KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Krisis energi global yang memicu kekhawatiran peningkatan inflasi dan kekhawatiran krisis utang Evergrade telah membuat saham-saham di Bursa Asia berguguran pada perdagangan Selasa (12/10). Sementara imbal hasil terasury tetap bertahan kuat. Dua faktor itu telah menambah sentimen negatif bagi para investor pasar modal di tengah penantian laporan keuangan kuartal III 2021 dari perusahaan-perusahaan AS. China Evergrade Group melewatkan putaran ketiga pembayaran kupon obligasi dalam tiga minggu. Ini semakin meningkatkan kekhawatiran pasar bahwa kasus gagal bayar utang bisa merembet ke pengembang properti lainnya.
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,9%. Bursa China juga ikut melorot. Indeks CSI300 blue-chip China turun 1,52%, sedangkan sub-indeks batubara turun 3,8% di tengah upaya pemerintah untuk mendesak perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan output. Di Hong Kong, indeks Hang Seng (HSI) turun 1,3%, terseret oleh raksasa teknologi. Indeks saham Nikkei Jepang (.N225) turun 0,79%. Sedangkan saham Australia (.AXJO) turun 0,26%.
Baca Juga: Wajah bursa Asia beragam pagi ini, harga minyak membayangi pasar "Banyak pelaku pasar dalam posisi wait and see saat ini. Investor fokus mencermati apakah ada tindakan dari pemerintah China untuk membantu menyelesaikan masalah utang Evergrande," kata Zhang Zihua, Kepala Investasi Beijing Yunyi Asset Management dikutip
Reuters, Selasa (12/10). Reuters melaporkan sebelumnya bahwa beberapa pemegang obligasi Evergrande belum menerima pembayaran kupon dari obligasi sebesar US$148 juta hingga jatuh tempo pada Selasa (12/10). Saingannya, Modern Land dan Sinic Holdings juga menjadi pengembang terbaru yang berebut untuk menunda tenggat waktu pembayaran obligasi. Indeks utama Wall Street mengakhiri sesi berombak lebih rendah pada Senin (11/10) karena investor menjadi gugup menjelang musim pelaporan pendapatan kuartal ketiga, yang akan dimulai dengan hasil JPMorgan Chase & Co (JPM.N) pada hari Rabu. Beberapa analis memperkirakan perusahaan akan melaporkan pertumbuhan yang melambat karena hambatan rantai pasokan dan kenaikan harga. Mereka memperingatkan bahwa ini dapat menyebabkan penurunan saham AS. Saham JPMorgan turun 2,1% dan merupakan salah satu hambatan terbesar pada S&P 500, yang turun 0,69% menjadi 4.361,19. Dow Jones Industrial Average turun 0,72% sedangkan Nasdaq Composite turun 0,64%. Setelah data AS minggu lalu menunjukkan pertumbuhan pekerjaan yang lebih lemah dari yang diharapkan pada bulan September, fokus pelaku pasar saat ini bergeser ke angka inflasi dan penjualan ritel minggu ini. "Ekonomi tampaknya memasuki fase siklus yang lebih menantang dan kami pikir investor dan perusahaan akan memantau bagaimana data ekonomi dan hasil pendapatan turun sebelum membuat penilaian arah jangka pendek," kata analis ANZ dalam risetnya.
Investor juga mengharapkan Federal Reserve untuk mulai memperketat kebijakan dengan mengumumkan pengurangan pembelian obligasi besar-besaran bulan depan. Prospek percepatan inflasi dan kebijakan moneter yang lebih ketat mengangkat imbal hasil obligasi. Imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun benchmark naik menjadi 1,6137% sementara imbal hasil dua tahun juga naik menjadi 0,3499%. Emas, biasanya dilihat sebagai lindung nilai terhadap inflasi, sedikit lebih tinggi. Spot emas diperdagangkan pada $ 1761,37 per ounce. Harga minyak memperpanjang kenaikan selama berminggu-minggu yang dipicu oleh rebound permintaan global yang berkontribusi terhadap kekurangan energi di negara-negara dari Eropa hingga Asia. Minyak mentah AS naik 0,32% menjadi $80,78 per barel. Minyak mentah Brent naik menjadi $83,98 per barel.
Editor: Herlina Kartika Dewi