KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham berkategori
blue chip lunglai seiring dengan pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG). Tampak dari penurunan indeks saham LQ45 yang anjlok 0,45% saat IHSG terperosok 0,38% pada Senin (18/11). Jika dihitung sejak awal tahun 2024, LQ45 sudah terjun sedalam 10,59%. LQ45 menjadi salah satu indeks saham yang mengakumulasi penurunan paling dalam. Jauh di atas IHSG yang mengalami penurunan sebanyak 1,90% secara
year to date (YtD) atau sejak awal tahun. Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Dimas Krisna Ramadhani mengamati faktor terbesar yang menekan saham
blue chip adalah aksi jual atau arus dana keluar
(capital outflow) dari investor asing. Catatan Dimas, sejak 1 Mei 2024
capital outflow banyak menyasar saham big bank, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI).
Memasuki kuartal IV-2024, investor asing masih banyak melepas saham big bank, yaitu BBRI, PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) dan BMRI. "Saham yang menjadi pemberat indeks otomatis yang mengalami outflow terbanyak. Outlook kinerja saham blue chip akan sangat bergantung terhadap aksi pembelian atau penjualan oleh investor asing," jelas Dimas kepada Kontan.co.id, Senin (18/11).
Baca Juga: IHSG Turun 4 Hari Beruntun, Intip Saham Top Gainers dan Losers Hari Ini (18/11) Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo menambahkan,
capital outflow dan pelemahan
blue chip juga terseret oleh sejumlah faktor. Pertama, indeks dolar Amerika Serikat (AS) cenderung menguat seiring dengan ekspektasi dari kebijakan Presiden AS terpilih, Donald Trump. Secara bersamaan, nilai tukar rupiah melemah akibat penguatan dolar. Kedua, ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan Desember menurun. Ketiga, laporan keuangan kuartal III-2024 sejumlah emiten big cap menunjukkan tanda-tanda perlambatan kinerja. Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menyoroti faktor utama penyebab
capital outflow adalah stimulus ekonomi di China dan terpilihnya Donald Trump dalam Pemilihan Presiden AS. Situasi ini membawa ekspektasi atau outlook laju pertumbuhan ekonomi kedua negara adidaya tersebut dapat lebih kencang.
Baca Juga: Pergerakan IHSG Diproyeksi Terbatas, Cek Saham Rekomendasi Analis, Selasa (19/11) "Hal ini membuat sebagian investor mengalihkan investasinya dari negera berkembang termasuk Indonesia, untuk masuk ke kedua negara tersebut," ujar Pandhu. Dari dalam negeri, investor masih meraba ke mana arah kebijakan pemerintah baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Optimisme pasar sempat melambung hingga mendongkrak IHSG pada bulan September lalu. Kemudian, sebagian investor cenderung melakukan profit taking sambil melihat perkembangan ekonomi. Apalagi, beberapa indikator makro menunjukkan pelemahan. Mulai dari laju pertumbuhan ekonomi, daya beli, hingga nilai tukar rupiah.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.134 pada Senin (18/11), Jual Bersih Asing Hampir Rp 1 Triliun Potensi Window Dressing
Meski sedang tertekan, Head of Investment Heksa Solution Insurance Agung Ramadoni melihat saham-saham
blue chip dan indeks LQ45 masih punya peluang untuk memperbaiki performa di pengujung tahun 2024. Apalagi secara musiman, biasanya akan ada katalis positif dari aksi
window dressing sampai dengan awal tahun depan. "Katalis yang dapat diharapkan adalah valuasi yang sudah mulai atraktif, teknikal sudah jenuh jual, dan harapan pemangkasan suku bunga masih akan berlangsung," kata Agung. Pengamat Pasar Modal & Founder WH Project William Hartanto sepakat, ada harapan saham
blue chip akan kembali bersinar seiring dengan meredanya tekanan jual dari investor asing. Minat beli bisa kembali bersamaan dengan kinerja emiten yang biasanya akan tumbuh di akhir tahun. Namun, William mengingatkan agar pelaku pasar tetap selektif dan berhati-hati. Sebab, IHSG masih dalam fase pengujian
support di level 7.080. Jika tertembus, maka IHSG akan anjlok ke area 7.000 hingga 6.968. Apabila bertahan, IHSG bisa melaju lagi ke level 7.200.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham ULTJ, SSIA, dan MYOR Untuk Selasa (19/11) William menyarankan, jangan asal beli saham
blue chip meski harga tampak sudah terdiskon. Pilih saham yang secara teknikal mulai ada konsolidasi sehingga terbentuk
support - resistance yang terukur. Kemudian, volume perdagangan harian yang menunjukkan tekanan jual sudah berkurang. Jika sebelumnya diiringi sentimen negatif, maka pilih saham yang sentimennya sudah mereda. Di antara saham blue chip LQ45, William menyarankan
buy on weakness saham BBRI, BMRI, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP), PT Sarana Menara Nusantara Tbk (
TOWR), PT Kalbe Farma Tbk (
KLBF) dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO). Founder Stocknow.id Hendra Wardana turut melihat prospek saham
blue chip di akhir tahun berpeluang terangkat oleh adanya
window dressing. Apalagi, katalis domestik termasuk arah suku bunga acuan Bank Indonesia bisa memberikan sentimen positif bagi sektor perbankan, properti dan barang konsumsi.
Baca Juga: IHSG Turun 0,38% ke 7.134 pada Senin (18/11), ADRO, MBMA, MEDC Top Losers LQ45 Hendra lantas melihat situasi saat ini bisa menjadi peluang untuk menerapkan strategi
buy on weakness pada saham
blue chip. Hendra menjagokan saham BBCA dan BMRI untuk target harga masing-masing di Rp 10.800 dan Rp 6.925. Saham pilihan lainnya adalah PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) dan PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (
ACES) untuk target harga Rp 8.000 dan Rp 900. Sementara itu, Dimas melihat dengan situasi pasar saat ini, peluang terjadinya
window dressing pada akhir tahun ini masih 50:50.
Window dressing masih bisa terjadi karena saat ini IHSG mendekati level
support dan nominal
outflow sudah mengecil. Sebagai rekomendasi, Dimas menjagokan saham INDF. Sedangkan Pandhu melirik BBRI, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM) dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (
MTEL) untuk target harga Rp 5.500, Rp 3.000 dan Rp 655 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati