KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 0,54% dan bertengger di level 7.520,60 pada Jumat (11/10). Namun, dalam sebulan IHSG masih terkoreksi 3,56%. Penurunan IHSG itu terseret tekanan pada sejumlah saham berkapitalisasi pasar besar (big cap). Meski ada penyesuaian, tapi bobot saham-saham big cap tetap dominan terhadap laju IHSG. Adapun, sejumlah saham big cap yang sempat naik belakangan ini sedang melandai. Secara bersamaan, ada beberapa saham big cap yang kinerjanya masih tertinggal (laggards).
Penurunan signifikan dalam sebulan terakhir dialami saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) usai terpental dari indeks Financial Times Stock Exchange (FTSE) Russell. BREN ambles dari level tertinggi di area Rp 11.900, kini berada di Rp 6.500 per saham. Market cap BREN pun terseret turun ke bawah level Rp 1.000 triliun, tepatnya di Rp 870 triliun. Meski begitu, saham emiten milik taipan Prajogo Pangestu ini masih kokoh di posisi kedua emiten dengan market cap terbesar di BEI.
Baca Juga: Pekan lalu Menguat 0,33%, Simak Proyeksi IHSG untuk Senin (14/10) Saham big cap lain yang melandai dalam sebulan terakhir adalah PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA). Di sisi lain, sejumlah saham di jajaran Top 10 market cap masih berada di posisi laggard secara year to date. Mereka adalah PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bayan Resources Tbk (BYAN), dan PT Astra International Tbk (ASII). Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengamati posisi market cap emiten tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fundamental, melainkan juga terpengaruh oleh persepsi investor atau psikologis pelaku pasar. Dus, pergerakan saham-saham big cap secara umum sensitif terhadap dinamika pasar. "Jadi, ketika kondisi atau sentimen yang ada mengarah ke positif, maka saham-saham big cap akan diburu karena sifatnya sebagai leading stocks. Begitu juga sebaliknya," kata Reza kepada Kontan.co.id, Minggu (13/10). Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menambahkan, arus dana dari investor asing juga memengaruhi saham-saham big cap. Aliran dana keluar (capital outflow) cukup deras. Terutama sejak muncul sentimen dari stimulus ekonomi di China, yang menarik inflow ke pasar Negeri Panda tersebut. Faktor lain yang menekan saham big cap adalah aksi profit taking. Pasca sejumlah saham big cap mendaki dan IHSG mencapai rekor tertinggi (all time high). Kemudian, ada sikap wait and see dari pelaku pasar menjelang transisi pemerintahan, dimana presiden baru akan dilantik 20 Oktober mendatang. Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi mengamini, pelantikan presiden baru dan penyusunan kabinetnya bakal menjadi faktor penting yang menentukan sikap para investor. Dari faktor eksternal, ada sentimen ketidakpastian global terkait tensi geopolitik di Timur Tengah serta arah pemangkasan suku bunga acuan, terutama kebijakan The Fed berikutnya. Audi melihat peluang saham big cap akan kembali menarik pasca pelonggaran kebijakan moneter. Terlebih, jika The Fed melakukan pemangkasan suku bunga sesuai target hingga akhir tahun yang akan kembali mendorong capital inflow. Sentimen lain yang berpeluang mendorong laju saham big cap adalah antisipasi pelaku pasar terhadap musim rilis laporan keuangan kuartal III-2024. "Kami memperkirakan kinerja big caps yang masih tumbuh positif akan menjadi pendorong laju dan inflow asing kembali," imbuh Audi.
Peluang Buy on Weakness
Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah sepakat, musim rilis laporan keuangan akan menjadi sentimen pendongkrak bagi saham big cap. Khususnya bagi emiten yang kinerjanya berpeluang tumbuh, atau masih punya prospek menarik hingga tutup tahun 2024. Dus, koreksi pada sejumlah saham big cap bisa menjadi peluang untuk mengoleksi secara selektif dan bertahap. Di antara big cap yang masih laggards, Fath melirik saham BBRI dan ASII.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Pekan Depan Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menyoroti posisi jual bersih (net sell) investor asing efek dari stimulus ekonomi China masih akan menjadi sentimen penekan. William menaksir potensi pelemahan saham big cap masih ada, tapi diperkirakan sudah cenderung terbatas. Dus, posisi saham big cap saat ini justru menarik untuk menerapkan strategi buy on weakness. William menyematkan rekomendasi buy untuk saham BBRI, TLKM dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Kemudian, wait and see terhadap saham BREN dan AMMN. Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih turut memprediksi sejumlah saham big cap berpotensi mengalami rebound. Ratih melihat sektor perbankan sebagai pilihan menarik, dengan katalis menjelang rilis kinerja keuangan dan rencana insentif di sektor properti. Sektor lain yang layak dicermati adalah big cap di sektor barang baku, khususnya tambang mineral-logam serta sektor properti. Di antara barisan saham big cap, Ratih menjagokan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan target harga pada resistance Rp 7.300.
Baca Juga: Saham-Saham Big Caps Masih Banyak Dilepas Asing di Akhir Pekan Ini Reza turut menjagokan big cap perbankan dengan pilihan pada saham BBRI, BBNI dan BMRI. Sementara Audi menyarankan buy saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), BMRI, BBRI dan TLKM, dengan target harga masing-masing di Rp 11.150, Rp 7.200, Rp 5.900 dan Rp 3.750. Daniel juga melihat peluang buy on weakness pada saham big cap berbankan yakni BBRI dan BMRI. Rekomendasi lainnya adalah buy on weakness BREN, terutama jika ada aksi lanjutan dari Prajogo Pangestu yang akan kembali membawa daya tarik bagi pasar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat