Saham second liner bakal tumbuh lebih dinamis



JAKARTA. Indeks harga saham gabungan (IHSG) sempat ditutup menguat 0,19% dan bertengger di level 5.829,71.

Setelah bergerak liar, IHSG pada penutupan perdagangan lalu tersebut bahkan sempat mencetak rekor baru. Tercatat, IHSG membukukan transaksi sebesar Rp 12,24 triliun. Nilai ini merupakan volume tertinggi sejak 23 Februari silam. Dari emiten yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI), tercatat sebanyak 159 saham menjadi pendorong indeks. Sementara 164 saham melemah dan 130 saham lainnya stagnan.

Sebelumnya, pada pertengahan Juni hingga penutupan perdagangan saham sebelum libur Lebaran, beberapa emiten sempat terkerek naik. Bahkan, beberapa di antaranya mencetak harga saham tertinggi sepanjang sejarah (all time high). Misalnya saja, seperti saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) yang berhasil mencetak rekor pada 21 Juni 2017 dengan level 15.300. Selain itu, saham PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) juga mencetak rekor pada 21 Juni 2017 dengan level 49.000. Sehari sebelumnya, atau pada 20 Juni 2017, emiten PT Bank Agris Tbk (AGRS) juga mencatat rekor pada level 452. Pada pertengahan bulan Juni, saham emiten PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) juga mencetak rekor pada level 2700, kemudian diikuti oleh PT Voksel Electric Tbk (VOKS) pada level 1800. Sehari berikutnya, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) juga mencatat rekor dengan level saham pada 80.000, dan PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) yang juga mencetak rekor pada level 328. Reza Priyambada analis Bina Artha Parama Sekuritas menyatakan rekor yang dipecahkan beberapa emiten tersebut tak terlepas dari sentimen yang muncul atas berita emiten. Hal tersebut akhirnya menjadi pendorong harga saham emiten tersebut.


"Ini berkaitan dengan berita positif yang lebih banyak dan harga saham yang dinilai lebih murah," kata Reza kepada KONTAN, Minggu (2/7). Meskipun demikian, harga saham UNVR yang dinilai premium tetap tak menurunkan minat investor untuk masuk. Hal itu katanya, ada faktor fundamental yang menjadi energi pendorong investor.

"Apakah pelaku pasar menilai dividen, atau karena adanya berita positif berupa pertumbuhan? Hal itu membuat UNVR jadi salah satu incaran," tambahnya. Sementara itu, dari beberapa emiten yang mencetak pertumbuhan, ada beberapa emiten yang termasuk second liner. Menurut Reza, emiten second liner berpeluang mencetak pertumbuhan yang lebih dinamis dibandingkan dengan emiten big caps.

"Pelaku pasar dalam beberapa terakhir ini tidak hanya fokus pada big caps," ujarnya. Saham second liner justru dipersepsikan pasar sebagai saham yang lebih murah. Selain itu, bila ada sentimen positif, saham tersebut berpeluang naik lebih tinggi. Sebab, dinilai lebih mudah mengangkat saham second liner. "Bila ada profit taking, saham second liner berpeluang mempertahankan gerakan harganya," tambahnya. Dia melihat kinerja emiten BBTN sudah cukup membaik, lantaran adanya pertumbuhan kinerja. Selain itu, ada hasil penurunan NPL (non-performing loan) yang cukup bagus. Dia juga mencermati emiten UNVR yang meskipun premium, tetap masih menjadi pilihan investor. Dia menilai, produk-produk UNVR selama ini terserap cukup baik. Selain itu, dia menilai pelaku pasar belakangan tidak melihat dari sisi sektoral emiten. Namun, kini lebih pada individu saham tersebut. Secara sektoral bisa dikatakan kurang menarik, namun bila dari saham menarik, tetap menjadi incaran.

"Seperti BBHI dan AGRS kan terkait sentimen mau diakuisisi BBCA. Meski belum tentu benar tapi rumor yang beredar sudah luas maka mereka memanfaatkan momen tersebut untuk masuk ke saham," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan