Saham farmasi butuh rupiah stabil



Jakarta. Kinerja emiten farmasi pada kuartal I-2016 menunjukan arah pertumbuhan pendapatan. Seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) membukukan kenaikan penjualan 7,31% menjadi Rp 4,55 triliun. Alhasil, laba bersih KLBF naik 7,24% menjadi Rp 576,33 miliar.

Pendapatan pokok KLBF meningkat 11,76% menjadi Rp 1,14 triliun dari kuartal I-2015 sebesar Rp1,015 triliun. Laba bersih KLBF turun 4,5% menjadi sebesar Rp 42 miliar.

Sementara PT Indofarma Tbk (INAF) membukukan kerugian bersih sebesar Rp 19,57 miliar, turun tipis dari kuartal I-2015 yang merugi Rp19,94 miliar atau Rp (6,44) per saham. Penuruan kerugian bersih INAF pada kuartal I 2016 tersebut didukung oleh pendapatan yang meningkat 3,48% menjadi Rp 201,50 miliar dibandingkan Rp 194,73 miliar pada periode yang sama tahun lalu.


Dari riset PEFINDO nilai tukar rupiah yang menguat akan mempengaruhi kinerja sektor farmasi. Sebab 90% bahan baku industri masih merupakan bahan bahan baku impor. Perusahaan farmasi akan mengandalkan kenaikan harga dari resep obat untuk meningkatkan keuntungan.

Ruang untuk industri farmasi tumbuh pun masih ada sebebab belanja kesehatan per kapita dalam negeri masih tertingga dari negara ttangga. Pemerintah pun telah mengaokasikan 5% dari anggaran negara tahun 2016 untuk belanja kesehatan dan merangsang investasi industri farmasi terutama untuk industri hulu (bahan baku). Industri hulu sekarang terbuka 100% unntuk investasi asing didukung oleh insentif fiskal (tax holiday).

Reza Priyambada, analis NH Korindo Securities mengatakan sektor farmasi tahun ini masih potensi pertumbuhan seriing masih adanya daya masyarakat terhadap produk kesehatan makanan dan minuman kesehatan. Permintaan kaan produk obat-obatan juga ada peningkatan seiring dengan program BPJS. "Meskipun kenaikan tidak setinggi produk kesehatan tersebut,"kata Reza.

Nah untuk INAF Reza melihat pengaruh nilai tukar hanya sedikit karena bahan bakunya masih banyak didominasi oleh lokal. Jadi manajemen masih bisa mensiasati. Sementara untuk KLBF baru akan terkena dampak bila nilai tukar rupiah tinggi. Sebab bahan baku impor masih mendominasi.

Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan kurs yang stabil saat ini akan menguntungkan sektor farmasi. Program BPJS juga membantu mengerek pertumbuhan penjualan, walaupun permintaan obat generik masih mendominasi. Nilai tukar rupiah stabil di Rp 13.000 sampai Rp 13.500.

Sentimen Fed yang akan naikin suku bunga di Juni nanti memang sempat membuat rupiah berada di level Rp 13.600. "Namun bila pemerintah banyak mendapat injeksi dana dari Tiongkok, dan tax amnesty bila jadi maka akan membuat penguatan rupiah," kata Hans.

Hans menilai keuntungan nilai tukar yang stabil dan ekonomi yang membaik bisa membantu kinerja farmasi. Hal tersebut membuat pertumbuhan penjualan sektor farmasi bisa meningkat 10% dan kenaikan laba bersih bisa mencapai 12% sampai 15%.

Prospek pertumbuhan emiten farmasi sendiri menurut Hans masih bagus karena nilai tukar rupiah yang stabil dan permintaan obat generik yang tumbuh akan membantu kinerja emiten farmasi.

Nah penjualan dari emiten plat merah seperti KAEF dan INAF sendiri menurut Hans akan mengikuti tender-tender pemerintah seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Bila tender tertunda maka penjualanya akan tertunda terlebih dahulu. "Sementara KLBF sekarang berbisnis di minuman kesehatan yang membantu kinerja mereka," kata Hans.

Sementara Dang Maulida analis dari Daewoo Securities mengatakan kenaikan penjualan pada kuartal I-2016 yang dialami oleh KLBF termasuk lambat. "Sebab pertumbuhan penjualan KLBF sejak tahun 2009 selalu kuat di kuartal empat," kata Dang.

Dari komposisi segmen penjualan dari obat resep sebesar 25%, produk kesehatan 18%, nutrisi 28% distribusi dan logistik 29%. Hal tersebut menunjukkan tidak adanya ketergantungan penjualan dari satu sektor saja. Maka tak heran penjualanya di kuartal I-2016 bisa naik.

Khusus segmen nutrisi ada kenaikan pertumbuhan sebesar 5,7% YoY yang didominasi dengan penjualan produk Diabetasol, Milna dan Prenagen. Dang menilai meskipun ada depresiasi rupiah yang terjadi, penjualan segmen nustrisi membuat stabilnya gross margin di kuartal I-2016 sebesar 54,9%.

Dang memprediksi pendapatan KLBF tahun ini akan naik 9% YoY menjadi sebesar Rp 19,4 triliun. Sementara untuk labanya akan naik 12% menjadi sebesar Rp 2,2 triliun. Rekomendasinya buy KLBF dengan target harga Rp 1.555.

Adityo M Yogiswara, mengataan kenaikan penjualan yang dialami oleh KAEF sesuai dengan ekspektasi. Adityo mengatakan tahun ini KAEF pendapatannya tahun ini akan naik 21% dan net profinya akan naik 15%. Saat ini saham KAEF 25,8 P/E juga dinilai Aditoyo murah. Adityo pun merkeomendasikan Buy saham KAEF dengan target harga Rp 1.400.

Hans merekomendasikan buy saham INAF dengan target harga Rp 890, KAEF Rp 1.200 dan KLBF RP 1410. Sementara Reza juga merekomendasikan buy pada tiga saham farmasi tersebut. Dengan INAF buy dengan target harga Rp 1086,75, KAEF di harga RP 1.351,25 dan KLBF di harga Rp 1.610.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto