KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan saham-saham perbankan memasuki bulan Juni 2022 tidak tampak menggembirakan. Pada penutupan perdagangan Kamis (2/6), saham bank-bank besar rontok berjamaah. Berdasarkan data RTI, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) ditutup terkoreksi 2,3% ke level Rp 7.575. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) melorot 3,2% ke level Rp 4.480, lalu saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) turun 3.5% ke level Rp 8.200. Kemudian, saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) anjlok 3,5% ke Rp 8.850, dan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) koreksi 1,5% ke level Rp 1.675 per saham. Tren pergerakan saham-saham bank ini dalam sebulan terakhir, pasca libur Lebaran, memang menurun. Dalam sebulan terakhir, BBCA tercatat telah koreksi 6,8%, BBRI 8%, BMRI 8,4%, BBNI 4,1% dan BBTN 9,2%.
Padahal, kinerja bank-bank ini cukup bagus di kuartal I 2022 dengan pertumbuhan laba tinggi. Pernyaluran kredit mereka semakin meningkat dengan rasio kredit bermasalah (non peforming loan/NPL) masih terjaga.
Baca Juga: Catatkan Pertumbuhan Kinerja pada Kuartal I, Intip Rekomendasi Saham ICBP Berikut Ini Hingga April 2022, kredit perbankan nasional tumbuh 9,1% secara year on year (YoY). Kredit bank besar telah melampaui pertumbuhan industri. BCA misalnya secara bank only mencatat kredit tumbuh 11,6% YoY, Bank Mandiri tumbuh 12,2% YoY, dan BRI tumbuh 9,75%. Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo, Maximilianus Nico Demus melihat, prospek saham perbankan masih sangat positif sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional yang terus berlanjut. Menurutnya, terkendalinya kasus Covid-19 menjadi gambaran akan keyakinan bahwa perekonomian akan jalan lebih baik. "Fundamental ekonomi yang kian membaik jadi faktor pendukung petumbuhan kredit dan ini merupakan sentimen positif terhadap aktivitas bisnis bank," kata Nico kepada Kontan.co.id, Kamis (2/6). Nico bilang, hampir seluruh bank mencatat kinerja positif pada tiga bulan pertama tahun ini, baik yang bermain si segmen B2B, ritel, maupun UMKM. Bahkan, bank digital yang sudah memiliki ekosistem bisnis juga sudah mencatat perbaikan kinerja. Oleh karena itu, Nico masih merekomendasikan beli untuk saham BBCA dengan target harga Rp 8.359, BMRI dengan target harga Rp 9.169, BBRI dengan target harga 5.199, BBNI dengan target harga Rp 9.192 dan BBTN dengan target harga Rp 2.206. Namun, potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ke depan diperkirakan akan memberikan dampak tekanan terhadap saham perbankan jangka pendek. "Hanya saja kenaikan suku bunga itu biasanya cuma menyebabkan culture shock sesaat saja. Semua akan pulih baik jangka memengah maupun panjang," imbuh Nico.
Baca Juga: Jasa Marga (JSMR) Bukukan Kinerja Positif, Berikut Rekomendasi Samuel Sekuritas Sementara Rena Kwok, analis kredit Bloomberg Intelligence dalam risetnya 20 Mei 2022 memandang profil risiko bank-bank besar masih berat tahun ini meskipun ekonomi perlahan pulih. Risikonya termasuk kemungkinan debitur yang diberi relaksasi restrukturisasi Covid-19 gagal bangkit dan resiko kredit BUMN di tengah keniakn inflasi. " Tetapi risiko ini dapat diimbangi dengan ketentuan dan modal yang cukup," tulis Rena. Bank-bank besar telah melakukan pencadangan di atas 200% pada kuartal I untuk mengantisipasi resiko kredit saat relaksasi restrukturisasi covid-19 dicabut. Relaksasi restruktrisasi itu meengurangi tekanan NPL perbakan sejauh ini namun mengaburkan gambaran jelas tentang profil resiko kredit. Menurut Rena, BRI yang punya rekam jejak yang kuat di UMKM bisa meneka resiko kredit meskipun saat ini tercatat memiliki kredit restrukturisasi Covid-19 terbesar. Apalagi provisi bank ini juag cukup tinggi. Sementara BCA dilihat memiliki resiko lebih rendah karena rasio NPLnya lebih kecil dari bank lain. Rena mendorong agar bank perlu memonitoring NPL di segmen kredit korporasi. Naiknya biaya pinjaman, di samping kenaikan inflasi, dapat menjadi risiko bagi perusahaan BUMN yang terbebani utang kepada perbankan meskipun momentum kredit positif dan aktivitas ekonomi membaik di awal tahun. Ketahanan bank-bank besar Indonesia tetap kuat terhadap kemungkinan depresiasi rupiah yang parah menurut Rena. Pasalnya, eksposur mata uang asing tanpa lindung nilai yang relatif rendah dan penyangga risiko yang sehat. Dari sisi permodalan, ia melihat bank-bank besar cukup kuat dengan CAR tertinggi di Asia. Permodalan itu juga didukung oleh prospek profitabilitas yang tangguh pada tahun 2022 dan suntikan modal yang direncanakan beberapa bank. "Rasio Tier I BRI dan BCA sekitar 24% pada kuartal I memimpin permodalan diantara bank lainnya," kata Rena.
Baca Juga: Keuntungan Surya Citra Media (SCMA) Berpotensi Tertekan, Ini Rekomendasi Analis Harsh Wardhan Modi, analis JP Morgan dalam risetnya pada 21 April 2022, mempertahankan rekomendasi netral terhadap saham BBCA dengan target harga Rp 8.500 sampai akhir tahun. Target itu didasarkan pada penilaian harga P/B wajar 4,20x dengan ROE 17,9%, tingkat bebas risiko 6,0%, biaya ekuitas 9,6% dan pertumbuhan jangka panjang 7,0%. Rasio dana murah BCA yang tinggi sebesar 79% dinilai membuat resiko perseroan lebih kecil dari sisi aset. Posisisi itu membuat bank ini bisa memberikan kredit yang lebih bersaing kepada nasabahnya.
Akibatnya, BCA telah memberikan volatilitas pendapatan yang relatif rendah dan meraih kelipatan premium. "Namun, penantang digital cenderung memanfaatkan kekuatan inti ini dari waktu ke waktu," tulis Harsh. Likuditas BCA yang kuat memberikan perseroan ruang ekspansi kredit cukup besar. JP Morgan memproyeksi kredit BCA akan tumbuh 14% tahun ini.
Baca Juga: BSI (BRIS) Menebar Dividen Rp 757 Miliar, Ini Jadwalnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat