Saham BUMN Berkinerja Apik Sejak Awal Tahun, Mana yang Prospektif?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks saham BUMN20 mencatatkan kinerja yang positif pada periode awal tahun hingga Jumat (27/5). Berdasarkan statistik Bursa Efek Indonesia, Indeks BUMN20 naik 13,80% secara year to date.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandu Dewanto mengatakan, faktor pendorong utama moncernya pergerakan saham BUMN sejak awal tahun ini adalah kinerja keuangan masing-masing emiten, terutama kuartal pertama 2022. 

Harga komoditas yang sedang tinggi saat ini menjadi katalis melonjaknya laba para emiten pertambangan BUMN seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang mencatatkan kenaikan laba 151% dibanding tahun lalu. 


Emiten pertambangan ini melanjutkan kinerja positif tahun lalu yang juga fantastis, dengan mencetak rekor laba tertinggi mencapai Rp 7,9 triliun, kemudian direspons positif oleh pasar dengan penguatan harga saham PTBA mencapai 63% sejak awal tahun.

Baca Juga: Deretan Emiten yang Bersiap Membagi Dividen, Mana yang Paling Menarik?  

Hal yang sama juga terjadi pada saham PT Timah Tbk (TINS) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), dan PT Elnusa Tbk (ELSA), dimana kinerjanya terdorong oleh katalis positif dari lonjakan harga komoditas masing-masing. 

Adapun BUMN sektor keuangan yang diwakili oleh PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk juga mengalami apresiasi harga saham yang cukup baik sepanjang tahun ini. 

Pandu menilai, selain kinerja keuangan yang semakin membaik seiring semakin pulihnya kondisi ekonomi, terjadinya capital inflow yang masif sejak awal tahun juga menjadi pendorong karena aliran dana asing cenderung mengincar saham berkapitalisasi besar dan likuid seperti ketiga emiten tersebut. 

"Kondisi makroekonomi dunia, dimana harga komoditas tinggi, dan inflasi yang semakin meningkat membuat Indonesia menjadi salah satu yang diuntungkan, sehingga mendapatkan capital inflow yang cukup besar dibanding beberapa tahun terakhir," katanya kepada Kontan.co.id, Minggu (29/5).

Mengenai beberapa saham BUMN yang belum diapresiasi pasar sejak awal tahun, terutama dari sektor infrastruktur, seperti BUMN karya yang diwakili PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Waskita Karya Tbk (WSKT) , PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dan  Adhi Karya Tbk (ADHI). 

Hingga kuartal pertama tahun ini terpantau membukukan kinerja keuangan yang masih relatif lemah, belum ada perbaikan signifikan dibanding tahun lalu, masih jauh dari pencapaian sebelum pandemi. 

Menurut Pandu, tentu saja hal ini tidak menarik di mata para investor, mereka akan cenderung menunggu ada perbaikan kinerja atau jika tampak prospek positif yang kuat. 

Anggaran infrastruktur 2022 yang turun dibanding 2021 menjadi sentimen negatif lainnya, tidak hanya saham konstruksi namun juga semen seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) sebagai industri pendukung. 

Tampak dari kinerja keuangan yang masih stagnan, dan kurang mendapat perhatian dari pasar sehingga harga sahamnya masih lebih rendah dibanding awal tahun. 

Mengenai prospek ke depan, terutama sisa tahun 2022 ini Pandu tidak melihat banyak perubahan. Ia menjelaskan, sektor keuangan masih cenderung lebih menarik dibanding sektor lain, kinerja kuartal pertama cukup memuaskan, bahkan tahun ini diperkirakan dapat mencapai rekor laba tertinggi seiring semakin membaiknya kondisi ekonomi Indonesia. 

Baca Juga: ANTM, TINS, PTBA Kompak Bagikan Dividen, Intip Besarannya

Sedangkan untuk sektor yang belum menarik ada sektor konstruksi, Pandu bilang kemungkinan baru pada semester kedua baru mulai terlihat adanya perbaikan kinerja terkait proyek IKN dan penyaluran anggaran yang biasanya lebih lancar pada akhir tahun.

Ia menambahkan, beberapa tantangan yang perlu diperhatikan oleh para investor antara lain tingginya inflasi di berbagai belahan dunia yang mulai memicu gelombang kenaikan suku bunga yang diperkirakan akan membuat global fund flow berubah dan akan cenderung mengalir mencari tempat yang memberikan imbal hasil lebih baik, yang tentunya dibandingkan dengan tingkat risiko yang dihadapi. 

Ia mengambil contoh, seperti awal bulan ini sempat terjadi capital outflow yang cukup masif merespons kenaikan suku bunga the Fed, jika kebijakan pengetatan moneter ini berlanjut bisa saja gelombang capital outflow berikutnya kembali menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di waktu mendatang. 

Kemudian, kondisi harga komoditas tinggi saat ini, akan cenderung berangsur turun ke level normal sehingga kinerja para emiten komoditas akan terkena imbas, untuk posisi saat ini sebetulnya masih cukup positif karena masih tinggi dibanding rata-rata tahun lalu.

Namun, sambungnya, secara keseluruhan arahnya sudah mulai menurun sejak puncaknya sekitar akhir kuartal pertama ini. Jika pelemahan terus berlanjut, dikhawatirkan hal ini juga akan mempengaruhi neraca perdagangan dan nilai tukar rupiah secara signifikan.

Selain emiten sektor keuangan, kami juga menyukai PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sebagai salah satu emiten BUMN yang paling menarik, didukung oleh kinerja kuartal pertama yang kuat dan rasio valuasi yang masih relatif murah dimana diperdagangkan pada level PE sekitar 6,3 kali dan PBV sekitar 0,86 kali. 

Kinerja PGAS ini didukung oleh mulai positifnya anak usaha di segmen eksplorasi dan produksi migas yaitu Saka Energi dimana hingga tahun lalu masih membebani kinerja. 

Selain peningkatan volume lifting hingga 25 ribu barel per hari, kenaikan harga minyak juga memicu melonjaknya kinerja keuangan anak usaha PGAS ini. Pandu menambahkan PGAS cukup menarik di posisi saat ini dengan target Rp 2.200 untuk 12 bulan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi