KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) masih tergolong solid hingga akhir semester pertama lalu. Kenaikan tarif cukai yang notabene menghambat industri rokok sejauh ini masih bisa diantisipasi oleh emiten tersebut. Sebagai informasi, pendapatan GGRM di semester I-2018 tumbuh 13% (yoy) menjadi Rp 45,30 triliun sementara laba bersih perusahaan tumbuh 14% (yoy) menjadi Rp 3,55 triliun. Analis Maybank Kim Eng, Janni Asman menyebut, peningkatan kinerja GGRM ditopang oleh volume penjualan rokok yang kuat. Dalam riset 31 Agustus, ia mengestimasikan volume penjualan rokok GGRM tumbuh 4%—6% (yoy) di semester pertama lalu. Angka ini mengalahkan volume penjualan rokok di industri secara keseluruhan yang justru turun 1,5% di periode yang sama.
Analis Mirae Asset Sekuritas, Christine Natasya menjelaskan, kontributor utama pendapatan GGRM dalam dua kuartal terakhir masih berasal dari penjualan sigaret kretek mesin. Hingga akhir kuartal kedua, kontribusi sigaret kretek mesin mencapai 90,7% dari total pendapatan perusahaan. Hanya saja, secara kuartalan GGRM mengalami penurunan laba bersih sebesar 12,2% (qoq) dari Rp 1,89 triliun di kuartal I-2018 menjadi Rp 1,66 triliun di kuartal II-2018. Namun, hal tersebut bukan masalah besar bagi GGRM karena penurunan seperti itu lebih disebabkan faktor musiman. “Di kuartal kedua ada momen Ramadan sehingga konsumsi terhadap rokok menurun,” ujarnya, Rabu (5/9). Christine menilai, kebijakan kenaikan tarif cukai rokok masih menjadi tantangan bagi para pelaku industri rokok, termasuk GGRM. Untungnya, emiten tersebut masih bisa mensiasati kenaikan tarif cukai sebesar 10,04% di tahun ini dengan baik. Caranya dengan menaikkan harga jual produk secara perlahan sehingga nilai harga jual rata-rata atau average selling price (ASP) milik perusahaan bisa meningkat. Ambil contoh, produk Gudang Garam International yang dihargai sebesar Rp 15.100 pada Desember 2017 lalu. Per Maret 2018, harga produk ini naik menjadi Rp 15.300 kemudian kembali meningkat menjadi Rp 15.500 pada bulan Juni 2018. Memang, upaya tersebut belum cukup untuk mengatasi risiko kenaikan cukai rokok. Pasalnya, GGRM mesti mempertimbangkan faktor permintaan dari konsumen dan persaingan dengan produsen rokok lainnya. Maka dari itu, ke depannya emiten ini diharapkan juga mengutamakan efisiensi supaya marginnya tetap terjaga. “Porsi untuk biaya-biaya pengeluaran yang bersifat sekunder semestinya bisa ditekan,” kata Christine. Janni menilai, efisiensi memang perlu dilakukan oleh GGRM. Namun di sisi lain, perusahaan juga dituntut untuk selalu berinovasi seperti menambah produk baru dengan varian rasa yang berbeda.
Usaha ini diyakini bisa menarik konsumen baru sehingga berujung pada bertambahnya pangsa pasar GGRM secara jangka panjang. Asal tahu saja, tahun lalu emiten ini mampu mencatatkan pertumbuhan pangsa pasar sebesar 70 bps menjadi 25,6%. Janni sendiri masih merekomendasikan beli saham GGRM dengan target Rp 85.000 per saham. Ia memprediksi, GGRM akan memperoleh pendapatan sebesar Rp 90,25 triliun pada akhir tahun nanti. Di saat yang sama, laba bersih perusahaan diyakini mencapai Rp 8,32 triliun. Christine juga merekomendasikan beli saham GGRM dengan target Rp 89.000 per saham. Hari ini (5/9), saham GGRM ditutup turun 2,98% ke level Rp 70.725 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia