JAKARTA. Isu kebijakan pengurangan stimulus oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) serta tren suku bunga tinggi di Indonesia diperkirakan masih membayangi pasar modal awal tahun depan. Menghadapi kondisi tersebut, manajer investasi mulai menyusun strategi agar imbal hasil reksadana tetap moncer. Saham-saham yang bersifat defensif akan menarik di tahun depan. Sektor konsumsi, utilitas, konstruksi, perkebunan, dan perbankan menjadi pilihan manajer investasi. Direktur Emco Asset Management Hans Kwee mengatakan, saham-saham sektor utilitas menjadi pilihan Emco di kuartal I tahun depan. Sejumlah saham yang menjadi pilihan, antara lain saham PT Telekomunikasi Tbk (TLKM), PT Jasa Marga Tbk (JSMR), serta PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).
Saham sektor tersebut diperkirakan bakal tetap tumbuh kendati perekonomian melambat. "Sektor utilitas masih tetap dipakai meskipun ekonomi melambat," kata Hans, akhir pekan lalu. Emco juga mengincar saham-saham konstruksi. Menurut Hans, sektor tersebut tetap positif seiring masih banyaknya proyek-proyek pemerintah. Sejumlah saham yang menjadi pilihan, antara lain saham PT Waskita Karya Tbk (WSKT), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Kemudian, saham PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) dan saham PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL). "Kendati asumsi nilai tukar rupiah tahun depan mencapai Rp 12.000 per dollar AS, sektor konstruksi masih bagus," ujar Hans. Pilihan lainnya, saham-saham sektor perkebunan kelapa sawit.Menurut Hans, saham sektor tersebut diuntungkan oleh pelemahan nilai tukar rupiah. Sebab, saham-saham ini berbasis ekspor sehingga kinerja perusahaan diuntungkan oleh penguatan dollar AS. "Agri kita kebanyakan CPO. Tahun depan, harga CPO berpeluang naik 10%-15% dibantu kurs yang melemah," ujar Hans. Kendati demikian, Hans optimistis tekanan ekonomi hanya akan berlangsung sepanjang semester I-2014. Hajatan pemilihan umum (pemilu)
diperkirakan akan menyumbang pertumbuhan ekonomi sekitar 0,2%-0,3%. "Euforia pemimpin baru tahun depan akan berimbas pada pasar modal yang cenderung bullish di semester II setelah terpilihnya presiden," tutur Hans. PT Samuel Aset Manajemen (SAM) mengincar saham-saham tipikal defensif atau bertahan di tengah pelemahan ekonomi. Direktur Utama SAM Agus Yanuar mengatakan, pihaknya juga akan masuk ke saham sektor telekomunikasi, konsumsi, dan perbankan. "Kami akan memilih saham-saham dari sektor tersebut secara selektif," kata Agus. Agus memperkirakan, volatilitas hanya akan terjadi pada jangka pendek di semester I. Sedangkan, kondisi ekonomi di semester II diperkirakan membaik sehingga pasar modal juga semakin positif. "SAM saat ini lebih spesialis ke reksadana yang mengandung unsur saham, seperti reksadana saham atapun campuran," kata Agus.
PT Sucorinvest Asset Management juga memilih saham-saham yang defensif. Fund Manager Sucorinvest Asset Management Jutrihary Mastoto Fairly mengatakan, pihaknya memilih saham-saham berorientasi ekspor dan berbahan baku lokal untuk mengantisipasi tapering. "Perusahaan yang berorientasi ekspor memiliki pendapatan dalam dollar AS. Saham sektor ini, meskipun turun, penurunannya tidak sebesar saham sektor lain," kata Juntrihary. Salah satunya di antaranya, saham sektor komoditas. Menurut dia, saham sektor ini berpotensi mengalami kenaikan seiring membaiknya ekonomi AS yang diperkirakan akan diikuti oleh Eropa. "Selain itu, pertumbuhan ekonomi China semakin membaik. Dengan demikian, ekspor akan meningkat dan sektor batubara positif di empat bulan ke depan," ujar dia. Pihaknya mengurangi sektor properti karena mulai melambat. Aturan pembatasan besaran kredit kepemilikan rumah menjadi sentimen negatif. "Kenaikan suku bunga acuan juga mengakibatkan sektor properti kurang menarik," kata dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati