral mempertahankan suku bunga acuan sudah tepat. Apalagi, pasar mulai mengantisipasi rencana bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga acuan akhir tahun ini.

Analis Samuel Sekuritas Andy Ferdinand menyebutkan, kondisi perbankan saat ini sudah menunjukkan pertumbuhan yang baik. Nilai non performing loan (NPL) mulai stabil dan biaya pencadangan sudah lebih rendah dibandingkan tahun lalu.


Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee juga berpendapat kebijakan bank sentral mempertahankan suku bunga acuan merupakan langkah yang tepat. Pasalnya, kurs rupiah terlihat tertekan oleh dollar Amerika Serikat.

Sejak awal bulan hingga Jumat pekan lalu, mengacu pada kurs tengah BI, rupiah terkoreksi 0,13% menjadi Rp 13.517 per dollar AS. Di awal Oktober tahun ini, rupiah masih berada di posisi Rp 13.499 per dollar AS. "Kebijakan mempertahankan suku bunga ini sudah bagus untuk melindungi nilai tukar," jelas Hans, akhir pekan lalu.

Kinerja bank

Selanjutnya, pelaku pasar menantikan kalangan perbankan menurunkan suku bunga kredit. Selain itu, investor menunggu laporan kinerja keuangan kuartal ketiga tahun ini. Di periode tersebut, kinerja emiten perbankan diprediksi terus membaik.

Sejatinya, ekspektasi kenaikan kinerja emiten perbankan sudah tergambar dalam pergerakan harga saham emiten bank. Sejak awal tahun ini hingga Jumat pekan lalu atau year-to-date (ytd), indeks finansial mempimpin indeks di Bursa Efek Indonesia dengan pertumbuhan sebesar 27%. Posisi kedua diduduki oleh indeks industri dasar dan kimia yang tumbuh sebesar 17,98% (ytd) dan ketiga indeks pertambangan dengan pertumbuhan 10,34% (ytd). Adapun IHSG tumbuh 12% (ytd).

Investa Saran Mandiri menilai, valuasi sebagian besar saham perbankan sudah tinggi. Dus, dia merekomendasikan hold saham-saham sektor perbankan. "Rekomendasi untuk sebagian saham masih hold dan kami melihat adanya potensi koreksi," jelas Hans.

Di sisi lain, Andy Ferdinand melihat, pertumbuhan sektor jasa keuangan di Indonesia belum mencapai angka maksimal. Penetrasi layanan keuangan di Indonesia baru mencapai 30%, sehingga potensi pertumbuhan bisnis perbankan masih besar. Ini berarti, saham emiten perbankan di BEI masih menarik untuk dikoleksi.

Apalagi, perbankan termasuk sektor favorit. "Banyak saham besar dan likuid. Tidak sedikit pula saham bank yang masuk indeks Kompas100, LQ45, sehingga masih layak dilirik investor," jelas Andy.

Andy juga menyinggung kenaikan warga kelas menengah seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan kata lain, kebutuhan akan layanan perbankan akan tetap ada dan terus menanjak.

Untuk saham perbankan, Andy menjagokan BBTN dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 3.300 dan Rp 8.400 per saham. Ia beralasan, BBTN cukup strategis dan diuntungkan dengan amanah yang diberikan pemerintah sebagai bank penyalur kredit proyek Sejuta Rumah.

Proyek pembangunan sejuta rumah turut menyokong kinerja BBTN. "Segmen kredit perumahan BBTN cukup kuat karena menjadi bank pemerintah yang dikhususkan menyalurkan kredit perumahan," jelas Andy.

Sementara Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Taye Shim merekomendasikan BBCA dan BMRI sebagai saham perbankan pilihan, dengan target harga masing-masing sebesar Rp 21.850 dan Rp 7.770 per saham. Kinerja BBCA, menurut Taye, berpotensi meningkat ditopang oleh berbagai promo KPR murah yang dijalankan pada paruh kedua tahun ini.

Sedangkan Hans merekomendasikan hold untuk empat saham bank, yaitu BBCA dengan target Rp 18.750, BMRI Rp 6.500, BBRI Rp 16.000 dan BBNI Rp 7.600 per saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati