KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penjualan ekspor berhasil mendongkrak laba bersih PT Mayora Indah Tbk (
MYOR) di tengah pelemahan rupiah. Namun, di satu sisi, pelemahan rupiah juga bisa membuat biaya produksi naik dan semakin memberatkan beban utang perusahaan yang dalam mata uang dollar AS. Berdasarkan laporan keuangan semester I, MYOR berhasil mencatatkan pertumbuhan pendapatan 15,19% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 10,82 triliun. Sementara, laba bersih tercatat naik lebih tinggi, yaitu 34,29% secara
year on year (yoy) menjadi Rp 735 miliar. Petumbuhan pendapatan banyak disokong oleh penjualan ekspor yang tercatat lebih besar kontribusinya pada total pendapatan. Tercatat, penjualan ekspor naik 28,4% yoy di semester I menjadi Rp 4,8 triliun. Sementara, penjualan lokal hanya tumbuh 6,6% yoy menjadi Rp 5,9 triliun.
Secara kuartalan, pendapatan MYOR turun 43% yoy menjadi Rp 276 miliar. Putri Tobing, analis Indo Premier Sekuritas Indonesia menilai, perolehan pendapatan MYOR di semester I lebih rendah dari proyeksinya. Menurut Putri, secara kuartalan, pendapatan MYOR turun karena penjualan domestik melambat. Selain itu pengeluaran operasional meningkat 69% yoy. "Jika tidak dihitung dari keuntungan
forex dari penjualan ekspor, laba bersih MYOR hanya mencapai Rp 622 miliar atau turun 15% dari perolehan laba di semester I," kata Putri dalam riset 30 Juli 2018.
Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia Bertoni Rio memproyeksikan pelemahan rupiah akan berlangsung dalam jangka panjang. Meski emiten yang memiliki orientasi ekspor dapat meraup keuntungan ketika rupiah tertekan, tantangan bisnis tetap ada. Bertoni mengatakan, dengan proyeksi pelemahan rupiah yang terjadi dalam waktu panjang, diharapkan MYOR dapat mengantisipasi beban pengeluaran dan tingginya bunga pinjaman. "Hal ini bisa saja membebani kinerja keuangan," kata Bertoni, Rabu (26/9). Mengenai penjualan lokal yang melempem, Bertoni mengatakan kesempatan mendongkrak penjualan lokal hanya bisa dilakukan saat musim libur. Pelemahan penjualan lokal bisa disiasati dengan mengurangi volume produksi khususnya pada produk yang kurang diminati masyarakat lokal sehingga tidak terjadi
oversupply di pasar. Bertoni memproyeksikan, pendapatan MYOR bisa tumbuh 15%-20% dengan
price earning ratio sebanyak lima kali. Pertumbuhan kinerja masih bisa terjadi karena adanya katalis positif seperti, penambahan produk baru, dana capex tahun ini yang sudah terealisasi 100%, dan akan membangun pabrik baru. Dalam pemberitaan Kontan sebelumnya, MYOR berencana mendirikan pbarik untuk menambah tiga lini produk biskuit dan 15 lini produk wafer. Biaya yang dianggarkan dalam membangun pabrik tersebut Rp 600 miliar. Perusahaan sektor konsumer ini mengatakan pembangunan pabrik baru dilakukan karena permintaan produk biskuit dan wafer meningkat.
Di lain sisi, kinerja MYOR belum maksimal bertumbuh karena menurut Bertoni masih terjadi
oversupply produk
consumer goods. Bertoni menilai, pergerakan harga saham MYOR termasuk stagnan dan masuk kategori tidak likuid. Meski begitu, Bertoni tetap merekomendasikan
buy. "Saham MYOR cocok untuk investor jangka panjang atau hanya menunggu dividen," kata Bertoni. Sementara, Putri merekomendasikan
sell di target harga Rp 2.700. Lakshmi Rowter, analis Mandiri Sekuritas merekomendasikan
neutral di target harga Rp 2.800 per saham. Sedangkan, Andrey Wijaya Analis RHB Sekuritas merekomendasikan
buy di target harga Rp 3.300 per saham. Kemarin, harga saham MYOR naik 2,24% ke Rp 2.740 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati