Saham lapis tengah dan bawah diburu MI



JAKARTA. Masih tajamnya fluktuasi sentimen di pasar global yang berepisentrum di Eropa, bisa dipastikan akan berpengaruh besar terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Kinerja reksadana beraset dasar saham, seperti reksadana saham dan reksadana campuran, bisa ikut fluktuatif.

Dalam situasi macam itu, Manajer Investasi (MI) dituntut lebih lihai dalam meracik portofolio agar reksadana berbasis saham mereka bisa memenuhi kinerja yang dijanjikan kepada pemodal. Sebagian MI mengaku tidak lagi terfokus memutar dana kelolaan di saham-saham berkapitalisasi besar atawa big caps.

Alasannya, kinerja the big caps dua tahun terakhir ini terbilang buruk. Tahun ini, MI akan memperbanyak aset di saham-saham berkapitalisasi sedang dan kecil.


Yosep Chandra, Direktur Prospera Asset Management, menuturkan, Prospera terus memantau kinerja saham-saham lapis tengah dan bawah ini. "Jika bagus kinerjanya, kami akan masuk," kata dia.

Jos Parengkuan, Presiden Direktur Syailendra Capital, mengungkapkan hal serupa. Saham-saham berkapitalisasi sedang dan kecil beberapa di antaranya terbukti bagus. Selama sahamnya likuid di pasar, Syailendra akan memutar asetnya di sana.

Mulia Santoso, Fund Manager Syailendra Capital, menambahkan, sektor saham yang menjadi incaran adalah infrastruktur dan properti. Beberapa saham yang menjadi incaran Syailendra di antaranya adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), serta PT Semen Gresik Tbk (SMGR).

Adapun saham sektor perbankan dinilai sudah tidak terlalu cemerlang. Penyebabnya, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang terus menekan bank agar menurunkan bunga kredit, berisiko menekan margin bunga bersih bank. "Jadi, kami akan kurangi saham bank," kata Jos.

Lilis Setiadi, Direktur Utama PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, mengungkapkan, pemilahan saham sebagai underlying asset reksadana saham saat ini tidak bisa didasarkan atas penilaian terhadap prospek sektor. Perlu analisis mendalam untuk membedah prospek emiten.

Sebab, menurut Lilis, tidak semua saham di sektor tertentu, memiliki prospek bagus. "Misalnya di sektor perbankan, hanya bank tertentu saja yang bagus," jelas dia.

Saham-saham berkapitalisasi sedang dan kecil juga menjadi salah satu pilihan penempatan aset reksadana Batavia. "Jika kinerja saham itu bagus," tandas dia.

Buntut BI rate

Namun, tidak semua MI tertarik menyerbu saham-saham berkapitalisasi kecil sebagai pilihan portofolio. Fadlul Imamsyah, Vice President Investment CIMB Principal Asset Management, menuturkan, saham-saham small caps perlu pengkajian lebih jauh sebelum bisa menjadi andalan MI sebagai pengerek return reksadana saham.

CIMB Principal lebih memilih saham-saham berkapitalisasi sedang. "Kalau saham berkapitalisasi kecil kami masih ragu," jelas Fadlul.

Tahun lalu, jelas Fadlul, small caps yang naik harganya adalah yang namanya belum terkenal. CIMB khawatir perdagangan saham lapis bawah tersebut tidak riil. "Atau pemainnya bukan investor publik," jelas dia.

CIMB Principal tetap memilih saham-saham sesuai prospeknya. Tahun ini, CIMB akan menyasar saham sektor infrastruktur. Penurunan BI rate berpeluang menekan bunga kredit bank sehingga bisa menggairahkan proyek-proyek infrastruktur.

Perkiraan Fadlul, saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) serta saham PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP), yang termasuk saham menengah, akan menarik tahun ini. "Potensi kenaikannya makin besar," jelas dia.

Saham sektor konsumsi juga jadi incaran. Tahun lalu, PT Mitra Adiperkasa (MAPI) dan PT Mayora Indah (MYOR) menunjukkan pertumbuhan. "Tahun ini diperkirakan juga masih akan bagus," ujar dia.

Saham menengah di sektor perbankan juga menjadi salah satu pilihan. Saham PT Bank Jabar Banten Tbk (BJBR), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), dan Bank Bukopin Tbk (BPKP). "Big caps, seperti BBCA, BMRI, BBNI, dan BBRI, potensinya masih besar," jelas Fadlul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie