KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO) masih betah parkir di zona merah selama sembilan hari berturut-turut perdagangan bursa. Dalam seminggu terakhir saja, harga saham GOTO sudah anjlok 28,68%. Dalam perdagangan Jum'at (13/5) ini, harga saham GOTO melorot 6,73%. Penurunan di hari ini menyeret harga saham GOTO ke level Rp 194, nyaris separuh dari harga IPO di Rp 338. Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus melihat, GOTO terpapar katalis negatif dari kenaikan tingkat suku bunga The Fed yang membawa saham-saham teknologi di Amerika Serikat berguguran.
"Sehingga memberikan dampak negatif bagi psikologis investor di Indonesia pada saham teknologi," ujar Daniel saat dihubungi Kontan.co.id, Jum'at (13/5).
Baca Juga: Harga Saham GOTO Anjlok Lagi, Konsensus Menunjukkan Masih Ada Potensi Untuk Mendaki Secara korporasi, GOTO memang mengintegrasikan tiga lini bisnis esensial, yakni layanan
on demand, e-commerce, dan
fintech. Hal ini diharapkan bisa membuat nilai
Gross Transaction Value (GTV) meningkat, sehingga mampu mendongkrak valuasinya. "Meskipun demikian, tren kenaikan tingkat suku bunga diyakini akan menjadi katalis negatif bagi saham-saham teknologi, bahkan di seluruh dunia," imbuh Daniel. Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy juga mengamini hal tersebut. Kenaikan suku bunga menjadi sentimen negatif untuk banyak
technology company yang tergolong sebagai
growth stocks. Pada akhirnya, skema
greenshoe option pun tidak cukup kuat menstabilisasi harga saham GOTO lantaran besarnya
selling pressure yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini.
Kendati begitu, Paulus mengingatkan bahwa emiten yang berbasis
technology company memang memiliki volatilitas yang luar biasa. "Amazon itu pernah drop hingga 90%, sebelum menjadi raksasa seperti sekarang," ujar Paulus. Analis Samuel Sekuritas Indonesia Farras Farhan punya analisa berbeda. Di samping faktor makro, Farras lebih menyoroti terkait sentimen pelaku pasar terhadap GOTO secara korporasi.
Baca Juga: Harga Saham BBCA & GOTO Melemah di Perdagangan Bursa Kamis (12/5) Menurutnya, memang banyak investor ritel yang menyukai story GOTO. Apalagi ekosistem GOTO sudah sangat akrab dengan keseharian masyarakat. Namun, Farras masih belum melihat sejauh mana inisiatif dan strategi GOTO untuk bisa meningkatkan kinerjanya menuju profitabilitas. Sebab, perusahaan teknologi seperti GOTO tidak cukup hanya menumbuhkan GTV. Melainkan mesti mengkonversi GTV menjadi
revenue. Hal ini antara lain bisa dilakukan melalui penyesuaian
take rate alias komisi. Farras memandang
take rate GOTO masih relatif rendah dibandingkan dengan perusahaan sejenisnya. Seperti Sea Grup dan Grab. Bahkan
take rate Bukalapak pun sudah naik dibandingkan tahun lalu. "Investor melihat bukan hanya soal valuasi, tapi juga kinerja. Kalau GOTO belum bisa memberikan arahan bagaimana mereka meningkatkan kinerjanya, ini bakal menjadi sentimen negatif. Apalagi di tengah suku bunga lagi naik, banyak sentimen negatif terhadap (emiten) teknologi," jelas Farras. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia M. Nafan Aji Gusta Utama melanjutkan, di tengah
downtrend saham GOTO, pelaku pasar memang tetap perlu mencermati kinerja fundamentalnya. Investor dapat mempertimbangkan untuk
hold saham GOTO, dan yang belum memiliki sahamnya bisa
wait and see terlebih dulu. Menurut Nafan, penting untuk terlebih dulu mencermati rilis kinerja laporan keuangan terbaru GOTO. Dari sana, investor bisa melihat bagaimana pertumbuhan
revenue hingga posisi rugi GOTO, apakah dalam tren yang terpangkas menuju profitabilitas atau tidak. Meski begitu, Nafan mengingatkan bahwa dalam berinvestasi, investor mesti bisa bersabar. Terlebih bagi perusahaan teknologi seperti GOTO yang tidak akan bisa serta merta membalikkan rugi menjadi laba.
Baca Juga: Senasib, Harga Saham GOTO & BBRI Anjlok di Penutupan IHSG Rabu (11/5) Pasalnya, perusahaan teknologi layaknya GOTO harus menggunakan likuiditas yang ada untuk memperkuat ekosistem dan menjaring pelanggan baru agar mampu menumbuhkan kinerjanya. "Dari rugi berbalik laba dan melihat fundamental emiten itu harus sabar menunggu, perlu orientasi jangka panjang," kata Nafan.
Hal senada juga disampaikan oleh Paulus Jimmy. Dia memiliki
buy call untuk GOTO dengan memperhitungkan harga wajar saham di angka Rp 436. Tapi, perlu diingat bahwa target tersebut untuk jangka panjang, setidaknya dalam kurun 12 bulan. "Untuk sementara pelaku pasar perlu mencermati perkembangan sentimen-sentimen yang ada di
market. Tidak perlu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan atau berspekulasi menebak
bottom market," tegas Paulus. Sementara itu, Daniel menyarankan agar pelaku pasar sebaiknya
wait and see lantaran tekanan jual GOTO masih cukup agresif di tengah harganya yang bergerak
downtrend. "Investor bisa mencermati untuk beli ketika terjadi indikasi
reversal di pergerakan harganya," pungkas Daniel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli