KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menilai pasar saham Indonesia masih menjadi salah satu tujuan investasi paling menarik di kawasan
emerging market. Menurutnya, valuasi saham Indonesia saat ini relatif
undervalued dibandingkan pasar Amerika Serikat yang sudah berada di level mahal. “Emerging market, termasuk Indonesia, masih undervalued dibandingkan US equities. Secara historis, posisinya sudah mendekati level terendah sejak krisis global awal 2000-an, sehingga peluang kenaikannya masih besar,” ujar Liza dalam acara Market Outlook 2026 & Emiten Chat bersama Kiwoom Sekuritas Indonesia dan INET, Kamis (18/12/2025).
Meski proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 diperkirakan masih di bawah 5%, Liza menilai prospek jangka panjang tetap solid. Ia menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang memproyeksikan Indonesia menjadi ekonomi terbesar keempat dunia pada 2075, setelah China, India, dan Amerika Serikat. Dari sisi kebijakan, Liza menilai efek kepemimpinan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa cukup signifikan terhadap pasar. Sejak menjabat pada September 2025, pemerintah telah mengucurkan likuiditas Rp276 triliun ke bank-bank Himbara untuk mendorong penyaluran kredit, disertai kebijakan pelonggaran likuiditas dari Bank Indonesia senilai Rp400 triliun.
Baca Juga: IHSG Menguat Tipis ke 8.678,3 di Sesi Pertama, Top Gainers LQ45: INCO, ADRO, MBMA “Koordinasi fiskal dan moneter cukup solid. Pemerintah tetap menjaga defisit APBN di bawah 3% PDB, dengan target pertumbuhan ekonomi 5,4% pada 2026 dan inflasi 2,5%,” kata Liza. Namun demikian, ia mengingatkan sejumlah tantangan struktural yang masih perlu diwaspadai. Di antaranya reformasi kebijakan pajak yang belum optimal, tingginya kredit yang belum tersalurkan di perbankan, tekanan terhadap margin bunga bersih (NIM), serta potensi kenaikan kredit bermasalah (NPL) akibat ekspansi kredit yang agresif. “Likuiditas sudah disuntikkan dan dampaknya sejauh ini positif. Tapi efektivitasnya baru benar-benar teruji tahun depan, apa dana tersebut bisa terserap menjadi kredit produktif atau tidak,” ujarnya. Untuk pasar modal, Liza menyoroti sejumlah wacana reformasi seperti peningkatan free float minimum, perluasan market maker, penguatan perlindungan investor ritel, hingga dorongan agar saham-saham domestik lebih index worthy di MSCI dan FTSE Russell. Langkah tersebut dinilai penting untuk menarik arus dana pasif asing dan memperdalam likuiditas pasar.
Baca Juga: IHSG Menguat ke 8.718,2 di Pagi Ini (18/12), Top Gainers LQ45: ADRO, MBMA, EXCL Dengan berbagai faktor tersebut, Kiwoom Sekuritas memproyeksikan IHSG berpotensi melanjutkan tren kenaikan jangka menengah-panjang. “Jika tren ini tetap terjaga, IHSG berpeluang mencapai level 10.000 hingga 10.200 pada 2026,” ujar Liza. Meski arus dana asing masih mencatatkan net sell sekitar Rp26 triliun secara year to date, Liza menilai trennya mulai membaik. Sejumlah saham yang masuk indeks MSCI seperti BRMS, AMMN, dan BREN tercatat mulai menarik aliran dana masuk.
Untuk strategi investasi 2026, Kiwoom Sekuritas merekomendasikan saham-saham dari sektor konsumer, perbankan, telekomunikasi, energi, dan infrastruktur, di antaranya JPFA, KLBF, SSMS, TLKM, JSMR, ASII, BBNI, dan BBCA, dengan pendekatan selektif dan jangka menengah hingga panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News