KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak seperti tahun lalu, tahun 2023 menjadi tahun yang kurang menggembirakan bagi saham berbasis energi. Ini tercermin dari saham sejumlah emiten pertambangan batubara yang terkoreksi sejak awal tahun atau secara
year-to-date (YtD). Ambil contoh, saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO) yang sejak awal tahun longsor 25,97%. Saham anak usahanya, yakni PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (
ADMR) tidak jauh berbeda, yakni terkoreksi 14,16% secara YtD. Saham emiten pelat merah, yakni PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) terkoreksi 5,42%. Koreksi juga menimpa saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG) yang melemah 9,35%, saham PT Indika Energy Tbk (
INDY) yang melemah 16,12%, dan saham PT Bayan Resources Tbk (
BYAN) yang melemah 8,45%.
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menilai, pemicu koreksi saham-saham tambang ini satunya datang dari penurunan harga batubara yang signifikan, terutama di awal 2023 ini.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham untuk Erajaya (ERAA) di Tahun 2023 Salah satu pemicu koreksi harga batubara adalah kabar bahwa jumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang diaktifkan kembali di Eropa tidak sebanyak yang dikhawatirkan. Benua biru tersebut masih mampu menjaga
supply energinya dari sumber-sumber energi terbarukan yang selama ini menjadi sumber energi utama di Eropa. “Faktor ambil untung (
profit taking) juga tidak dapat dikesampingkan sebagai faktor yang menyebabkan pelemahan harga emiten batubara di awal tahun 2023 ini,” kata Valdy kepada Kontan.co.id, Kamis (9/2). Dengan kondisi harga saat ini, sektor energi berpotensi
undervalued. Hal ini berdasarkan pada kondisi
price to earnings ratio (PER) sektor energi sebesar 6,45 kali di Desember 2022, dibandingkan PER IHSG di 15,62 kali pada periode yang sama. Berdasarkan informasi tersebut, beberapa emiten tambang batubara berpotensi memiliki valuasi yang
undervalue alias memiliki PER dan
price to book value (PBV) di bawah sektor. Pertama ada ADRO dengan PER 2,36 kali dan PBV 1,04 kali. Kedua ada saham PTBA dengan PER 2,97 kali dan PBV 1,52 kali. Ketiga, saham INDY dengan PER 1,73 kali dan PBV 0,72 kali. Keempat ada saham ITMG dengan PER 2,21 kali dan PBV 1,35 kali. Kelima, saham PT United Tractors Tbk (
UNTR) dengan PER 2,21 kali dan PBV 1,35 kali. “Untuk saat ini kami memberikan rekomendasi
speculative buy atau
buy on support pada saham-saham tersebut untuk memanfaatkan potensi
technical rebound, terutama dalam jangka pendek,” sambung Valdy.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham ABM Investama (ABMM) yang Anggarkan Capex US$ 200 Juta Kinerja masih solid
Valdy memproyeksi, harga batubara masih akan mampu bertahan di kisaran US$ 250 per ton sampai dengan US$ 300 per ton untuk tahun ini. Memang, proyeksi ini lebih rendah dari rata-rata harga tahun 2022 yang di kisaran US$ 350 per ton. Meski demikian, perlu digarisbawahi pelemahan harga atau moderasi harga batubara baru terjadi di Desember 2022. Dengan demikian, ada potensi bahwa dampak penurunan tersebut belum terefleksi sepenuhnya di laporan keuangan tahun penuh 2022. Artinya pertumbuhan signifikan kinerja topline dan
bottom line masih bisa dirasakan di laporan kinerja tahun lalu.
”Dengan demikian, rilis laporan keuangan 2022 berpotensi menjadi katalis positif yang dapat memicu
rebound saham-saham
coal producers, terutama dalam jangka pendek,” tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi