Saham Emiten Nikel Dibayangi Kelebihan Pasokan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek komoditas nikel diproyeksi masih cukup suram tahun ini. Salah satu sentimen yang memberatkan prospek komoditas logam dasar ini adalah kondisi kelebihan pasokan alias oversupply.

Bank Dunia alias World Bank memperkirakan harga nikel tahun ini berpotensi menurun 10% secara year-on-year (YoY). Harga nikel tertekan oleh melimpahnya produksi di Indonesia dan Filipina, yang mana kedua negara ini merupakan produsen nikel terbesar. Harga nikel di tahun ini diestimasikan berada di level US$ 20.000 per ton.

Namun, Bank Dunia menilai, meningkatnya permintaan baterai kendaraan listrik diperkirakan akan mendorong kenaikan harga  nikel pada tahun 2025 dan akan menjadi pendorong utama permintaan nikel di masa depan.


Baca Juga: Gelar IPO, Sumber Mineral Global (SMGA) Memacu Bisnis Batubara Hingga Nikel

Hal ini diamini oleh sejumlah analis. Analis Ciptadana Sekuritas Asia Thomas Radityo  memperkirakan pasar nikel akan tetap mengalami surplus setidaknya hingga tahun 2025. Kondisi ini terutama disebabkan oleh melimpahnya produk nikel asal Indonesia dan menjamurnya pabrik peleburan (smelter) nikel Kelas 1 di China.

Hal ini membuat harga nikel London Metal Exchange (LME) terus tertekan. Catatan Thomas, harga nikel LME telah terjun sebesar 45,8% sejak awal tahun alias secara year-to-date (YtD). Sementara itu, Thomas menilai harga nickel pig iron (NPI) telah mencapai titik terendahnya, yakni di level US$ 10.920 per ton pada bulan Desember 2023.

Namun, Thomas memperkirakan akan adanya pengurangan supply dalam jangka pendek hingga menengah untuk menopang penurunan harga nikel. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, Thomas melakukan penyesuaian benchmark harga nikel untuk tahun 2024 dan 2025 masing-masing menjadi US$ 18.000 per ton dan US$ 17.000 per ton.

Baca Juga: INCO Tetap Targetkan Divestasi ke Mind ID Tuntas Tahun Ini

Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan menilai, harga nikel kemungkinan sulit untuk kembali ke harga puncaknya di level US$ 30.000 per ton pada tahun ini.  Lagi-lagi, naiknya produksi nikel Indonesia menghambat pergerakan harga nikel. 

“Meskipun peningkatan aktivitas manufaktur di China dapat memulihkan harga nikel, kami tetap berhati-hati terhadap kondisi surplus produksi saat ini,” kata Rizkia, Jumat (19/1). 

Secara konservatif, Mirae Asset memperkirakan rata-rata harga nikel London Metal Exchange (LME) tahun ini dan tahun 2025 akan bergerak di rentang US$ 15.000 dan US$ 18.000 per ton, dengan skenario base case di harga US$ 16.350 per ton.

Baca Juga: Ingin Beli Saham IPO? Perhatikan Panduan dan Strategi Berikut

Harga saham tertekan

Sejalan dengan tertekannya harga  nikel, harga saham emiten di sektor ini juga ikut tertekan. Ambil contoh, saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang melemah 9,12% ke level Rp 1.645 dalam perdagangan tiga bulan ke belakang. Saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) melemah 4,02%.

Kejatuhan terdalam dialami oleh saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang anjlok hingga 27,79% ke level Rp 4.080 per saham.

Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat menilai, tertekannya harga INCO tidak terlepas dari Tarik ulur proses negosiasi divestasi 14% saham ke holding BUMN tambang MIND ID. Pemerintah, melalui MIND ID, menghendaki membeli saham INCO dengan harga yang murah. Tawar menawar inilah yang membuat saham INCO tertekan.

“Wajar yang namanya pembeli menawar, ingin mendapat harga semurah-murahnya. Tetapi itu yang membuat harga saham INCO turun karena Vale ‘dipaksa’ menjual dengan harga murah ke Indonesia,” kata Teguh.

Baca Juga: Serapan Dana IPO Harita Nickel (NCKL) Capai 79%

Namun, dia menilai penurunan saham INCO sudah cukup terbatas mengingat valuasi yang sudah murah. Justru, ketika harga akuisisi sudah diumumkan, harga saham INCO berpeluang untuk rebound.

Secara prospek, Teguh menilai saham INCO cukup prospektif. Pertama, dalam jangka panjang pengambilalihan saham INCO akan mendorong Pembangunan pabrik pengolahan alias smelter untuk mengolah nikel menjadi produk hilir. Kedua, dalam jangka pendek, pengumuman harga akuisisi, yang mana kemungkinan besar berada di harga pasar saat ini, akan mendorong kenaikan saham INCO.

Toh, Teguh menilai prospek nikel secara keseluruhan masih cukup solid. Meski saat ini harganya sedang terkoreksi, prospek nikel didorong oleh permintaan dari electric vehicle (EV). “Harga Batubara mungkin akan turun terus, tetapi nikel pada titik tertentu bisa naik,” kata dia.

Baca Juga: Saham ANTM Berpeluang Terdepak dari Indeks MSCI, Begini Rekomendasi Sahamnya

Mirae Asset Sekuritas menyematkan rating netral untuk sektor nikel Indonesia. Mirae Asset menyukai saham ANTM karena transformasinya menjadi produsen baterai kendaraan listrik berbasis nikel yang terintegrasi dan kebijakan dividennya yang tambun, yakni dengan minimal dividen payout ratio (DPR) 30%

Sedangkan untuk INCO, Rizkia melihat potensi pertumbuhan INCO akan semakin besar pada tahun 2025 seiring dengan ekspansi yang dijalankan. Namun untuk tahun ini, kinerja keuangan INCO kemungkinan akan tetap bergantung pada harga nikel global dan kemampuan INCO dalam mengelola biaya.

Rekomendasi Mirae Asset untuk ANTM adalah trading buy dengan target harga Rp 1.850 per saham. Sedangkan rekomendasi untuk saham INCO adalah trading buy dengan target harga Rp 4.900 per saham.

Sementara Thomas menyematkan rekomendasi buy saham MDKA dengan target harga Rp 3.400. Prospek positif terhadap saham MDKA didukung adanya proyek-proyek tambang tembaga, proyek acid, iron, metal (AIM), proyek nikel, dan proyek emas Pani. Thomas juga menyematkan buy saham INCO dengan target harga Rp 5.300, dan hold saham ANTM dengan target harga Rp 1.750. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati