KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) terjungkal usai bergerak menanjak dalam empat perdagangan beruntun. IHSG balik badan dengan bergerak di zona merah sepanjang perdagangan Kamis (22/8) yang ditutup turun 0,87% ke level 7.488,68. Pelemahan IHSG ini bertepatan dengan memanasnya suhu politik dalam negeri akibat kisruh peraturan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) antara keputusan Mahkamah Konstiusi (MK) vs Dewan Perwakilan rakyat (DPR). Sebelumnya, IHSG berhasil berkali-kali menembus level tertinggi baru (
all time high) hingga mendekati level psikologis 7.600, tepatnya di 7.594,54. Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengamati IHSG berhasil menembus
all time high karena didorong oleh sejumlah faktor. Dari eksternal, sentimen utama datang dari menguatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pasca rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS).
Dari dalam negeri, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat dan kembali bergerak stabil. Selain itu, pasar tampak merespons positif Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2025 dengan asumsi yang cukup optimistis di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Baca Juga: Saham Astra International (ASII) Mulai Bangkit, Simak Rekomendasinya Kombinasi dari berbagai sentimen itu juga membuat aliran dana dari investor asing (
capital inflow) kembali mengalir. "Selain faktor kebijakan moneter dan ekonomi makro, kami melihat transisi pemerintahan baru juga mempengaruhi sikap investor saat ini," ujar Audi kepada Kontan.co.id, Kamis (22/8). Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengamini
capital inflow menjadi faktor penting pendongkrak IHSG, yang sekaligus mencerminkan keyakinan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia. Namun, Hendra memberikan catatan bahwa tensi politik yang memanas dalam polemik aturan Pilkada membuka potensi tekanan terhadap pasar. "Sentimen politik ini bisa memengaruhi minat pelaku pasar, meski dampaknya kemungkinan besar hanya bersifat sementara. Kecuali jika ketidakstabilan politik berlanjut atau memburuk," kata Hendra. Menurut Hendra, sentimen eksternal secara umum sebenarnya cenderung positif. Terutama dengan adanya ekspektasi The Fed akan menurunkan suku bunga pada bulan September, yang kemungkinan besar akan diikuti oleh Bank Indonesia.
Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.488 Hari Ini (22/8), Net Buy Asing Mencapai Rp 1,26 Triliun Namun, Hendra mengingatkan kebijakan moneter dan makro ekonomi bukan menjadi satu-satunya sentimen. Sebab, pada akhir tahun ini faktor politik punya peran krusial, khususnya saat transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto pada bulan Oktober, lalu Pilkada Serentak pada bulan November. "Stabilitas politik adalah salah satu fondasi utama bagi kepercayaan investor, baik domestik maupun asing. Ketika situasi politik menjadi tidak stabil atau ada ketidakpastian, meski secara makroekonomi berpeluang menjanjikan, investor cenderung mengambil sikap lebih hati-hati," terang Hendra. Di sisi lain, Hendra menilai secara teknikal koreksi IHSG setelah mencapai level tertinggi merupakan hal wajar. Level
support penting saat ini berada di area 7.466, sementara
resistance terdekat di 7.600. Jika IHSG dapat bertahan di atas level
support tersebut, maka masih bisa dianggap koreksi sehat. Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus sepakat, koreksi saat ini masih dalam tahap wajar. Hitungan dia,
support penting IHSG berada di level 7.370 dan
resistance di area 7.600.
Baca Juga: IHSG Turun 0,87% dari Level Tertinggi, UNTR, ADRO, AMMN Top Gainer LQ45, Kamis (22/8) Daniel menaksir, sentimen dari gonjang-gajing Pilkada akan berlangsung sementara. "Investor akan lebih mencermati kebijakan ekonomi apa yang akan dibawa oleh pemerintah baru nanti," imbuh Daniel. Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menghitung support penting IHSG saat ini berada di area 7.454, dengan
resistance di level psikologis 7.600. Jika terjadi koreksi, William melihat ini menjadi peluang bagi investor untuk menerapkan strategi
buy on weakness. Sementara itu, Audi melihat selama IHSG masih bergerak di atas level 7.425, maka penurunan yang terjadi masih tergolong koreksi wajar. Jika bertahan, IHSG berpotensi menguat menuju
resistance di level 7.630 hingga akhir Agustus 2024. Hingga tutup tahun 2024, Audi masih optimistis IHSG bisa bergerak dalam rentang 7.600 - 7.700. Catatan Audi, stabilitas politik akan menjadi faktor krusial yang memengaruhi kepercayaan investor dan kondisi pasar.
Baca Juga: BMRI, BBTN, dan BBNI Turun Lebih dari 2% pada Selasa (22/8), Cek Emiten Bank LQ45 Ini Meski pada saat bersamaan, kebijakan moneter dan perkembangan makro ekonomi tetap menjadi sentimen yang dominan. Strategi untuk saat ini, investor masih layak
hold atau ambil posisi
trading buy jangka pendek. Audi merekomendasikan
trading buy saham PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) dan PT Astra Otoparts Tbk (
AUTO), dengan target harga Rp 2.990 dan Rp 2.640. Kemudian
speculative buy saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI) dan buy meski ada tekanan dari sentimen politik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI), untuk target harga Rp 7.500 dan Rp 5.500.
Sedangkan Hendra melihat meski ada tekanan dari sentimen politik, prospek jangka menengah IHSG masih positif untuk menuju level 7.800 di akhir tahun. Dalam posisi saat ini, Hendra menyarankan
trading secara selektif. Hendra menyematkan rekomendasi
buy pada saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS) dengan target harga Rp 1.780 per saham, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (
JPFA) dengan target harga Rp 1.750 per saham, dan PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) dengan target harga Rp 1.540 per saham. . Daniel melirik saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO), PT Harum Energy Tbk (
HRUM) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (
MAPI). Sedangkan William menjagokan saham PGAS, PT Astra International Tbk (
ASII), PT Bumi Serpong Damai Tbk (
BSDE), PT Summarecon Agung Tbk (
SMRA), dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (
JSMR). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati