Saham DGIK terkena suspensi, investor merugi



JAKARTA. Akhirnya perdagangan saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK) di Bursa Efek Indonesia dihentikan sementara alias disuspensi, Rabu (19/7). Ini terkait pemberian status tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jadi, sejak kemarin, saham DGIK tidak dapat diperdagangkan di pasar reguler dan pasar tunai, dan hanya dapat diperdagangkan di pasar negoisasi. Kepala Divisi Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna dalam keterangan resmi, Selasa (18/7) menyebut, suspensi dilakukan dalam rangka menjaga pasar yang teratur, wajar dan efisien.

Selain buruk bagi perusahaan, suspensi ini juga jadi mimpi buruk untuk investor. Analis First Asia Capital David Sutyanto mengatakan, suspensi saham DGIK berpotensi membuat investor merugi karena mereka jadi tidak bisa lagi menjual sahamnya di pasar. "Kalau soal harga sahamnya yang terus turun sejak kena kasus korupsi, investor masih bisa njual saham dan cut loss. Kalau disuspensi investor tidak bisa menjual sahamnya," kata David, Rabu (19/7).


Sebenarnya, suspensi perdagangan saham dipandang sebagai bagian dari risiko berinvestasi di pasar modal. "Masuknya saham ke daftar suspensi sebenarnya menjadi bagian dari risiko berinvestasi di saham, jadi seharusnya hal ini sudah masuk perhitungan investor," kata Sanusi, Ketua Masyarakat Investor Sekuritas Indonesia (MISSI) kepada KONTAN.

Walau begitu, David juga melihat adanya potensi bagi perusahaan properti ini untuk dikeluarkan secara paksa dari pasar modal alias forced delisting. Pasalnya, ditetapkannya DGIK sebagai tersangka kasus pidana korupsi menunjukkan bahwa perusahaan konstruksi ini tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. "Padahal salah satu syarat bagi perusahaan untuk bisa mencatatkan sahamnya di pasar modal adalah memiliki good corporate governance (GCG) yang baik," papar David.

Tapi Sanusi punya pandangan berbeda. Ia justru yakin DGIK tidak akan ditendang oleh BEI. Sebab jika perusahaan terbukti bersalah dalam kasus korupsi ini, mereka tidak mungkin masuk penjara. "Kalau kena kasus hukum seperti ini, paling mereka hanya harus membayar kerugian negara," pungkas Sanusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini