Saham Pilihan Pengelola Dana Global di Pasar Saham Asia



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Era suku bunga tinggi yang bertahan lebih lama dari prediksi semula akan membuat saham di Asia makin ditinggalkan investor asing. Menurut data Bloomberg, di pekan terakhir April 2024, asing telah melepas saham senilai lebih dari US$ 7 miliar, sekitar Rp 113,69 triliun. Ini terjadi di negara berkembang Asia, tanpa memperhitungkan China. 

Ini efek dari respons pasar terhadap potensi mundurnya pelonggaran kebijakan moneter The Fed, yang diprediksi baru terlaksana di November 2024. Rencana ini jauh berbeda dari prediksi pasar sebelumnya, yang memperkirakan ada enam kali pemotongan suku bunga pada tahun ini. 

Baca Juga: BI Perkirakan The Fed Hanya Akan Turunkan Suku Bunga Satu Kali, di Akhir Tahun Ini


Kondisi ini akan membuat prospek obligasi dan saham suram. Hanya obligasi negara Amerika Serikat (AS) yang akan dianggap sebagai aset menarik. "Suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka lama dapat menghambat aliran modal ke pasar keuangan Asia," terang Gary Tan, Manajer Portofolio Allspring Global Investments, sebagaimana dikutip Bloomberg, kemarin.

Dalam kondisi ini, menurut Tan, beberapa sektor yang menarik adalah sektor yang fokus pada pasar domestik. "Beberapa sektor yang fokus pada domestik menjadi aset yang aman, seperti saham infrastruktur di India, saham yang jadi penerima manfaat reformasi di Korea Selatan serta sektor konsumen dan utilitas domestik di China," papar Tan. 

Rekor terendah

M&G Investment Management juga menyebut tertarik dengan valuasi saham China dan Hong Kong yang telah mendekati rekor terendah. Saham di China dan Hong Kong kembali bangkit setelah pemerintah mampu mengendalikan inflasi dan menghidupkan kembali ekonomi. 

Tanda membaiknya ekonomi juga terlihat dari pendapatan perusahaan yang membaik. Investor juga kembali berinvestasi ke aset yang dulunya dihindari. "Pengelola dana global telah mengubah pandangan terhadap saham China dari underweight menjadi netral," papar tim strategi HSBC Holdings Inc dalam riset. UBS Group AG juga telah mengubah pandangan atas pasar saham China dari netral jadi overweight

Baca Juga: Harga Bitcoin Stagnan di Bawah US$ 65.000 Pasca Halving, Simak Proyeksi ke Depannya

Jepang juga jadi incaran pengelola dana. Manajer Keuangan Fidelity Internasional George Efstathopoulos menyebut, saham yang menarik di Jepang adalah yang terkait dengan ekspor dan pariwisata. "Ini didukung pelemahan yen dan peningkatan permintaan global," kata dia. 

Perbankan Jepang juga akan mulai menuai efek kenaikan yield obligasi pemerintah. Peralihan kebijakan bank sentral Jepang secara bertahap menciptakan peluang bagi saham sektor keuangan. 

Di Korea Selatan, sektor yang dianggap menarik adalah cip. "Kami sangat menyukai saham Korea berkat pemulihan ekspor, didukung peningkatan pertumbuhan semikonduktor, permintaan AS serta tren penurunan di China," kata Zijian Yang, Kepala Multi Aset Asia Pasifik AllianzGI.

Investment Specialist JPMorgan Asset Jin Yuejue menyebut India juga menarik. Daya tariknya ada di basis konsumen yang besar.

Negara ini juga memiliki kemampuan manufaktur tinggi. "Negara ini menonjol dengan konsumsi domestik dan demografi yang kuat serta makro stabil," kata Jin. Terlebih saat ini banyak perusahaan global yang mengamankan rantai pasok ke India. 

Baca Juga: BI Perkirakan The Fed Hanya Akan Turunkan Suku Bunga Satu Kali, di Akhir Tahun Ini

Editor: Avanty Nurdiana