Saham konstruksi masih berguguran



KONTAN.CO.ID - Harga saham emiten konstruksi pelat merah masih berguguran. Dalam sebulan terakhir, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) memimpin kejatuhan saham konstruksi, yakni merosot 20,94%. 

Kemudian saham PT PP Tbk (PTPP) terpangkas 14,86% dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) terkoreksi 7,71%. Hanya saham PT Adhi Karya Tbk (ADHI) yang menurun tipis 1,94% dalam sebulan terakhir.

Bukan tanpa alasan investor menjauhi saham emiten konstruksi BUMN. Masalah pendanaan diduga menjadi salah satu alasan kenapa saham konstruksi pelat merah tidak dilirik investor. Beberapa analis melihat, kabar terkait gagalnya penghimpunan pendanaan menjadi sensitif.


WSKT, misalnya, harus mencari cara baru demi mendapatkan dana ekspansi. Sebab, rencana divestasi 10 ruas jalan tol anak usahanya, PT Waskita Toll Road, harus tertunda. Sejatinya, divestasi jalan tol ini merupakan alternatif pembiayaan untuk mendukung ekspansi WSKT. Dalam beberapa tahun ke depan, WSKT membutuhkan dana ekspansi mencapai Rp 120 triliun.

Opsi pendanaan

Meski demikian, WSKT tetap melanjutkan rencana divestasi aset jalan tolnya, namun dengan skema berbeda. Ada tujuh ruas jalan tol Trans Jawa yang bisa ditawarkan ke investor. Ketujuh ruas jalan tol ini akan ditawarkan dalam satu paket bundling. 

Manajemen juga mempertimbangkan opsi initial public offering (IPO). WSKT mengklaim, tertundanya divestasi ini tak mempengaruhi kinerja. WSKT masih optimistis bisa mengantongi pertumbuhan kinerja dua kali lipat di 2017 (KONTAN, 13 September 2017).

PTPP juga bakal menggarap proyek cukup besar. Hingga akhir Agustus 2017, PTPP sudah mengantongi kontrak Rp 24,05 triliun. Manajemen menegaskan, pendanaan akan aman dengan menyesuaikan durasi proyek. Proyek pemerintah tidak akan ditender jika dana tidak ada di APBN. Untuk swasta, PTPP akan mengikuti tender yang track record pemiliknya cukup bagus. "Demikian pula BUMN, sinergi BUMN pasti aman," ungkap Nugroho Agung Sanyoto, Sekretaris Perusahaan PTPP, kemarin.

Sementara ADHI menyebutkan, saat ini pendanaan berasal dari kombinasi berupa pinjaman perbankan, obligasi dan kas internal. "Kami menyiapkan pendanaan untuk tiga tahun ke depan, terutama proyek light rail transit (LRT)" kata Direktur Keuangan ADHI, Harris Gunawan.

Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai, saham emiten konstruksi pelat merah masih layak dikoleksi, terutama jika dilihat dari sisi pertumbuhan kinerjanya yang masih cukup bagus. Plus, bisnis konstruksi juga masih mencatatkan pertumbuhan paling tinggi.

Alfred mengakui ada risiko pendanaan di sektor konstruksi. Apalagi, pendanaan proyek di luar kapasitas emiten. "Ini kan ada campur tangan beban pemerintah. Pemerintah yang memberi proyek ke beberapa BUMN Karya, tapi dananya disuruh internal emiten. Untuk rights issue juga tidak mudah," tutur dia.

Alfred juga melihat ruang gerak emiten menyiasati pendanaan masih cukup sulit. Semisal, meski emiten meraih kontrak baru cukup besar, hal itu hanya akan masuk ke pos piutang, bukan cash flow.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati