KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat naik, saham lapis kedua akhirnya berbalik arah. Ambil contoh, saham beberapa emiten Grup Bakrie yang sempat meroket dalam beberapa hari beruntun, tapi sepekan terakhir ambruk. Misalnya, saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (
BRMS) yang sudah tiga hari menutup perdagangan di zona merah. Padahal sepanjang Oktober 2024, BRMS sudah melesat hingga 60%. Tren serupa juga terjadi pada saham PT Bumi Resources Tbk (
BUMI). Sepanjang Oktober 2024, BUMI sudah menguat 15,83%. Namun dalam dua hari terakhir, BUMI mengalami koreksi.
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menjelaskan, secara umum tekanan pada saham lapis kedua dan
blue chip disebabkan oleh meningkatnya ketidakpastian di pasar.
Baca Juga: 12 Emiten Bakal Bagi Dividen Interim, Simak Rekomendasi Saham, Nilai dan Jadwalnya Hal ini timbul setelah pemilihan presiden di Amerika Serikat (AS). Pasar juga masih menantikan sikap ketua The Fed pasca rilis data inflasi AS mencapai 2,6% YoY atau lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Audi bilang dari dalam negeri, rilis kinerja hingga kuartal III-2024 juga turut mempengaruhi pergerakan masing-masing emiten. Kalau hasilnya mengalami perlambatan, maka bisa menjadi penekan pada sahamnya. "Normalisasi harga saham
big caps juga menjadi alternatif pasar dengan kecenderungan memiliki harga yang terdiskon dari nilai intrinsiknya," jelasnya kepada Kontan, Rabu (14/11).
Baca Juga: IHSG Tumbang 1,29% pada Kamis (14/11), Simak Proyeksi Pergerakannya Esok Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas menambahkan memang ketika saham-saham
blue chip mulai rontok, ada rotasi dari trader yang beralih kepada saham-saham lapis kedua. Dia menilai aliran dana investor juga berpotensi mengalir pada saham-saham yang baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Maklum, hajatan IPO tahun ini tergolong sepi jika dibandingkan 2023. Ini berkaca dari gelaran IPO PT Daaz Bara Lestari Tbk (
DAAZ). Sejak melantai pada 11 November 2024 hingga penutupan Rabu (14/11), DAAZ terus melesat hingga menyentuh batas
Auto Rejection Atas (ARA). "Terjadi euforia atas saham-saham perusahaan yang baru melantai di BEI sehingga mempengaruhi pelemahan saham yang sudah eksisting, baik blue chip maupun second liner," kata Nafan.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Teknikal Saham PGEO, BBNI, ERAA Untuk Jumat (15/11) Strategi Investasi
Meski beberapa lapis kedua sedang mengalami tekanan, investor yang berminat perlu berhati-hati. Pasalnya, pergerakan saham lapis kedua ini lebih lincah ketimbang saham keping biru atau
big caps. Nafan menyarankan bagi investor yang punya jangka waktu investasi pendek atau trader pada saham lapis kedua bisa memanfaatkan peluang adanya
window dressing pada Desember mendatang ketika mulai terjadi rally di pasar saham. Namun dengan kondisi pasar sedang tertekan, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) sudah menyentuh lebih 7.200, membeli saham
blue chip dengan valuasi yang murah bisa menjadi pilihan. "Saham
blue chip yang sudah secara teknikal sudah
oversold atau valuasinya sudah di bawah harga wajar atau di standar derivatif minus satu bisa menjadi pilihan kalau mau menghindari saham
second liner," kata Nafan.
Baca Juga: IHSG Ambruk 1,29% ke 7.214 Kamis (14/11), Sebanyak 431 Saham Turun Harga Sementara itu, Audi menyarankan bagi investor yang berminat pada saham lapis kedua bisa memanfaatkan momentum pergerakan harga sahamnya dalam jangka pendek terlebih dahulu. "Atau lebih memilih saham
big caps yang saat ini sedang terdiskon," ucapnya. Bagi yang memilih melirik saham big caps, lanjut Audi, investor bisa bisa menerapkan strategi
dollar-cost averaging untuk saham-saham yang masuk dalam sektor keuangan, bahan baku, konsumer dan energi.
Kiwoom Sekuritas merekomendasikan beli
BMRI,
BBCA,
BRIS dengan masing-masing target harga Rp 7.200, Rp 11.150 dan Rp 3.140. Audi juga merekomendasikan beli
ICBP dengan target di Rp 14.000 dan
trading buy ADMR dengan target Rp 1.520.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati