Saham bank menjadi motor utama IHSG



JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tahun ini lebih atraktif ketimbang tahun lalu. Dari kenaikan IHSG sepanjang tahun (year-to-date/ytd), saham perbankan tampil prima dan menjadi penggerak utama IHSG.

Mengacu data Bursa Efek Indonesia per Jumat (29/8), empat saham bank beraset jumbo, yakni Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Negara Indonesia (BBNI) menjadi saham pendorong laju IHSG sepanjang tahun ini.

Saham BBRI sudah mencetak return 52,4% (ytd). BBRI yang memiliki kapitalisasi pasar Rp 270 triliun memberi kontribusi 100,6 poin terhadap kenaikan IHSG. Kemudian, saham BMRI juga melesat hingga 32,2% (ytd) dan berkontribusi 63,3 poin terhadap kenaikan IHSG.


Andy Ferdinand, Kepala Riset Batavia Prosperindo Securities, mengatakan, gemilangnya saham perbankan disebabkan derasnya arus modal asing. Saat ini asing membenamkan modal mereka di pasar saham domestik dengan posisi net buy mencapai Rp 55,97 triliun.

Saat asing masuk, saham yang menjadi incaran adalah saham bank yang likuiditasnya tinggi. Jadi wajar jika saham bank berkapitalisasi besar menarik. Apalagi kinerja bank besar di Indonesia lebih baik daripada kinerja bank di negara lain. "Kinerja emiten bank di Indonesia termasuk sehat dan profitabilitasnya tinggi," jelas Andy, kemarin. Meski kenaikan harga sahamnya sudah tinggi, masih yang valuasinya murah seperti BBNI. BBRI dan BMRI juga masih layak koleksi.

Ketika kinerja bank kecil masih turun, kinerja BBRI dan BMRI masih ciamik lantaran masih menjadi tujuan dana murah. "Sehingga bank besar masih bisa menjaga margin dibandingkan bank kecil," imbuh Andy. Tapi ada juga bank yang secara valuasi sudah mahal seperti BBCA.

Andri Goklas, analis Oso Securities, mengatakan, dari sisi fundamental makro, Indonesia masih mengalami perbaikan. Sementara sentimen eksternal, ekonomi Amerika Serikat, Jepang dan Eropa mulai mengalami perbaikan, meski belum besar. "Sehingga ada sedikit imbas ke IHSG. Di saat seperti itu, indeks perbankan yang akan naik tinggi," ujarnya.

Selain bank, pendorong IHSG lain adalah saham infrastruktur seperti Telekomunikasi Indonesia (TLKM) dan Perusahaan Gas Negara (PGAS). Keduanya berkontribusi ke IHSG masing-masing 56,1 poin dan 34,8 poin. Saham konsumer juga masih moncer. Misalnya Unilever Indonesia (UNVR) dan Gudang Garam (GGRM).

Astra Internasional (ASII) dan PT Surya Citra Media (SCMA) juga masuk dalam sepuluh saham penggerak IHSG di tahun ini. Menurut Andy, TLKM termasuk saham yang menjadi incaran asing maupun lokal. Ekspansi TLKM tahun ini cukup besar. "Ekspansi di jaringan data membuat TLKM selalu unggul," ujar Andy. Sepanjang tahun, saham TLKM sudah memberi return 24%.

Namun di sisi lain, saham penggerak IHSG masih terancam beberapa kebijakan yang masih belum pasti, baik dari internal maupun eksternal. Andri bilang, pasar masih menunggu kebijakan kenaikan BBM bersubsidi. Hal ini tentu akan mengerek inflasi dan menaikkan suku bunga.

Jika hal itu terjadi, sektor perbankan bisa turut anjlok. Maklum, sektor perbankan rentan kenaikan suku bunga acuan. "Tapi itu hanya menjadi sentimen sesaat. Di jangka panjang, sektor ini masih direkomendasikan buy," jelas Andri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro