Saham Sektor Industri Belum Berenergi, Cermati Rekomendasi Analis Berikut Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Barisan saham di sektor industri masih belum berenergi. Tampak dari indeks sektoral perindustrian yang terjun sedalam -14,80% secara year to date hingga perdagangan Senin (10/6). 

IDX Industrials jadi sektor dengan penurunan terdalam ketiga setelah sektor teknologi dan sektor transportasi & logistik. Kedua sektor itu masing-masing telah mengakumulasi penurunan -27,63% dan -21,23% sejak awal tahun 2024.

Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi mengamati, emiten di sektor industri relatif sensitif terhadap sentimen makro ekonomi, kebijakan moneter dan pergerakan nilai tukar rupiah. Nah, sentimen yang ada sejauh ini cenderung menekan sebagian emiten di sektor industri.


"Kami melihat sektor industri cenderung tertekan di tengah ketidakpastian pertumbuhan ekonomi global sebab pengetatan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral global, termasuk Bank Indonesia serta pelemahan nilai tukar rupiah," kata Audi kepada Kontan.co.id, Senin (10/6).

Baca Juga: Wall Street Turun di Awal Pekan, Investor Menanti Data Inflasi AS dan Rapat The Fed

Tekanan itu cukup tergambar dari kinerja kuartal I-2024 sejumlah emiten di sektor ini. Audi mencontohkan PT Astra International Tbk (ASII), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) dan PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang laba bersihnya menyusut dengan level penurunan double digits.

Toh, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga tengah melandai. Meski masih bertahan di zona ekspansi, tapi PMI Manufaktur per Mei 2024 menyusut 0,8 poin secara bulanan dari 52,9 menjadi 52,1.

Meski begitu, Audi menyoroti bahwa masih ada sejumlah emiten di sektor industri yang mampu unjuk gigi. Dia mencontohkan PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) dan PT KMI Wire & Cable Tbk (KBLI) yang kompak menumbuhkan laba bersih di level 137% pada kuartal I-2024.

Di sisi lain, secara pembobotan saham ASII masih menopang sektor industri. Tapi kinerja emiten holding multi-industri tersebut sedang tertekan. Secara year to date, saham ASII mengakumulasi pelemahan 20,18%, ada di jajaran atas saham laggard penggerus indeks.

Baca Juga: IHSG Naik ke ke 6.921 Hari Ini (10/6), BREN, GOTO, BBRI Paling Banyak Net Sell Asing

Wait & See atau Selektif

Mempertimbangkan turbulensi pasar dan risiko ketidakpastian makro ekonomi yang masih membayangi, Audi menyarankan wait and see terlebih dulu untuk saham-saham di sektor industri. "Apalagi sektor ini juga terpengaruh langsung terhadap fluktuasi kurs dan suku bunga," imbuh Audi.

Namun pelaku pasar masih bisa memilih secara selektif saham-saham industri yang masih prospektif. Sambil menunggu sentimen yang lebih kondusif, Audi menyarankan untuk beralih terlebih dulu ke saham-saham dengan kategori defensif.

"Sampai nanti sudah mulai cooling down dari kebijakan moneter dan situasi stabil kembali, maka saham yang berkategori cyclical akan menjadi menarik lagi," terang Audi.

Baca Juga: Investasi Reksadana Ditinggalkan, Net Redemption Rp 75,94 Triliun Per Mei 2024

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menambahkan, secara teknikal sektor industri masih berada di fase downtrend dan masih didominasi oleh volume penjualan. Dalam situasi saat ini, Herditya menyarankan buy on weakness saham blue chip di sektor ini, yakni ASII dengan estimasi target harga di Rp 4.720-Rp 4.860.

Rekomendasi lainnya adalah speculative buy saham UNTR dengan target harga Rp 22.850 - Rp 23.350 dan MARK untuk target Rp 965 - Rp 1.020. Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo memprediksi secara jangka panjang sejumlah saham di sektor industri punya prospek yang menarik.

Pada situasi saat ini William menyarankan speculative buy saham ASII mencermati support Rp 3.970 dan resistance di Rp 4.900. Rekomendasi yang sama untuk UNTR dengan support di Rp 20.925 dan resistance di Rp 23.375.

Sementara Audi menyematkan rekomendasi buy untuk ASII dan MARK, serta hold terhadap UNTR. Target harga masing-masing berada di level Rp 5.878, Rp 1.060 dan Rp 27.900 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati