Saham Bank Digital Lokal Lebih Mahal Dibanding di Luar Negeri, Investor Harus Cermat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya minat investor baik lokal maupun asing membuat saham bank digital di tanah air melambung. Akibatnya, saham-saham bank digital sudah terbilang mahal, padahal masih tergolong bank kecil. 

Murah atau mahalnya suatu perusahaan, bisa dilihat dari nilai price to book value (PBV). Indikator ini menunjukkan rasio harga terhadap nilai buku bank tersebut.

Berdasarkan data RTI PBV beberapa bank digital sebagai berikut, Bank Neo Commerce (BBYB)  17,82 kali, Bank Jago (ARTO) 27,26 kali, Allo Bank (BBHI) 64,22 kali, Bank Aladin (BANK) 27,54 kali, dan Bank Raya (AGRO) 15,59 kali. 

Nilai ini jauh dibandingkan bank digital luar negeri yang telah memiliki ekosistem besar dan nasabah loyal seperti NuBank 10 kali dan KakaoBank 8,59 kali. 

Ekonom yang juga pakar keuangan dan pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai PBV bank digital lokal sudah kemahalan sehingga dengan harga setinggi itu, potential untuk meningkat (upside) sudah sangat terbatas.

Baca Juga: Tencent Mengakuisisi Saham Minoritas Bank Digital asal Inggris

“Sudah tidak seimbang dengan downside risk-nya yang begitu besar. PBV lebih dari 5 kali sudah kemahalan, apalagi yang belasan atau puluhan kali. Pada akhirnya, saat kondisi sudah normal, hanya ada 1 atau 2 dari bank digital itu yang bertahan dengan PBV tinggi,” ujar Budi kepada Kontan.co.id, Minggu (2/1). 

Ia menyatakan, bank digital yang akan berhasil di Indonesia harus memiliki ekosistem digital dengan e-commerce ataupun transportasi online. Lantaran akan memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi nasabahnya.

”Itu sebabnya bank digital yang bisa jalan ialah yang punya ekosistem. Sedangkan yang  lain, ya cuma ikut-ikutan supaya dapat valuasi yang tinggi alias ikut gorengan,” tuturnya. 

Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menilai tingginya PBV bank digital terjadi karena bank digital dilihat sebagai  dan memiliki prospek yang baik. Ia menyatakan investor perlu berhati-hati terhadap bank baru ini.

“Karena mengandung risiko apabila ternyata kapitalisasinya ini melebihi dan suatu saat jika kondisi ekonomi dan industri turun maka nilai saham tersebut bisa hancur dan nama baik bank juga rusak,” paparnya kepada Kontan.co.id Minggu (2/1). 

Baca Juga: Amar Bank Optimistis Bisa Penuhi Syarat Modal Inti Minimum Rp 3 Triliun

Amin melihat ada dua sisi dari tingginya PBV bank digital lokal, pertama positif apabila investor berhasil mendapatkan gainnya atau keuntungan. Sisi negatifnya, bila bank tersebut over value dan tidak bisa memberikan imbal hasil yang sesuai ekspektasi pasar dengan nilai bukunya yang sebenarnya. 

Ia memprediksi hal tren ini akan bertahan dua hingga tiga tahun ke depan. Syaratnya, kondisi ekonomi dan industri perbankan juga masih baik. 

Sebab, secara umum indikator perbankan Indonesia jadi yang terbaik di dunia ini menjadi daya pikat bagi investor asing dan lokal. Tingginya bunga yang diberikan membuat pendapatan berbasis komisi atau interest margin makin tinggi. Inilah yang nantinya akan memberikan imbal hasil bagi investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi