KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Saham perbankan terlihat kompak bergairah dan turut menopang pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Jumat (22/11) . Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat di perdagangan terakhir pekan ini, yaitu pada Jumat (22/11), IHSG naik 0,77% atau 54,65 poin ke 7.195,56 hingga akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). IHSG tercatat menguat 0,48% dalam sepekan terakhir dan turun 6,49% dalam sebulan terakhir. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG turun 1,06%.
Setelah berhari-hari menjadi pemberat IHSG, sejumlah saham bank jumbo berbalik menyokong kenaikan IHSG pada Jumat kemarin.
Baca Juga: IHSG Dibayangi Berbagai Katalis Negatif, Cermati Peluang Window Dressing Akhir Tahun Saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (
BRIS) menjadi yang paling kencang penguatannya, yakni mencapai Rp 9,67% ke posisi Rp 2.950/saham. Di susul PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI) melesat 3,53% ke Rp 4.400/saham, PT Bank Negara Indonesia (
BBNI) naik 2,54% ke level Rp 4.840/saham. Sedangkan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi saham yang paling minor penguatannya, yakni sebesar 1,63% menjadi Rp 6.250/saham. Saham bank besar berhasil bangkit dan bergerak sumringah setelah pasar kembali optimis bahwa proyeksi pemangkasan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) kembali mencuat. Optimisme pasar akan prospek pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini terjadi seiring data ekonomi AS yang menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi terbesar di dunia tersebut. Di lain sisi, keputusan Bank Indonesia (BI) yang kembali menahan suku bunga acuannya juga turut menopang saham perbankan raksasa pada perdagangan Jumat kemarin. Dewan gubernur Bank Indonesia kembali memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate pada November 2024 di level 6%. Demikian juga untuk suku bunga
deposit facility sebesar 5,25% dan suku bunga
lending facility sebesar 6,75%.
Baca Juga: Saham Big Caps Perbankan Ini Banyak Ditadah Asing Saat IHSG Terkoreksi, Rabu (20/11) Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, keputusan ini ditempuh sebagai upaya BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dari dampak semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian global, seusai kembali terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat. Dibalik volatilitas saham perbankan,
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menilai, sejauh ini memang karena penurunannya juga sudah cukup dalam yang membuat valuasinya kian semakin menarik. "Apabila seperti yang kita ketahui, bahwa biasanya di penghujung tahun, saham saham perbankan cenderung mengalami kenaikkan sehingga pelemahan ini bisa di katakan waktu yang tepat untuk melakukan akumulasi secara bertahap. Namun perlu di perhatikan sentimen dan momentum yang ada, supaya kita bisa membeli di harga murah," ungkap Nico kepada Kontan.co.id, Minggu (24/11). Selain itu Nico juga menyarankan untuk memperhatikan juga durasi investasi dari investor, ada yang jangka pendek dan ada yang jangka panjang, sehingga bisa menentukan waktu yang tepat untuk masuk dan menjual. Nico menjelskan, BMRI Saat ini secara teknikal analisa, sudah berada level
oversold, sehingga ada kemungkinan potensi naik yang cukup besar dengan
support Rp 6.150. Kemudian, BBRI Saat ini secara teknikal analisa, sudah berada level
oversold, sehingga ada kemungkinan potensi naik yang cukup besar dengan
support Rp 4.250. "Adapun BBNI saat ini secara teknikal analisa, sudah berada level
oversold, sehingga ada kemungkinan potensi naik yang cukup besar dengan
support Rp 4.660, dan BBCA saat ini secara teknikal analisa masih ada kemungkinan untuk mengalami penurunan, dengan
support kuat di Rp 9.760," katanya.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Pilihan di Tengah Sentimen Kebijakan Suku Bunga BI Sementara untuk valuasi jangka panjng Nico menyarankan BMRI
buy dengan target pasar Rp 8.000, BBRI TP Rp 5.650, BBNI TP Rp 6.450, BBCA TP Rp 12.000. Di sisi lain, Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki melihat, akumulasi saham perbankan terutama
big bank cukup menarik. "Namun sebaiknya bertahap. Karena konflik Rusia-Ukraina yang meningkat bisa jadai katalis negatif yang cukup kuat," ujar Yaki. Ia juga merekomendasikan saham
big bank bisa
accumulative buy saat koreksi. Menurutnya, harga saat ini jika ingin
entry juga bisa secara bertahap. Yaki menyarankan,
BBCA trading buy dengan target di Rp 11.050,
BBRI trading buy target Rp 4.860,
BBNI buy target Rp 6.075,
BMRI buy target Rp 7.250. Saham Bank memiliki oportunity yang besar untuk menjadi bagian daripada aksi
window dressing pada Desember ini. Atau memang sebenarnya bisa dimulai pada November ini ya, kalau misalnya pergerakan IHSG bisa berada di atas 7170. Adapun Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas mengatakan, saham perbankan memiliki
oportunity yang besar untuk menjadi bagian daripada aksi
window dressing pada Desember ini, dan sebenarnya bisa dimulai pada November ini jika pergerakan IHSG bisa berada di atas Rp 7.170. "Prospek saham perbankan kedepan juga terkait dengan The Fed. Jika The Fed mengacu pada data-data makroekonomi Amerika Serikat kedepan, kalau supportif misalnya nanti tidak ada indikasi terjadinya peningkatan Non-Farm Payroll yang diatas ekspektasi, maka The Fed pada bulan Desember memang berpeluang untuk menekan suku bunga acuan," jelasnya.
Baca Juga: Saham-Saham Ini Banyak Dipungut Asing Saat IHSG Terkoreksi Kemarin, Kamis (21/11) Menurutnya, dengan hal tersebut otomatis BI juga akan menerapkan kebijakan serupa, kebijakan pelonggaran monetar dan menekan suku bunga acuan yang akan memicu katalis positif terhadap emiten-emiten perbankan. Karena kata Nafan, implikasinya adalah
the reduction of borrowing cost juga bisa memicu terjadinya peningkatan permintaan kredit dan juga perbankan bisa mampu menjalankan ekspansi kredit, serta mitigasi risiko yang dijalankan oleh perbankan bisa efektif dalam merendam kenaikan Non-Performing Loan.
"Belum lagi nanti akan ada Nataru yang akan mendorong kredit konsumer. Juga ada harapan pada peresmian Danantara yang nanti akan memberikan benefit bagi emiten-emiten perbankan BUMN maupun juga emiten-emiten BUMN lainnya yang tergabung di dalamnya. Supaya bisa memperkuat likuiditas merek, karena dibanjir oleh
capital inflow, dan
performed investment," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih