KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah bunga acuan BI maraton turun, bunga kredit perbankan melandai di akhir 2017. Analis melihat, ini bisa jadi sentimen positif bagi saham perbankan di tahun ini. Setelah penurunan 7-days reverse repo rate yang dilakukan BI pada Agustus dan September lalu, berbagai bank kini mulai melakukan penyesuaian terhadap suku bunga acuan baru tersebut. Suku bunga beberapa bank seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI), dan PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) bahkan ada yang sudah sampai di angka single digit sejak di awal tahun 2018 ini. Penurunan suku bunga kredit oleh beberapa bank ini dinilai Analis Paramitra Alfa Sekuritas Kevin Juido Hutabarat sebagai sentimen positif bagi kinerja saham-saham bank tersebut.
"Penurunan suku bunga kredit ini bisa membuat nasabah mereka semakin tertarik untuk mengajukan permohonan kredit. Sehingga meskipun bunga kredit mereka turun, bank masih bisa mampu meningkatkan volume kredit mereka berkat penurunan suku bunga ini," ujar Kevin kepada Kontan.co.id, Minggu (14/1). Selain berkat penurunan suku bunga kredit, saham perbankan pun masih mampu memiliki kemampuan untuk tumbuh di tahun ini. Tingginya margin bunga atau
net interest margin (NIM) bank-bank di Indonesia membuat saham perbankan masih berpotensi untuk tumbuh di tahun 2018 ini lantaran masih diminati para investor asing. Belum lagi kemampuan mereka untuk menjaga tingkat kredit macet alias
non-performing loan (NPL) di bawah 5% mampu membuat kinerja saham perbankan semakin moncer di tahun ini. Walau saham perbankan kebanjiran sentimen positif di tahun ini, Kevin melihat bank harus tetap hati-hati. Rendahnya suku bunga kredit saat ini membuat bank harus lebih selektif dalam memilih nasabah kredit yang tepat guna bisa tetap menjaga NPL mereka di angka yang rendah. "Jika tidak, jumlah kredit macet akan semakin banyak sehingga bisa mempengaruhi tingkat NPL mereka dan akan berdampak negatif ke kinerja mereka," terangnya. Rencana The Federal Reserve untuk kembali menaikkan suku bunga acuan mereka alias Fed Fund Rate (FFR) sebanyak tiga kali di tahun ini juga bisa jadi sentimen negatif bagi saham perbankan. Pasalnya, kenaikan FFR ini berpotensi membuat BI ikut menaikkan suku bunga mereka. Hal tersebut membuat suku bunga pinjaman dan kredit perbankan ikut naik.
Namun, Kevin masih optimistis sektor perbankan masih bisa tumbuh di tahun ini. Daya beli masyarakat yang berpotensi meningkat di tahun ini bisa jadi pendorong bagi volume kredit perbankan. Rasio harga alias PER saham beberapa bank yang masih berada di kisaran 10 kali sampai 15 kali seperti saham BBRI, PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI), dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) turut membuat kesempatan tumbuh bagi saham perbankan masih terbuka lebar. Ia pun menjadikan saham BBNI dan BBTN sebagai saham bank pilihannya. "BBNI masih menarik karena mereka masih bisa menjaga NPL di level yang rendah meski pendapatan dari pengucuran kredit meningkat. Sedangkan untuk BBTN ialah lantaran harga sahamnya yang masih murah sekaligus rencana mereka untuk ekspansi ke kredit konstruksi dan infrastruktur bisa berdampak positif bagi kinerja mereka," paparnya. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, saham BBNI ditutup stagnan di level Rp 9.275 per saham dan BBTN ditutup menguat 0,28% di level Rp 3.630 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia