KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek emiten tambang nikel diprediksi akan lebih cerah pada semester II-2023. Estimasi ini tidak terlepas dari membaiknya margin emiten seiring dengan mulai stabilnya harga nikel dan turunannya. Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan menggunakan harga nickel pig iron (NPI ) China sebagai acuan (proxy). Menurut Hasan, harga NPI telah mencapai titik terendah sebesar US$ 13.182 per ton pada Juli 2023. Terkoreksinya harga NPI ini menyusul pelemahan sejak kuartal II-2023 karena kelebihan pasokan (
oversupply) NPI dari Indonesia. Hasan mengestimasikan harga nikel kelas 1 seperti Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan nikel matte serta nikel kelas 2 akan stabil pada sisa tahun ini, di tengah ekspektasi peningkatan permintaan baja anti karat (
stainless steel) dan prekursor baterai listrik.
Cash cost emiten juga diproyeksi stabil seiring harga batubara Indonesian Coal Index ICI yang relatif stabil.
Baca Juga: Harga CPO Dalam Tren Menurun, Berikut Saham Rekomendasi Analis Dus, mengingat harga nikel yang stabil dan adanya perbaikan margin, Hasan melihat kinerja sektor tambang logam akan didorong oleh kenaikan volume penjualan serta produksi. Dalam hal ini, Hasan menjagokan emiten yang memiliki prospek peningkatan pertumbuhan volume produksi, yaitu PT Merdeka Battery Material Tbk (
MBMA) dan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (
NCKL). Saat ini, NCKL tercatat sedang memulai proses
ramping up smelter kedua yang dijalankan oleh PT Halmahera Jaya Feronikel dengan kapasitas terpasang sekitar 95.000 ton. Mengingat masih dalam proses
ramping up, Roy Arman Arfandy, Direktur Utama NCKL mengestimasi total produksi tahun ini hanya 90.000 ton, yang berasal dari Megah Surya Pertiwi (MSP) yang memiliki kapasitas produksi 25.000 ton dan PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF) sebesar 65.000 ton. “Ini pun loncatan yang signifikan karena produksi feronikel di 2022 hanya 25.000 ton yang datang dari MSP. Tahun ini ada tambahan 65.000 ton dari HJF,” kata Roy dalam acara diskusi daring Bersama Stockbit Sekuritas, beberapa waktu lalu. Nah, tahun depan, produksi feronikel NCKL akan bertumbuh. Sebab, tahun depan HJF sudah selesai proses
rumping up dan akan mencapai
full capacity sebesar 95.000 ton. Sehingga, kapasitas produksi feronikel NCKL tahun depan mencapai 120.000 ton, yang mana mengalami peningkatan 30% dari 2023. Pada 2025, smelter ketiga yang dijalankan oleh PT Karunia Permai Sentosa (KPS) yang memiliki kapasitas 185.000 ton akan beroperasi. Sehingga, apabila produksi KPS sudah mencapai
full capacity, produksi feronikel NCKL akan mencapai 305.000 ton. “Ini loncatan signifikan yang akan mendorong pertumbuhan bisnis kami karena ada peningkatan produksi feronikel,” pungkas Roy. Sementara itu, dengan beroperasinya smelter RKEF PT Zhao Hui Nickel (ZHN), maka total kapasitas terpasang yang dimiliki MBMA akan mencapai 88.000 ton per tahun. pabrik ini akan memiliki target kapasitas terpasang 50.000 ton Ni dalam bentuk Nickel Pig Iron (NPI) per tahun.
Baca Juga: Harga CPO Lesu, Begini Rekomendasi Saham Sejumlah Analis CPO dari Analis Presiden Direktur MBMA, Devin Antonio Ridwan mengatakan, saat ini MBMA memiliki dua pabrik pengolahan (smelter) berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan nickel pig iron. Dua smelter ini dijalankan oleh PT Cahaya Smelter Indonesia dan PT Bukit Smelter Indonesia. Masing-masing smelter ini memiliki kapasitas 19.000 ton nikel per tahun, yang jika dijumlahkan menjadi 38.000 ton. Berbeda dengan MBMA dan NCKL, Hasan menilai kinerja PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) akan melemah, seiring dengan penurunan harga jual rata-rata alias
average selling price (ASP) FeNi. Untuk PT Vale Indonesia Tbk (INCO), meskipun INCO memiliki margin kas yang lebih unggul dibandingkan perusahaan
peers, Hasan memperkirakan proses divestasi sebagian saham INCO ke MIND ID akan menjadi hambatan jangka pendek bagi harga sahamnya. Hasan merekomendasikan beli saham MBMA dengan target harga Rp 1.000 dan beli saham NCKL dengan target harga Rp 1.400. Hasan juga merekomendasikan beli saham ANTM dengan target harga Rp 2.700 dan beli saham INCO dengan target harga Rp 7.000.
Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan juga merekomendasikan
buy saham ANTM dengan target harga Rp 2.800. Dia menilai, prospek ANTM didukung oleh proyek-proyek strategis yang masih on-track. Untuk diketahui, emiten pelat merah ini telah melakukan proses
tapping metal perdana (
first metal tapping) Pabrik Feronikel Halmahera Timur pada Selasa (12/9). First metal tapping merupakan rangkaian
commissioning Pabrik Feronikel Haltim dan kelanjutan dari tahapan switch-on Electric Smelting Furnace (ESF) yang telah diselenggarakan sebelumnya pada tanggal 19 Juli 2023.
First metal tapping Pabrik Feronikel Haltim merupakan tahapan ketiga dari rangkaian
commissioning yang ditargetkan akan selesai pada akhir triwulan ketiga tahun 2023 ini. “Selama proses
commissioning, ANTM senantiasa memastikan kestabilan dan keselamatan operasi pabrik. Dengan dilaksanakannya proses
first metal tapping, selanjutnya ANTM akan mulai mempersiapkan produksi komersial,” terang Direktur Pengembangan Usaha Aneka Tambang I Dewa Wirantaya dalam siaran pers, Kamis (14/9). Sebagai gambaran, Pabrik Feronikel Haltim milik ANTM berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara. Pabrik ini akan memiliki kapasitas produksi sebesar 13.500 ton nikel dalam feronikel (TNi). Selain proyek smelter Feronikel Halmahera berkapasitas 13.500 ton, ada juga pembangunan Smelter Bauksit Mempawah Grade Alumina Refinery (SGAR). Kemudian, ANTM juga sudah menandatangani perjanjian pembelian saham bersyarat (CSPA) dengan Hong Kong CBL Limited (HKCBL) untuk kepemilikan sebagian saham anak perusahaan ANTM yaitu PT Sourcedaya Arindo untuk proyek pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia. Felix masih mempertahankan prospek positif terhadap ANTM yang didukung oleh solidnya harga komoditas, beroperasinya smelter feronikel Halmahera Timur.
"Serta tingginya minat masyarakat untuk berinvestasi pada logam mulia, terutama emas,” kata Felix kepada Kontan.co.id, Senin (18/9).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi