Saham emiten rokok dinilai masih belum menarik, ini sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham-saham emiten rokok masih tertekan jelang akhir kuartal pertama 2021. Tekanan tersebut dinilai dari kenaikan pajak yang mengakibatkan harga rokok, khususnya tier I yang melambung tinggi.

Pada penutupan perdagangan saham, Jumat (26/3) harga saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) turun 8,64% secara year to date (ytd). Kemudian, harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) turun 11,95%, dan PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) turun 8,24%. Hanya, harga saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) yang sejak awal tahun terus menghijau di level 68,52%.

Analis Mirae Asset Sekuritas, Christine Natasya menjelaskan harga saham WIIM tidak tertekan karena masuk dalam tier II yang mana jumlah produksinya lebih kecil. "Dengan begitu, pajak yang harus dibayarkan tidak terlalu tinggi sehingga tidak perlu menjual produknya lebih mahal," kata Christine kepada kontan.co.id, Kamis (25/3).


Ke depan, Christine bahkan menilai bisa saja masyarakat beralih kepada produk-produk Wismilak lantaran memiliki harga jual lebih rendah. Lanjutnya, tertekannya harga saham emiten rokok memang didasari kenaikan pajak cukai.

Baca Juga: Simak rekomendasi saham sektor industri dasar dan kimia berikut ini

Dia mencontohkan HMSP, di tengah kenaikan pajak cukai yang tinggi tidak sepenuhnya meneruskan kenaikan tarif cukai ke harga jual untuk menjaga pangsa pasarnya. Alhasil, margin HMSP tergerus cukup dalam. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2020, HMSP mencatatkan laba bersih Rp 8,5 triliun atau merosot 37,5% secara year on year (yoy).

Daya beli masyarakat memang diperkirakan membaik. Kendati begitu, Christine menilai hal tersebut tidak akan langsung mempengaruhi kinerja emiten-emiten sektor rokok ini. 

"Walaupun purchasing power meningkat, tapi gaji tidak mengalami kenaikan. Untuk orang perkantoran masih akan tetap membeli rokok, tetapi pendorong pertumbuhan rokok dari pembelian per batang sehingga jika mahal sedikit, masyarakat yang cenderung membeli per batang akan turun minat belinya," kata dia.

Karenanya, Christine menilai prospek kinerja emiten-emiten rokok ini, khususnya HMSP dan GGRM masih belum terlalu menarik. Dia memperkirakan bottom line HMSP diproyeksikan masih akan mengalami penurunan, walaupun tidak sedalam tahun lalu yakni 4%-5% di 2021. Sementara untuk GGRM, Christine juga memproyeksikan penurunan serupa, walaupun masih menunggu hasil kinerja di tahun lalu.

Baca Juga: Deretan saham laggard ini dinilai masih menarik, apa saja?

Senada, Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menuturkan tekanan harga saham emiten rokok ini memang disebabkan adanya pajak cukai dan pelemahan daya beli. Kendati begitu, secara jangka menengah dan jangka panjang dia menilai saham GGRM dan HMSP masih menarik. "Namun, untuk jangka pendek perhatikan volatilitas karena secara tren masih berpotensi melemah," kata dia.

Di antara emiten-emiten rokok tersebut, Nico menjagokan harga saham HMSP. Sebabnya, perusahaan ini menjadi satu-satunya emiten rokok yang masuk dalam indeks High Dividend.

Oleh karena itu, dia memproyeksikan untuk jangka menengah dan jangka panjang HMSP masih berpeluang menuju level Rp 1.550 per saham. Nico merekomendasikan untuk hold saham HMSP. Sementara, Mirae Asset juga merekomendasikan hold saham HMSP di level Rp 1.320 per saham.

Baca Juga: Ini penyebab laba bersih HM Sampoerna (HMSP) turun 37,5% pada 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati