Saham lapis kedua dan lapis ketiga melonjak



JAKARTA. Setara dengan risikonya, investasi saham masih menjanjikan untung berlipat ganda dibandingkan instrumen lain. Selama akhir tahun 2011 hingga akhir September 2012 atau year-to-date (ytd), saham-saham lapis kedua dan lapis ketiga di Bursa Efek Indonesia mencatatkan kenaikan fantastis di atas 100%.

Saham Garda Tujuh Buana (GTBO) berada di posisi pertama pemberi gain tertinggi dengan kenaikan 675,86%, diikuti harga saham Multi Prima Sejahtera (LPIN) yang naik 368,18% (lihat tabel).

Keuntungan saham-saham tersebut jauh melampaui saham-saham terlikuid yang masuk di daftar LQ-45 dan bluechip yang berkapitalisasi pasar besar. Saham LQ 45 ­yang memberikan gain paling tinggi adalah Media Nusantara Citra (MNCN), dengan kenaikan 98,47% ytd, diikuti saham Tower Bersama Infrastructure (TBIG) yang melejit 87,37%. Adapun, bluechip seperti Astra International (ASII) tak memberikan capital gain karena harga sahamnya stagnan di Rp 7.400 dan Bank Mandiri (BMRI) memberi cuan 21,48%.


Kepala Riset Henan Putihrai Securities Felix Sindhunata, menuturkan, kondisi ini terkait valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah mahal. "Ketika PER IHSG tinggi seperti sekarang, maka potensi penguatan saham bluechip menjadi terbatas," jelas Felix. Alhasil, investor atau trader memburu saham lapis kedua dan ketiga.

Saat ini, price-to-earning ratio (PER) IHSG sekitar 19 kali. Ini lebih mahal ketimbang bursa Thailand dan Filipina yang berkisar 17 kali-18 kali.

Saham-saham lapis kedua dan ketiga memang menyajikan potensi return lebih tinggi ketimbang bluechip. Tapi, risiko pun tak kalah tinggi.

Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada menilai saham yang keuntungannya melompat tinggi sering dijadikan ajang spekulasi atau dikenal sebagai saham gorengan. “Kita tak tahu kapan saham-saham itu naik, pada momen seperti apa, sentimennya apa saja yang bisa mendorong harga naik,” ungkap Reza.

Dia mencontohkan saham Agis (TMPI), yang merupakan perusahaan distribusi, ritel, dan layanan purnajual elektronik. Harga saham ini tiba-tiba melesat tajam ketika memutuskan pindah bisnis inti ke sektor pertambangan. Padahal, pelaku pasar belum tahu pasti fundamental dan potensi bisnisnya. Pelaku pasar hanya tahu TMPI sudah punya tambang dan ini dijadikan ajang spekulasi.

Pelaku pasar yang tetap mau bermain di saham-saham jenis ini harus berani menanggung risiko tinggi. “Bukan investor jangka panjang. Jadi, mainnya harian,”  kata Reza.

Maraknya aksi spekulasi di saham gorengan menyebabkan analisis teknikal maupun analisis fundamental seolah tidak terpakai. Yang bisa digunakan adalah analisis momentum. “Hari ini banyak yang jual atau beli. Kalau beli, biasanya harga naik. Kalau mau masuk sebaiknya trading jangka pendek,” tutur Reza.

Felix pun memberikan tips.  Pertama, investor harus mengetahui fundamental saham tersebut, termasuk faktor manajemen perusahaan. "Ibaratnya, jangan membeli kucing dalam karung. Jika tidak mengetahui isi sebuah saham, potensi rugi cukup besar," ungkap Felix.

Kedua, investor harus menerapkan manajemen risiko secara disiplin. Ketika bermain di saham lapis kedua dan ketiga, investor sebaiknya menetapkan batas kerugian sebagai dasar memutuskan apakah melepas atau tetap memegang saham itu.

Toh, ia menyarankan agar berinvestasi di saham berfundamental bagus. Apalagi IHSG kembali mencetak rekor baru. Beberapa saham yang layak koleksi adalah UNVR, GGRM, INDF dan SMGR.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro