JAKARTA. Saham bank sedang tertimpa kabar buruk. Akibatnya, harga saham beberapa emiten perbankan cenderung menurun. Kemarin, tiga saham besar, Bank Central Asia Tbk (BBCA), Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) dan Bank Danamon Tbk (BDMN) seperti kompak berguguran. Penyebab kejatuhan saham itu memang berbeda-beda. Harga BBCA, misalnya, anjlok 1,12% menjadi Rp 11.050 per saham karena terseret kasus dugaan penggelapan pajak. Tekanan terhadap harga saham bank ini bermula dari penangkapan Hadi Poernomo, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mantan Direktur Jenderal Pajak, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (lihat halaman 21). "Saham BBCA sebenarnya belum naik terlalu tinggi tapi karena dugaan pengemplangan pajak, harga saham BBCA anjlok," kata William Suryawijaya, analis Asjaya Indosurya Securities, kemarin.
Analis Ciptadana Securities, Syaiful Adrian, menilai, sentimen kasus pajak ini hanya berefek sementara terhadap BBCA. Dia melihat, kasus ini tidak akan berdampak besar pada fundamental bisnis BBCA. "Laba bersih BBCA masih akan tumbuh," ujar dia. Selain BBCA, harga saham BBTN juga sudah beberapa hari terakhir turun. Padahal, pekan lalu harga saham BBTN sempat melejit tinggi ke posisi Rp 1.405 per saham, rekor harga tertinggi dalam 10 bulan terakhir. Kemarin, harga BBTN turun 0,38% menjadi Rp 1.315 per saham. Jatuhnya harga saham bank spesialis kredit perumahan ini tak lepas dari kontroversi akuisisi Bank Mandiri Tbk (BMRI) terhadap BBTN. Niat ini memicu reaksi keras di kalangan dalam BBTN. Di luar urusan penjualan BBTN, pelaku pasar melihat harga saham BBTN sudah overvalue. Akibatnya, pelaku pasar memilih menjual BBTN setelah menikmati kenaikan tinggi saham ini. Aksi jual saham BBTN ini terpicu oleh kesimpangsiuran akuisisi. Syaiful menilai, rencana BMRI membeli BBTN akan sulit terealisasi tahun ini. Kenaikan harga saham BBTN sebelumnya bukan karena fundamental melainkan lebih karena terdorong spekulasi akuisisi ini. Tak heran, ketika akuisisi oleh BMRI itu membawa kontroversi, saham BBTN yang naik tinggi langsung anjlok. Hanya jangka pendek Aksi jual juga melanda BDMN., bahkan tren penurunan harga saham bank ini sudah berlangsung sejak awal April ini. Kemarin, harga saham bank ini anjlok 2,02% ke Rp 4.360 per saham. Pasar rupanya beraksi negatif terhadap memburuknya kinerja bank ini. Per kuartal I-2014, laba bersih BDMN menurun 13% menjadi Rp 874 miliar. Meski harga saham beberapa bank besar turun, indeks sektor keuangan masih naik 0,04% menjadi 654,93. Pasar optimistis sentimen negatif ini hanya sesaat. Analis Sucorinvest Central Gani, Andy Wibowo Gunawan berkeyakinan, terpaan isu negatif ini hanya sementara menggoyang saham bank. Saham BBCA, misalnya, paling tidak akan turun tiga hari dan setelahnya bisa bangkit lagi. Sebab, fundamental bisnis saham emiten bank milik Grup Djarum ini masih kuat. Riset Robby Hafil, analis Trimegah Securities, memproyeksikan, kinerja bank di kuartal I-2014 masih tumbuh sesuai dengan ekspektasi. "Terutama bank besar, namun untuk bank kecil harus berusaha keras karena perang likuiditas," ujar dia.
Kalau pendapat Andy, kinerja emiten perbankan cenderung melambat. Ia memprediksi, kredit perbankan akan tumbuh sekitar 15% sampai 20% di kuartal I tahun ini. Angka ini lebih kecil dari rata-rata sebelumnya yang tumbuh di atas 20%. Karena itu, Robby masih menyarankan buy untuk beberapa bank. Di antaranya, saham BMRI dengan target Rp 11.200, Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) di Rp 11.600, BBCA Rp 12.200, dan Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) di Rp 5.600. Andy juga merekomendasikan, beli saham BBCA dengan target harga Rp 12.400, dan BMRI dengan target Rp 10.400 per saham. Sementara William merekomendasikan beli BBCA dengan target Rp 12.500, tapi hold untuk BMRI dengan target Rp 10.500, dan BBTN di Rp 1.400 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana