Saham Dunia Masih Terpukul Akibat Kegagalan Bailout AS



JAKARTA. Berita buruk datang dari Senat Amerika Serikat (AS), Kamis (11/12) malam lalu. Para wakil rakyat AS tersebut gagal menyepakati rencana penyelamatan industri otomotif AS. Kabar buruk tersebut langsung merontokkan indeks di berbagai bursa saham di seluruh dunia.

Bahkan, otoritas bursa saham Rusia sempat menghentikan perdagangan setelah indeks saham turun lebih dari 5%. Indeks Micex Rusia turun hingga 588,99. Namun berkat penghentian perdagangan tadi, indeks bursa Rusia tadi akhirnya hanya melemah 1,33% pada posisi 620,53.

Di Asia, KOSPI turun 4,38% dan berakhir di posisi 1.103,82. Senada dengan KOSPI, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ditutup melemah 4,08% menjadi 1.262,97. Maklum saja, "Tidak disetujuinya rencana bail out otomotif membuat kekhawatiran para investor terhadap memburuknya perekonomian AS semakin meningkat," terang Nico Omer Jonckheere, Wakil Presiden Riset dan Analisis Valbury Asia Futures kepada KONTAN, akhir pekan lalu.


Untungnya, pemerintah AS masih terus berupaya menyelamatkan industri otomotif di sana. Menteri Keuangan AS Henry Paulson mengungkapkan bahwa pemerintah siap menggunakan dana yang akan diambil dari paket bail out US$ 700 miliar untuk menyelamatkan industri otomotif. Meskipun paket ini aslinya bagi penyelamatan perusahaan keuangan.

Otomotif tak penting lagi

Tapi, para analis menyarankan investor untuk tetap berhati-hati. Sebab, upaya penyelamatan industri otomotif tersebut membawa bom waktu yang siap meledak dan kembali merontokkan indeks bursa saham.

Maklum saja, sebagian analis menganggap penyelamatan sektor otomotif justru akan memperberat pengeluaran AS. Pemulihan perekonomian AS malah makin sulit dilakukan. "Sektor otomotif tidak lagi sepenting dulu," kata Stephen Stanley, Kepala Ekonom RBS Greenwich Capital, seperti dikutip Bloomberg.

Apalagi kontribusi sektor otomotif terhadap pertumbuhan AS hanya mencapai 3%. Selain itu, "Selama ini tiga besar produsen otomotif di Amerika Serikat itu sudah kehilangan daya saingnya," tandas Suherman Santikno, Kepala Riset Batavia Prosperindo, kemarin (14/12).

Tambah lagi, walau para produsen otomotif tersebut mendapat bantuan, ekonomi AS tetap akan terpukul. Kalau pun kesepakatan antara pemerintah AS dan produsen otomotif tercapai, pemerintah AS mensyaratkan produsen otomotif harus mengurangi jumlah pekerja dan menutup sejumlah pabrik.

Nah, pemerintah AS harus menanggung dampak dari bertambahnya pengangguran tersebut. Toh, sebagian ekonom melihat hal tersebut masih lebih baik daripada membiarkan produsen otomotif bangkrut. Sebab, kalau para produsen tersebut bangkrut, Amerika diperkirakan bakal memiliki 3,5 juta pengangguran baru.

Analis melihat tren indeks bursa saham global selama sepekan ke depan masih cenderung bearish atau melemah. Selain sentimen negatif dari ketidakjelasan penyelamatan industri otomotif, penurunan harga komoditas juga masih menjadi ancaman. Nico misalnya meramalkan, harga minyak akan kembali turun dan bergerak pada kisaran US$ 40 - 45 per barel. "Perekonomian Amerika yang memburuk akan mempengaruhi harga minyak," tandas Nico.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Didi Rhoseno Ardi